Saat Liverpool mengejar tiket Liga Champions demi prestise, Crystal Palace ingin menjalin romantisme terakhir dengan sang manajer. Dua mimpi ini beradu di Stadion Anfield, disaksikan kehadiran 10.000 penonton.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LIVERPOOL, SABTU – Manajer Liverpool Juergen Klopp adalah pria sederhana yang jarang menuntut. Namun, tidak untuk laga pada pekan terakhir Liga Inggris. Klopp dengan tegas mewajibkan skuadnya menang atas Crystal Palace, dalam laga yang dianggapnya sebagai partai final tersebut.
”Kami hanya harus memenangi laga itu dan berjuang sekuat tenaga untuk itu. Kami perlu mencetak gol pada saat yang tepat dan kebobolan lebih sedikit. Hanya Itu yang perlu dilakukan,” kata Klopp dalam konferensi pers.
Ultimatum manajer asal Jerman itu cukup menggambarkan rasa tegang jelang laga terakhir musim ini. Liverpool akan menjamu Palace di Stadion Anfield, pada Minggu (23/5/2021) pukul 22.00 WIB.
Kata Klopp, musim ini aneh. Mereka datang sebagai juara bertahan, tetapi kesulitan bersaing di papan atas. Sempat terjerembab sampai posisi ke-8, mereka akhirnya bisa merangkak ke empat besar jelang pekan terakhir.
Hanya satu hal yang bisa menyelamatkan wajah mereka saat ini, yaitu menang atas Palace dan meraih tiket Liga Champions. ”Aneh, juga intens. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Tetapi, kini kami punya kesempatan menyelesaikannya dengan cara terbaik,” katanya.
”Si Merah” di atas kertas bisa memenangi laga ini. Mohamed Salah dan rekan-rekan membawa modal kemenangan tujuh gol tanpa balas pada pertemuan pertama musim ini. Namun, Klopp meminta anak asuhnya melupakan laga petama yang tak relevan lagi.
Dua tiket Liga Champions pada pekan terakhir masih diperebutkan tiga tim. Mereka adalah peringkat ke-3 Chelsea (67), Liverpool (66), dan Leicester City (66). Liverpool punya poin sama dengan Leicester, tetapi mereka unggul selisih gol.
Jika seluruh tim menang, Liverpool hampir pasti tetap berada di empat besar. Meski bukan mustahil, sulit bagi Leicester mengejar ketinggalan empat gol dari Liverpool. Apalagi mereka akan menjamu tim kuat Tottenham Hotspur. Sementara itu, Chelsea bertamu ke markas Aston Villa.
Palace yang berada di papan tengah datang tanpa ekspektasi lebih. Hanya saja, skuad tim tamu punya misi mulia. Mereka ingin memberikan penghormatan pada laga terakhir manajer Roy Hodgson.
Manajer 73 tahun itu, yang juga pernah satu musim menangani Liverpool, memutuskan pensiun akhir musim ini setelah empat tahun bersama Palace. Selama itu, dia mampu mengangkat tim berjuluk ”Si Elang” ini dari zona degradasi menjadi tim medioker.
Kami hanya harus memenangi laga itu dan berjuang sekuat tenaga untuk itu. Kami perlu mencetak gol pada saat yang tepat dan kebobolan lebih sedikit. Hanya Itu yang perlu dilakukan.
Mantan manajer tim nasional Inggris tersebut punya tempat istimewa di hati anak asuhnya. Dia dianggap sebagai sosok ayah bagi para pemain. Salah satunya adalah penyerang sayap andalan Palace, Andres Townsend.
”Saya berutang padanya selama delapan musim terakhir. Dia memberi saya kesempatan debut di timnas Inggris saat saya berusia 22 tahun. Saya juga bermain lebih dari 100 laga Liga Inggris bersamanya. Dia membuat saya menjadi lebih baik, sebagai pemain dan pria,” ucap Townsend.
Utang budi itu ingin dibayar Townsend dan rekan-rekan di Anfield. Mereka tidak akan membiarkan Hodgson menanggung malu dalam laga terakhir karena ditaklukkan tuan rumah.
Pertarungan dua misi kontradiktif itu yang akan saling berbenturan keras di Anfield. Liverpool dengan ambisi dan urgensi tinggi menjaga prestise, sedangkan Palace dengan pesta perpisahan yang tanpa beban. Hanya satu misi yang bertahan di akhir laga.
Tuan rumah Liverpool sedikit beruntung. Mereka mendapat tambahan moral dengan kedatangan 10.000 penonton di Anfield. Presensi pendukung di kandang merupakan aspek yang paling dicari tim asuhan Klopp musim ini. Dengan fans, sosok Anfield yang dikenal angker akan kembali.
Bek kiri Liverpool Andrew Robertson berkata, sudah tidak sabar merasakan kembali gemuruh dari penggemar. Gemuruh fans itu selalu berhasil menaikkan motivasi mereka, sekaligus menggetarkan iman para lawan.
“Bisa kembali dengan keluarga kami (fans) adalah hal yang sangat berarti. Kami harus bisa memanfaatkan kesempatan baik ini. Semoga musim panjang dan melelahkan ini bisa berakhir dengan baik di depan para pendukung,” kata Robertson.
Akhir Hodgson
Hodgson tidak memungkiri akan sangat emosional dalam laga terakhir nanti. Laga itu merupakan pengujung dari karier melatih yang sudah dimulai sejak 1976. Dia sudah malang-melintang di berbagai negara mulai Inggris, Italia, sampai Swedia.
“Perpisahan tidak pernah menjadi keahlian khusus saya. Saya tidak pandai menempatkan diri dalam sesuatu yang emosional. Keputusan ini tidak diambil hanya dalam semalam. Ini merupakan pemikiran yang panjang. Mungkin sudah saatnya saya meninggalkan klub dan sepak bola saat ini,” ucap penyuka formasi 4-3-3 itu.
Hodgson tidak menargetkan hal berlebihan dalam laga pamungkasnya. Dia hanya paham anak asuhnya akan berjuang habis-habisan dalam setiap laga. Sang manajer menegaskan tidak akan melepas laga ini begitu saja.
Beban Hodgson sebagai manajer tampaknya sudah terangkat. Ketika ditanya tentang hasil pertandingan dia menjawab dengan santai, “Bisa saja kami mencuri kemenangan, atau mereka yang menang. Tetapi kalau kami menang, mungkin saja kami tidak bisa keluar dari Anfield karena dikunci di kamar ganti,” guraunya. (AP/REUTERS)