Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo diguncang masalah baru lainnya, yaitu mundurnya Ketua Panitia Penyelenggara Lokal, Yoshiro Mori, Jumat. Mantan Perdana Menteri Jepang itu lengser akibat tekanan menyusul komentar seksisme.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
TOKYO, JUMAT – Dampak dari pernyataan seksisnya sepekan lalu, Ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo Yoshiro Mori akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya per Jumat (12/2/2021). Walau mendapatkan banyak respons positif, keputusan itu menambah panjang daftar kekacauan menjelang penyelenggaraan Olimpiade ke-32 itu setelah isu jual-beli suara, pandemi Covid-19, hingga kerugiaan akibat penundaan selama setahun terakhir.
Situasi kian tidak mudah karena waktu tersisa untuk mempersiapkan pesta olahraga dunia di ibu kota Jepang itu kini tidak lagi panjang. Olimpiade itu akan digelar 23 Juli-8 Agustus mendatang.
Di tengah situasi yang kompleks saat ini, tidak akan mudah pula mencari pengganti Mori yang telah terlibat menyiapkan ajang empat tahunan itu sejak Januari 2014 atau seusai terpilih Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade 2020 dalam rapat Komite Olimpiade Internasional di Buenos Aires, Argentina, Sabtu (7/9/2013) silam.
Mundurnya Mori berawal dari rapat daring pejabat senior Komite Olimpiade Tokyo, Rabu (3/2/2021) lalu. Kala itu, Mori berkata bahwa wanita terlalu banyak bicara sehingga menyebabkan diskusi bisa berlarut-larut.
”Perempuan punya rasa persaingan kuat. Jika seseorang angkat tangan untuk bicara, yang lain merasa harus ikut bicara. Semuanya merasa perlu bicara. Jika ingin menambah direktur perempuan, kita patut memastikan ada pembatasan lama bicara. Mereka sulit berhenti dan itu menjengkelkan,” terangnya dikutip BBC, Kamis (11/2/2021).
Pernyataan itu mendapatkan kecaman dari banyak pihak, mulai dari pejabat, politisi, akademisi, sponsor, sukarelawan, atlet, aktivis, media, hingga masyarakat di dalam maupun luar negeri. Hal itu mendorong Mori untuk meralat ucapannya dan meminta maaf pada Kamis (4/2). Namun, publik sudah terlanjur kecewa dan tetap menuntut mantan Perdana Menteri Jepang periode April 2000-April 2001 itu mengundukan diri.
Pada pembukaan rapat pengurus dan Dewan Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo, Jumat, Mori akhirinya memutuskan mundur dari jabatannya. ”Mulai hari ini, saya akan mundur dari jabatan saya. Komentar saya yang tidak pantas telah menyebabkan banyak kekacauan,” ujarnya menyesali pernyataannya itu.
Dewan Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo direncanakan akan melakukan pemilihan untuk mencari pengganti Mori secepatnya. Muncul beberapa tokoh calon penggantinya, antara lain Saburo Kawabuchi (mantan Ketua Umum Federasi Sepak Bola Jepang 2002-2008).
Calon pengganti Mori
Namun, karena tidak disukai publik, Kawabuchi menyatakan dirinya bukan pilihan tepat dan menarik diri pada pencalonan itu. Guna meredam isu gender itu, empat wanita yang dianggap memenuhi syarat diusulkan menjadi suksesor Mori.
Mereka adalah peraih medali perunggu judo Olimpiade 1988 Seoul, Kaori Tamaguci; peraih dua perunggu renang Olimpiade 1988 Mikako Kotani; peraih emas maraton Olimpiade 2000 Sydney Naoko Takahashi; dan menteri sekaligus mantan atlet skating Seiko Hashimoto. ”Proses pemilihan itu sangat penting dan pendapat wanita harus lebih dihargai,” ujar Machiko Osawa, profesor di Universitas Wanita Tokyo.
