Chelsea menutup tahun 2020 dengan raihan kurang menggembirakan, yaitu ditahan Aston Villa, 1-1, di Stamford Bridge. Hasil laga itu menegaskan pencapaian antiklimaks salah satu kandidat juara itu pada masa pandemi ini.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
CHELSEA, SELASA — Awal Desember lalu, Chelsea digadang-gadang sebagai penantang terkuat Liverpool dalam perburuan gelar juara Liga Inggris musim 2020-2021. Kurang dari sebulan, ekspetasi itu langsung menguap menyusul rentetan hasil negatif ”The Blues”, yaitu terakhir ditahan Aston Villa, 1-1, Selasa (29/12/2020) dini hari WIB.
Pada laga itu, Chelsea sempat unggul lebih dulu berkat gol striker veterannya, Olivier Giroud pada menit ke-34. Namun, akibat kurang konsentrasi, gawang mereka yang dikawal Edouard Mendy kebobolan pada menit ke-50 lewat gol penyerang sayap Villa, Anwar El-Ghazi.
Chelsea seolah kehabisan tenaga menjelang pergantian tahun. Sebelum ditahan Villa di Stadion Stamford Bridge, mereka juga dikalahkan Arsenal, tim yang tengah terpuruk, 1-3, pada derbi London. Mereka sebelumnya juga kalah beruntun dari Everton dan Wolverhampten Wanderes.
Dari lima laga terakhirnya di Liga Inggris, Chelsea hanya mampu mengemas empat poin dari maksimal 15 poin yang bisa dikemas. Tak pelak, posisi mereka di klasemen sementara kini melorot ke peringkat keenam. Padahal, pada 6 Desember lalu, mereka sempat bercokol di peringkat ketiga, yaitu hanya tertinggal dua poin dari Tottenham Hotspur dan Liverpool yang menguasai puncak klasemen sementara.
”Beberapa pekan lalu, orang-orang menyebut kami sebagai penantang juara. Namun, kini kami memasuki periode sulit. Saya bisa melihat kekecewaan para pemain karena mereka ingin menang. Hasil positif sangat penting pada periode ini (akhir tahun),” ungkap Manajer Chelsea Frank Lampard yang tidak mampu menutupi kekecewaannya, seperti dikutip BBC.
Akhir tahun memang merupakan masa sulit bagi seluruh klub di Liga Inggris. Ketika mayoritas liga besar di Eropa lainnya diliburkan sejenak untuk menyambut Natal dan Tahun Baru, mereka tetap berlaga tidak kenal waktu. Dalam sepekan, mereka bahkan bisa tiga kali berlaga. Chelsea misalnya, hanya punya waktu dua hari untuk mempersiapkan diri menghadapi Villa seusai terkapar dari Arsenal di Stadion Emirates, akhir pekan lalu.
Persaingan sengit
Tak mengherankan, klub-klub unggulan, seperti Liverpool dan Tottenham Hotspur kompak gagal menang pada awal pekan ini, akibat faktor kelelahan pemain. Kondisi itu sekaligus mempersengit persaingan di puncak klasemen Liga Inggris. Manchester United, yang sempat terseok-seok di peringkat ke-14, kini mendadak menjadi penantang juara. Mereka kini berada di peringkat keempat dan hanya tertinggal lima poin dari Liverpool di puncak klasemen.
Chelsea telah kehilangan momentum untuk membuktikan mereka laik menjadi penantang juara musim ini.
Padahal, bukan lagi rahasia apabila bulan padat pada akhir tahun adalah kunci penentu bagi klub-klub di Liga Inggris untuk meraih gelar juara. Tim yang mengemas poin terbanyak di periode sulit ini bakal berpeluang besar menjadi juara. Hal itu dibuktikan Liverpool pada musim lalu. Bayangkan, dari sembilan laga sepanjang November-Desember 2019 lalu, ”The Reds” selalu menang. Tidak sekali pun kehilangan poin.
Alih-alih mengendurkan performa atau terbuai suasana liburan, Liverpool justru tancap gas di periode itu. Mereka menjadikan musim dingin sebagai momentum untuk menabung poin sebanyak mungkin. Tak pelak, mereka tidak terkejar dan dinobatkan sebagai juara Liga Inggris musim lalu dengan keunggulan masif, 18 poin, dari rival terdekatnya, Manchester City.
Berkaca dari pengalaman itu, mantan striker Chelsea, Chris Sutton, pesimistis bekas klubnya itu bisa meraih gelar juara musim ini. ”Saat ini, mereka (Chelsea) adalah tim yang ada dalam krisis karena mereka tampil di bawah standar. Frank (Lampard) membutuhkan segera kemenangan. Jika tidak, situasi akan bertambah buruk,” ujarnya mengingatkan.
Hal yang paling mengecewakan bagi Sutton adalah realitas bahwa eks klubnya itu telah melakukan belanja masif untuk menambah amunisi dalam perburuan gelar juara musim ini. Di tengah krisis finansial yang mendera banyak klub di dunia akibat pandemi, Chelsea menggelontorkan total 222 juta pounds atau setara Rp 4,2 triliun untuk memboyong sejumlah pemain baru, seperti Timor Werner, Kai Havertz, Hakim Ziyech, Ben Chilwell, dan Edouard Mendy.
Mereka seolah kalap belanja setelah selama semusim penuh dilarang berbelanja pemain akibat merekrut pemain di bawah umur yang dilarang FIFA. Skuad Chelsea pun kini melimpah dan kaya pilihan. Sebelum kedatangan mereka, Chelsea bahkan sudah dilengkapi talenta muda hebat, seperti Christian Pulisic, Mason Mount, Tammy Abraham, dan Fikayo Tomori.
Sayangnya, seperti disampaikan Sutton, skuad Chelsea yang melimpah pemain bertalenta ternyata masih kekurangan faktor penting, yaitu ritme bermain dan kekompakkan. Tak mengherankan, kontribusi sejumlah bintang baru Chelsea, seperti Werner dan Havertz masih minim. Keduanya baru mengemas lima gol dan lima asis di Liga Inggris sepanjang musim ini.
Performa kurang ideal itu bakal menjadi tekanan besar bagi Lampard, mantan kapten Chelsea yang telah dua musim dipercaya menangani klub London itu. Pemilik Chelsea, Roman Abramovich, dikenal sangat tidak sabar, apalagi ia telah mengucurkan banyak uang. ”Suka atau tidak, musim ini berbeda jauh dari musim lalu. Tekanan bakal besar karena dia sudah menghabiskan banyak uang,” ujar Sutton kemudian.
Musim ini memang masih panjang. Namun, Chelsea telah kehilangan momentum untuk membuktikan mereka laik menjadi penantang juara. Karena itu, musim ini bisa dikatakan sebagai periode transisi lainnya bagi skuad calon juara di masa depan itu untuk bertranformasi dan ”menyetel”. ”The Reds” butuh waktu setidaknya empat tahun untuk menjalani proses itu bersama manajer Juergen Klopp.