Liverpool pada musim ini tidak setangguh Liverpool musim lalu. Mereka semakin sering kehilangan poin, termasuk saat berlaga di kandang sendiri. Laga melawan Manchester City akan menjadi momentum untuk bangkit.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LIVERPOOL, KAMIS - Brighton and Hove Albion berhasil membuka topeng Liverpool pada laga di Stadion Anfield, Kamis (4/2/2021) pagi WIB. Mereka mengalahkan Liverpool, 1-0, dan memperlihatkan kepada dunia rupa “Si Merah” yang bisa rapuh, menderita, dan telah menjelma menjadi manusia biasa.
Pada musim ini, Liverpool menelan kekalahan kedua di kandang secara beruntun untuk pertama kalinya sejak September 2012. Kekalahan pertama terjadi saat mereka menjamu Burnley dua pekan lalu, juga dengan skor 0-1.
Anfield seolah kehilangan daya magisnya bagi Liverpool, yang merasakan kemenangan terakhirnya di kandang pada 27 Desember 2020 saat mengalahkan Tottenham Hotspur, 2-1. Setelah bertemu Spurs, Liverpool hanya mencetak satu gol pada empat laga kandang berikutnya, yaitu saat ditahan imbang West Bromwich Albion, 1-1.
Ketajaman Liverpool yang sempat terlihat pada dua laga sebelumnya ketika bertandang ke markas Spurs dan West Ham United, mendadak hilang lagi. Beberapa peluang gol tercipta, tetapi penyerang terproduktif yang dimiliki Si Merah, seperti Mohamed Salah pun sampai gagal menyelesaikan peluang-peluang tersebut.
Liverpool tidak hanya tumpul saat menyerang, juga kerap kebingungan ketika pemain Brighton masuk ke kotak pertahanan mereka. Penyerang Brighton, Neal Maupay, bisa dengan mudah membawa bola masuk meski sudah dihadang tiga pemain bertahan Liverpool, Jordan Henderson, James Milner, dan Andrew Robertson.
Brighton pun menjadi tim yang lebih agresif dan tajam pada laga itu dengan melepaskan sebanyak 13 tembakan, empat tembakan di antaranya mengarah ke gawang. Mereka mencetak gol pada menit ke-56 melalui Steven Alzate. Adapun Liverpool hanya bisa menembak 11 kali, dan hanya satu tembakan yang tepat mengarah ke gawang.
Inkonsistensi inilah yang membuat Liverpool bisa sampai kalah empat kali dan ditahan imbang tujuh kali. Dari 22 laga yang telah dijalani, mereka baru memenangi persis separuhnya. Wajah Liverpool musim ini pun sangat jauh berbeda dengan Liverpool musim lalu, ketika mereka baru menelan kekalahan pada pekan ke-28.
“Pada musim lalu, Liverpool adalah sekumpulan manusia super, dan sekarang kita mulai melihat sisi manusia dari tim ini,” ujar mantan pemain Liverpool, Peter Crouch. Rupa manusia ini bisa terlihat, menurut Crouch, karena skuad Si Merah kurang dalam.
Kedalaman skuad Liverpool ini mulai diuji ketika barisan bek mereka satu per satu tumbang karena cedera, termasuk bek utama Virgil van Dijk. Manajer Liverpool Juergen Klopp harus memutar otak dan menarik beberapa gelandang untuk menjadi bek tengah dadakan. Hasilnya, Liverpool masih bisa menahan gempuran serangan lawan, tetapi mereka sudah kehilangan keseimbangan untuk menjaga intensitas serangan.
“Alasan utama Liverpool bisa menjadi juara bertahan pertama dalam 19 tahun yang gagal mencetak gol dalam tiga laga kandang beruntun ternyata sangat sederhana: mereka telah kehilangan naluri ‘membunuh’,” tulis Squawka. Naluri tersebut tumbuh dan berkembang sejak debut Van Dijk bersama Liverpool menghadapi Everton pada Januari 2018, hingga pertengahan 2020 ketika sepak bola terpaksa lumpuh karena pandemi.
Pada musim lalu, Liverpool adalah sekumpulan manusia super, dan sekarang kita mulai melihat sisi manusia dari tim ini.
Sementara itu, Klopp punya alasan lain untuk menanggapi kekalahan ini. “Satu-satunya alasan adalah karena kami kelelahan secara mental,” kata Klopp.
Keluar lintasan
Kekalahan dari Brighton membuat Liverpool kini berada di peringkat keempat dengan 40 poin hingga Kamis. Mereka tertinggal tujuh poin di belakang Manchester City, yang semakin kokoh di puncak klasemen setelah mengalahkan Burnley, 2-0, pada laga lainnya.
“Saat ini kami telah keluar dari lintasan perebutan gelar juara. Kami tertinggal tujuh poin dan City masih menyimpan satu laga lagi. Kami harus bisa kembali menjadi Liverpool yang dulu,” kata Robertson. City baru menjalani 21 laga, dan laga ke-22 mereka adalah melawan Liverpool yang akan digelar, Minggu (7/2/2021).
Laga melawan City di Anfield adalah momentum terbaik Liverpool untuk bangkit. Namun, laga ini bisa juga menjadi petaka berikutnya, karena City sedang dalam kondisi terbaik dan telah memenangi 13 laga secara beruntun di semua kompetisi. City, dengan satu laga tersisa, berpeluang besar memadamkan harapan Liverpool untuk bisa mempertahankan gelar juara musim ini.
Peluang seperti ini tidak ada dalam benak manajer Manchester City Pep Guardiola ketika timnya masih berada di luar peringkat 10 besar hingga pekan ke-10 musim ini. “Ketika kami berada di peringkat ke-12, kami berpikir untuk melupakan trofi Liga Primer dan membidik tiket ke Liga Europa musim depan,” ujar Guardiola. (AFP/REUTERS)