Barcelona mulai meninggalkan taktik favoritnya, 4-3-3. Formasi baru, 3-1-4-2, telah berbuah tiket final Piala Raja Spanyol sekaligus asa meraih trofi juara pada musim sulit saat ini.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
BARCELONA, KAMIS — Barcelona mulai memetik buah revolusi taktik yang dicanangkan Ronald Koeman sejak melatih klub itu pada Agustus 2020. Setelah 16 tahun identik dengan formasi 4-3-3, Barca di era Koeman mulai mengadopsi taktik baru, yaitu 3-1-4-2, yang menghadirkan keseimbangan permainan dan hasil positif pada fase krusial musim ini.
Sempat menjalani musim ini dengan hasil yang naik-turun, terutama setelah tumbang dari Paris Saint-Germain, 1-4, dan ditahan Cadiz, 1-1, pertengahan Februari lalu, Koeman akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari pakem formasi 4-3-3 yang sudah menjadi ciri khas Barca. Formasi dengan trisula penyerang itu bahkan tidak hanya digunakan tim utama Barca, melainkan juga diterapkan ke seluruh tim tingkatan umur di La Masia, akademi sepak bola milik klub kaya Spanyol itu.
Koeman mulai memakai taktik baru, yaitu 3-1-4-2, saat Barca menghadapi laga krusial versus Sevilla pada pekan ke-25 Liga Spanyol, Sabtu (27/2/2021), di Stadion Ramon Sanchez Pizjuan. Hasilnya, Barca menang 2-0 atas tim ”kuda hitam” itu. Formasi serupa kembali diterapkan Koeman, lagi-lagi saat menghadapi Sevilla, pada laga kedua semifinal Piala Raja Spanyol di Stadion Camp Nou, Kamis (4/3) dini hari WIB.
Hasilnya pun tidak kalah gemilang. ”Blaugrana” menang telak, 3-0, dan mewujudkan remontada atau pembalasan atas Sevilla. Barca, yang kalah 0-2 di pertemuan pertama semifinal Piala Raja, lolos ke final turnamen itu untuk kali kesembilan dalam 11 musim terakhir.
Mencoba formasi baru ketika dua kali melawan Sevilla, yang dijuluki ”Los Rojiblancos”, adalah perjudian besar bagi Koeman. Pasalnya, dalam dua pertemuan awal pada musim ini, Sevilla selalu menyulitkan Barca. Selain kalah, 0-2, pada pertemuan pertama semifinal Piala Raja, Barca juga ditahan Sevilla, 1-1, pada laga ajang Liga Spanyol di Camp Nou, Oktober lalu.
Meskipun baru memulai pola 3-1-4-2, yang selama ini identik dengan tim-tim Italia, Barca tampil impresif. Trio lini belakang yang diisi Oscar Mingueza, Gerard Pique, dan Clement Lenglet memberikan soliditas di lini pertahanan. Hadirnya gelandang bertahan, Sergio Busquets, di depan tiga bek tengah tersebut kian memperkuat keseimbangan bermain Barca. Gawang mereka tidak kebobolan satu gol pun dengan pola itu.
Adapun dua bek sayap, Sergino Dest dan Jordi Alba, didorong lebih ke depan agar bisa menjalani dua fungsi sekaligus, yaitu menyerang ataupun bertahan. Taktik bermain dengan dua bek sayap yang ofensif ini mampu menghasilkan intensitas tinggi, seperti yang acap kali diperlihatkan tim-tim Italia, seperti Atalanta dan Inter Milan.
Seiring berjalannya waktu, saya optimistis formasi ini (3-1-4-2) akan mengembalikan keindahan permainan Barca.
Namun, untuk bisa berhasil, pola permainan ofensif itu juga membutuhkan gelandang yang tangguh sekaligus energik. Peran itu, di Barca, diemban Frenkie de Jong dan Pedri. Kehadiran mereka membuat dua penyerang tengah Barca, Lionel Messi dan Ousmane Dembele, bisa lebih leluasa bergerak di lini depan. Messi, misalnya, tidak jarang bermain melebar.
Menurut Koeman, timnya kini tampil semakin baik sejak memainkan formasi baru itu. Perubahan taktik itu, ungkapnya, menciptakan kebebasan kepada sejumlah pemain muda Barca untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Piala Dunia
Permainan cepat ala formasi 3-1-4-2 itu sebetulnya bukanlah hal baru bagi Koeman. Mantan bek Barca pada era 1990-an itu telah lama mengembangkannya di tim-tim terdahulu, antara lain Feyenoord pada 2011-2014. Pola 3-5-2 ala Koeman di klub itu bahkan menginspirasi Louis van Gaal saat membawa timnas Belanda tampil di Piala Dunia Brasil 2014. Hasilnya, Belanda melumat Spanyol, 5-1, dan Brasil, 3-0, serta finis ketiga.