Mundurnya Mori kian memperkeruh persiapan Olimpiade Tokyo. Sejak awal, seperti diungkapkan sejumlah media, terpilihnya Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade 2020 dihantui isu jual-beli suara yang kini sedang diselidiki. Menurut Bloomberg, tuan rumah pun ditunduh melakukan plagiarisme logo, desain stadion terbalik, dan kekhawatiran tentang keamanan mengadakan acara di Prefektur Fukushima yang pernah dilanda bencana nuklir.
Puncaknya, wabah virus korona baru membuat Olimpiade Tokyo ditunda setahun dari 2020 ke 2021. Penundaan itu menyebabkan kerugian besar. Sejak awal, Tokyo ataupun Jepang telah menanggung beban lonjakan biaya persiapan yang di luar kendali, yakni dari 7,3 miliar dollar AS menjadi 26 miliar dollar AS. Karena penundaan, beban biaya bertambah sehingga mereka menghabiskan dana 30 miliar dollar AS.
Mori memiliki kontribusi besar dalam menyiapkan Olimpiade Tokyo sejak awal setelah Tokyo terpilih. Jika Mori mundur, situasi akan lebih membingungkan dan berpotensi membuat Olimpiade Tokyo dibatalkan.
Karena pandemi yang masih berkecamuk, survei surat kabar Jepang, Kyodo News, awal tahun ini menunjukkan, 47,1 persen responden berpendapat Olimpiade maupun Paralimpiade Tokyo harus ditunda lagi. Bahkan, 35,2 persen meminta ajang itu dibatalkan. Hanya 14,5 persen yang menginginkan Olimpiade maupun Paralimpiade Tokyo tetap diadakan sesuai rencana.
Kini, isu seksis yang dilontarkan Mori kian membuat skeptis publik Jepang mengenai keberlanjutan Olimpiade Tokyo. Akhir pekan lalu, survei Kyodo News menyampaikan, 60 responden menilai Mori tidak memenuhi syarat untuk kembali menduduki posisi Ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo. Hanya 6,8 persen yang masih mendukung Mori untuk tetap di jabatan tersebut.
Sejak Mori melontarkan pernyataan seksis itu, Bloomberg mengabarkan, sekitar 390 dari 80.000 sukarelawan yang direkrut untuk membantu Olimpiade Tokyo telah mengundurkan diri. Lembaga penyiaran publik Jepang, NHK, mengatakan, 36 dari 70 sponsor yang mereka hubungi menganggap komentar Mori tidak bisa diterima. Sedangkan hampir dua lusin perusahaan telah menerima keluhan dari klien.
”Kami kecewa dengan komentar baru-baru ini. Sebab, kami memiliki nilai-nilai semangat yang sama dengan Olimpiade tentang inklusivitas tanpa diskriminasi,” kata Akio Toyoda, Presiden Toyota Motor Corp dikutip Bloomberg.
Jules Boykoff, profesor di Pacific University Oregon dan penulis sejarah politik Olimpiade, menuturkan, masalah Jepang dalam menyiapkan gelaran Olimpiade Tokyo merupakan cermin masalah lingkungan, sosial dan keuangan mendalam yang mendera Olimpiade. ”Olimpiade menderita masalah mendalam dan mendarah daging. Meskipun semua dinamika ini sedang berlangsung di Tokyo, namun itu bukan hanya masalah Tokyo. Itu juga masalah Olimpiade secara keseluruhan,” tuturnya.
Sementara itu, The New York Times melaporkan, beberapa orang terkemuka menentang langkah untuk mendorong Mori mundur dari jabatannya. Keluarnya Mori justru akan kian membahayakan keberlanjutan Olimpiade Tokyo.
”Mori memiliki kontribusi besar dalam menyiapkan Olimpiade Tokyo sejak awal setelah Tokyo terpilih. Jika Mori mundur, situasi akan lebih membingungkan dan berpotensi membuat Olimpiade Tokyo dibatalkan,” ungkap Yoichi Masuzoe, mantan Gubernur Tokyo. (AP/REUTERS)