Tak salah rasanya julukan ”Superman” disematkan kepada Gianluigi Buffon (43). Selama 26 tahun berkarier, Buffon tak pernah berhenti menghasilkan rekor dan capaian fantastis yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Tidak salah rasanya julukan ”Superman” disematkan kepada Gianluigi Buffon (43). Selama 26 tahun berkarier, Buffon tidak pernah berhenti menghasilkan rekor dan capaian fantastis yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya diraih oleh seorang penjaga gawang.
Setelah mengumumkan akan meninggalkan Juventus di akhir musim ini, Buffon masih tampil brilian untuk memimpin skuad Juve di laga final Piala Italia 2020-2021, Kamis (20/5/2021) dini hari WIB. Kiper berzodiak Akuarius itu masih menampilkan teknik gemilang, refleks yang cekatan, serta jiwa kepemimpinan yang amat dibutuhkan di laga perebutan trofi.
Di akhir laga, Buffon diberi kehormatan sebagai orang pertama yang mengangkat trofi Piala Italia ke-14 yang diraih Juve. Seandainya ia memutuskan gantung sepatu di musim panas ini, raihan Piala Italia keenam dalam kariernya itu adalah sebuah akhir yang manis dari perjalanan panjang Buffon di level elite sepak bola dunia. Sebab, ia juga merasakan pertama kali mengangkat trofi ketika mempersembahkan Piala Italia edisi 1998-1999 untuk Parma.
”Hari ini menghadirkan emosi besar bagi saya. Untuk menyelesaikan karier bersama Juve dengan Piala Italia membuat saya bangga dan senang bisa berbagi petualangan hingga meraih trofi ini bersama rekan setim,” ucap Buffon seusai laga final itu, dilansir laman resmi Juventus.
Secara total, Buffon telah meraih 26 trofi di level klub bersama tiga tim berbeda, yakni Juve, Parma, dan Paris Saint-Germain. Buffon adalah pesepak bola dengan jumlah trofi Liga Italia dan Piala Italia terbanyak. Jumlah 10 perisai scudetto yang diraih Buffon hanya kalah dari koleksi Juve (36 trofi), Internazionale Milan (19), dan AC Milan (18).
Tidak hanya soal trofi, Buffon juga pemain dengan jumlah penampilan terbanyak di Liga Italia. Sejak menjalani debut pada laga Parma kontra AC Milan, 19 November 1995, ”Superman” telah memainkan 657 laga di Serie A Italia. Rekor itu rasanya akan bertahan hingga beberapa dekade mendatang. Untuk memecahkan rekor penampilan itu, seorang pemain butuh bermain minimal 20 musim serta terhindar dari cedera panjang.
Buffon juga menorehkan rekor sebagai kiper dengan catatan tak kebobolan terpanjang di Liga Italia. Bapak tiga anak itu tidak kemasukan gol selama 974 menit pada musim 2015-2016.
Di luar level klub, Buffon adalah sosok penting saat Italia merengkuh trofi Piala Dunia 2006. Meski perjalanan kariernya terasa lengkap, Buffon masih memiliki penasaran besar karena belum mampu merajai Eropa bersama klub dan tim nasional Italia. Buffon hanya tiga kali merasakan runner-up Liga Champions bersama ”Si Nyonya Besar”, kemudian juga merasakan kekalahan dari Spanyol di final Piala Eropa 2012.
Ubah stigma
Selama kariernya, Buffon telah mengubah stigma penjaga gawang. Buffon menampilkan kiper bukan hanya pelengkap dari sebuah tim, melainkan sosok krusial dalam kesuksesan sebuah tim.
Ia pernah menjadi kiper dengan nilai transfer tertinggi di dunia. Juve rela mengeluarkan uang sebesar 52 juta euro (Rp 914,2 miliar) saat membelinya dari Parma pada awal musim 2001-2002. Rekor kiper termahal itu bertahan selama 17 tahun hingga dipecahkan Alisson Becker yang bergabung ke Liverpool dari AS Roma pada 2018.