Namun, sedikit berbeda dengan taktik yang pernah dipakai di Feyenoord ataupun Everton, Koeman melakukan modifikasi di Barca. Di klub Spanyol yang dahulu identik dengan pakem tiki-taka itu, Koeman tidaklah semata-mata mengandalkan serangan balik. Penguasaan bola tetaplah penting walaupun tidak sebesar seperti di era Barca sebelum-sebelumnya.
”Perubahan taktik itu membuat kami bermain lebih baik untuk menguasai dan merebut kembali bola, berlari lebih banyak, dan agresif menekan lawan. Seiring berjalannya waktu, saya optimistis formasi ini (3-1-4-2) akan mengembalikan keindahan permainan Barca,” ujar Koeman seperti dikutip Mundo Deportivo.
Santi Nola, analis sepak bola Spanyol dari Mundo Deportivo, menilai, formasi baru dengan tiga bek tengah itu memberikan ketenangan bagi para gelandang kreatif Barca. Mereka bisa lebih fokus menyerang dan menciptakan peluang-peluang gol.
Selain itu, kehadiran tiga bek tengah juga bisa mengantisipasi pola serangan vertikal yang kerap digunakan lawan Barca saat melakukan serangan balik dengan berusaha mengalirkan bola secepat mungkin ke areal kotak penalti Barca.
Butuh pengorbanan
Namun, agar sukses, formasi 3-5-2 atau variasinya, 3-1-4-2, membutuhkan pengorbanan lebih dari para pemain. Dua bek sayap Barca, Alba dan Dest, misalnya, dituntut tampil ekstrakeras untuk maju menyerang lewat sisi lebar lapangan sekaligus melapis lini pertahanan timnya saat ditekan lawan.
”Kemenangan beruntun atas Sevilla adalah contoh dari solidaritas yang telah hadir di dalam tim Barca. Mereka butuh kemenangan itu untuk menghadirkan kembali kepercayaan diri dan rasa persatuan setelah menghadapi masa-masa sulit dalam setahun terakhir,” ungkap Nola dalam kolomnya di Mundo Deportivo.
Setelah memastikan tempat di final Piala Raja, Barca berpeluang merebut gelar ke-31 di ajang itu. Barca adalah tim tersukses di Piala Raja dengan koleksi 30 gelar juara. Barca tinggal menunggu pemenang antara Levante dan Athletic Bilbao guna menghadapi final turnamen itu pada 17 April 2021.
Dalam laga pertama, Levante dan Bilbao bermain imbang, 1-1. Adapun laga kedua berlangsung di Stadion Ciutat de Valencia, Jumat (5/3) pukul 03.00 WIB.
Namun, keberhasilan Barca menembus final Piala Raja musim ini tidak lepas dari kontroversi. Sevilla mengkritik keras wasit Jose Martinez yang mengganjar mereka dua kartu merah, yaitu untuk Fernando Reges dan Luuk de Jong.
Insiden di kotak penalti
Pelatih Sevilla Julen Lopetegui kesal karena Martinez tidak mengeluarkan kartu kuning kedua saat pemain Barca, Oscar Mingueza, menjatuhkan penyerang sayap Sevilla, Lucas Ocampos, di kotak penalti, pada menit ke-71. Saat itu, Mingueza merupakan bek terakhir Barca yang berhadapan satu lawan satu dengan Ocampos.
Wasit Martinez hanya memberikan penalti yang gagal dimanfaatkan Sevilla dalam insiden itu. Eksekusi penalti Ocampos mampu ditahan kiper Barca, Marc-Andre Ter Stegen.
Setelah itu, Martinez tidak memberikan Sevilla penalti kedua di menit ke-99. Padahal, dalam tayangan ulang, sapuan bola yang dilakukan Lenglet di kotak penalti Barca diawali dengan kontrol bola menggunakan tangan.
”Hanya sedikit yang bisa saya katakan jika Anda berbicara banyak tentang (wasit) itu. Saya rasa tindakan Mingueza jelas sebuah pelanggaran berat yang menghentikan sebuah peluang nyata kami untuk mencetak gol,” kata Lopetegui dilansir Marca.