Atletico Madrid dan Chelsea memiliki standar berbeda dalam melihat proses menuju kejayaan. Kedua tim akan saling menguji sikap yang kontras itu ketika bertemu pada babak 16 besar Liga Champions Eropa dini hari nanti.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·5 menit baca
BUCHAREST, SENIN — Duel Atletico Madrid dan Chelsea pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions Eropa di Arena Nationala, Bucharest, Romania, Rabu (24/2/2021) pukul 03.00 WIB, bisa menjadi ”cermin kaca” untuk Chelsea. Lewat laga ini, Chelsea bisa melihat saksama cara Atletico mengagungkan proses panjang membentuk tim bersama Pelatih Diego Simeone dan kemudian berkaca pada diri sendiri.
Laga ini bisa menjadi momen tepat bagi Chelsea untuk merefleksi diri, apakah cara yang telah mereka tempuh selama ini dalam membangun sebuah tim yang berkarakter dan solid sudah benar atau salah. Jawaban akhir dari refleksi itu tentunya akan muncul setelah laga kedua tim itu berakhir.
Atletico dan Chelsea merupakan dua tim dengan kultur yang bertolak belakang. Mereka ibarat langit dan bumi dalam proses membangun tim yang tangguh. Atletico percaya akan kesetiaan dan proses panjang di dalam membangun tim.
Hal itu mereka buktikan dengan mempertahankan Simeone sebagai pelatih sejak 2011. Sejak saat itu hingga detik ini, mereka berkali-kali gagal juara meskipun dua kali mampu menembus final Liga Champions. Selain itu, mereka hanya sekali meraih trofi Liga Spanyol bersama Simeone.
Namun, minimnya trofi tidak menghapus kepercayaan klub itu kepada Simeone. Ia tidaklah tergantikan meskipun gosip pemecatan berkali-kali menerpa. Situasi ini kontras dengan di Chelsea. Raksasa Inggris itu telah ditangani sembilan manajer tetap berbeda sejak Simeone pertama kali tiba di Madrid.
Atletico berusaha menikmati proses naik dan turun sebuah tim dan meyakini keseluruhan proses itu bakal membuahkan hasil. Sementara Chelsea, selama Roman Abramovich menjadi pemilik, menginginkan hasil yang instan. Setiap manajer di Chelsea hanya punya waktu singkat untuk mencapai target yang dipatok. Jika gagal, mereka harus bersiap untuk dipecat.
Besarnya tekanan
Manajer Chelsea saat ini, Thomas Tuchel, ikut merasakan besarnya tekanan yang ia miliki. Ia tidak menolak jika klub hanya memberinya kontrak kerja selama 18 bulan sejak menggantikan Frank Lampard.
”Jika saya mendapatkan kontrak selama 4,5 tahun dan mereka (pemilik klub) ternyata tidak puas, bagaimanapun klub akan memecat saya,” kata Tuchel yang sebelumnya melatih Paris Saint-Germain.
Dilihat dari pengalaman, Tuchel memiliki standar yang dibutuhkan Chelsea untuk mengejar trofi. Musim lalu, ia mengantarkan PSG hingga ke final Liga Champions meski kemudian dikalahkan Bayern Muenchen. Hanya saja, pelatih asal Jerman ini baru menjalani total tujuh laga bersama Chelsea di semua ajang sejauh ini.
Tuchel, yang masih dalam proses adaptasi, harus segera menghadapi Atletico yang sudah matang di tangan Simeone. Kematangan itu dibuktikan Atletico dengan menyingkirkan Liverpool lewat agregat gol, 4-2, di babak 16 besar Liga Champions musim lalu. Padahal, Liverpool adalah juara bertahan.
Maka itu, pertaruhan Chelsea di laga versus Atletico sangatlah besar. Jika kalah dan tersingkir, mereka hanya punya satu ajang tersisa untuk meraih trofi pada musim ini, yaitu Piala FA.
Untuk itu, Tuchel paham, ia tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apa pun saat bertemu Atletico, tim yang kini memuncaki klasemen Liga Spanyol. Tuchel berharap tantangan sulit untuk mengalahkan Atletico menjadi motivasi timnya. Bukan justru sebaliknya.
”Laga ini bakal jadi ujian besar. Atletico dan pelatihnya sangat berpengalaman pada level ini. Sangat jelas apa yang akan kami hadapi saat melawan mereka, yaitu perlawanan sengit, pengalaman, dan tim dengan mentalitas yang kuat,” kata Tuchel dikutip laman UEFA.
Jika dilihat dari penampilan Chelsea dalam tujuh laga terakhir bersama Tuchel, mereka punya peluang untuk setidaknya mampu memberikan perlawanan sengit terhadap Atletico. Dalam ketujuh laga itu, Chelsea menang lima kali dan imbang dua kali. Tuchel nyaris menelan kekalahan saat bertemu Southampton pada laga terakhir Liga Inggris, akhir pekan lalu. Namun, Chelsea bangkit dan mampu menyamakan kedudukan menjadi 1-1.
Kapten Chelsea, Cesar Azpilicueta, merasa percaya diri dengan penampilan timnya sejauh ini. Ia dan rekan-rekannya juga merasa Tuchel punya rencana dan taktik yang jelas untuk mengalahkan Atletico.
”Kami memang kecewa dengan hasil laga terakhir (imbang melawan Southampton). Namun, sekarang kami ada di Liga Champions,” kata Azpilicueta.
Kenangan buruk
Atletico pernah menjadi mimpi buruk Chelsea pada Liga Champions musim 2013-2014. Pada saat itu, kedua tim bertemu pada babak semifinal. Atletico menyingkirkan Chelsea dengan agregrat gol, 3-1, dan melaju ke babak final untuk bertemu Real Madrid.
Sejak saat itu hingga detik ini, Chelsea belum pernah memenangi satu pun laga pada fase gugur di Liga Champions. Babak 16 besar praktis selalu menjadi jalan buntu mereka. Maka, kali ini, Tuchel wajib mencari jalan keluar dari kebuntuan sejarah timnya tersebut.
Sejak bergabung, Tuchel sudah mendapat kemewahan berupa stok pemain yang baru saja dibeli Chelsea senilai 220 juta poundsterling atau Rp 4,3 triliun. Amunisi yang mewah itu tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh pendahulunya, Lampard, yang lantas dipecat.
Mirip dengan Lampard, Tuchel merasa masih butuh waktu untuk mengeluarkan potensi besar yang dimiliki para pemain baru Chelsea, seperti Timo Werner dan Kai Havertz. Namun, Tuchel sadar ia tidak punya banyak waktu. Kini, keberhasilan Chelsea sangat bertumpu pada kecerdikannya memainkan taktik yang tepat.
Simeone, yang sudah kehilangan banyak pemain pilarnya selama menjadi Pelatih Atletico, lantas memberikan nasihat bijak. ”Dalam sebuah perang, pemenang bukanlah yang maju dengan banyak tentara, melainkan mereka yang mampu memaksimalkan tentara yang dimiliki,” katanya. (AFP)