Uang yang dikeluarkan Juve seakan tidak ada apa-apanya dibandingkan sumbangan 21 trofi, penampilan konsisten selama tiga dekade berbeda, hingga kesetiaan Buffon ketika Juve dihantam skandal calciopoli sehingga harus bermain di Serie B pada musim 2006-2007.
Berkat penampilan di Juve, Buffon juga mampu meraih berbagai penghargaan individu. Tidak hanya penghargaan atas perannya sebagai penjaga gawang, Buffon bahkan meraih trofi individu yang sebelumnya belum pernah didapatkan kiper, seperti Pesepak Bola Terbaik Klub Eropa musim 2002-2003 serta Golden Foot 2016.
Selain itu, Buffon adalah kiper dengan ranking tertinggi dalam daftar penghargaan paling bergengsi bagi pesepak bola, yakni Ballon d’Or. Buffon berada di peringkat kedua Ballon d’Or edisi 2006 dan hanya kalah dari sahabatnya, Fabio Cannavaro. Tidak ada kiper lain yang mampu mencapai urutan kedua dalam penganugerahan Ballon d’Or hingga saat ini.
”Oliver Kahn, Peter Schmeichel, dan Edwin van der Sar adalah insiprasi saya di awal karier. Kemudian, Buffon muncul dan mengubah segala hal yang berkaitan dengan kiper,” ucap mantan kiper Chelsea, Petr Cech, dilansir Daily Mail pada 2015.
Keabadian Buffon di level elite tidak lepas dari kemampuannya beradaptasi dengan peran baru penjaga gawang. Buffon telah menghadirkan warna baru bagi penampilan seorang kiper.
Sejak tampil pertama kali di Serie A saat masih berusia 17 tahun, Buffon memilih menggunakan kostum lengan pendek. Ia enggan menggunakan kostum lengan panjang yang selalu identik dengan kiper kala itu.
Buffon, yang lahir dari keluarga atlet, adalah kiper unik di awal kariernya karena berani memainkan bola lebih lama. Bahkan, beberapa kali ia bisa mengecoh pemain depan lawan dalam situasi satu lawan satu. Kemampuan Buffon itu dianggap tidak biasa karena belum ada peran kiper sebagai sweeper yang identik dalam 10-15 tahun terakhir.
Saya sendiri sejak kecil bukan tipikal kiper klasik, jadi sudah terbiasa memainkan bola lebih lama seperti seorang libero. (Gianluigi Buffon)
”Saat ini, kiper fokus pula memainkan bola untuk mengoper dan membantu aliran bola tim. Saya sendiri sejak kecil bukan tipikal kiper klasik, jadi sudah terbiasa memainkan bola lebih lama seperti seorang libero,” ucap Buffon kepada Four Four Two.
Kepercayaan diri Buffon menguasai bola lebih lama tidak lepas dari pengalamannya ketika memulai bermain sepak bola pada usia sembilan tahun. Ketika masuk klub lokal di wilayah Tuscany, Italia, Buffon bermain sebagai gelandang. Bahkan, ia beberapa kali ikut kompetisi level yunior sebagai pemain tengah.
Ketertarikan pertama Buffon sebagai penjaga gawang terjadi setelah menyaksikan idolanya, mantan kiper timnas Kamerun, Thomas N’Kolo, tampil di Piala Dunia Italia 1990. Enam bulan awal ketika bergabung dengan tim Parma yunior pada 1991, Buffon juga masih terdaftar sebagai gelandang. Namun, situasi berubah setelah dua kiper tim Parma yunior cedera. Buffon kecil pun menawarkan diri untuk berlatih sebagai kiper darurat.
”Ayah saya menyarankan saya mencoba bermain sebagai kiper, tetapi saya lebih suka berada di jantung permainan. Pada akhirnya, sebuah takdir yang membuat saya menjadi seorang penjaga gawang,” ujar Buffon kepada UEFA.