”Tanjakan” Terakhir Pelari Virtual Borobudur Marathon 2020
Senin (30/11/2020) jadi hari terakhir peserta Borobudur Marathon menyelesaikan lari virtualnya. Mereka mengalami banyak tantangan untuk finis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hari ini, Senin (30/11/2020), hari terakhir peserta Borobudur Marathon 2020 menyelesaikan lari virtual. Sejumlah drama mereka alami, mulai dari kehujanan, kesulitan mengunggah hasil lari ke sistem, hingga harus lari ulang karena riwayat lari tidak terekam di aplikasi.
Lari setengah maraton tahun ini cukup menantang buat Margareta Erisa (27), karyawan swasta di Yogyakarta. Sekitar sembilan bulan dia berhenti latihan lari. Mau lari pun rasanya waswas karena pandemi Covid-19. Baru dua minggu jelang Borobudur Marathon 2020 dia latihan lagi.
”Lari tahun ini rasanya berat karena persiapan hanya dua minggu. Saya pikir ini sudah saatnya lari lagi karena badan jadi gampang capek dan sakit selama tidak olahraga,” kata Margareta saat dihubungi dari Jakarta, Senin.
Jarak 21,095 kilometer diselesaikan dalam empat kali lari. Namun, yang terhitung dalam sistem Borobudur Marathon hanya tiga kali lari. ”Lari pertama sejauh 10 kilometer tidak terbaca di sistem Borobudur Marathon. Saya terpaksa lari lagi keesokan harinya dan hanya kuat lari 5 kilometer,” katanya.
Setelah lari 5 kilometer, Margareta masih punya ”utang” 16 kilometer. Dia selesaikan jarak tempuh yang tersisa dalam dua kali lari di pekan terakhir Borobudur Marathon.
Para peserta Borobudur Marathon dapat menyelesaikan lari dengan sistem ”cicilan”. Peserta maraton penuh (42,195 kilometer) dapat menyelesaikan lari maksimal empat kali, setengah maraton (21,095 kilometer) tiga kali, 10 kilometer dua kali, dan lari persahabatan (3,5 kilometer) sekali.
Lari tahun ini rasanya berat karena persiapan hanya dua minggu. Saya pikir ini sudah saatnya lari lagi karena badan jadi gampang capek dan sakit selama tidak olahraga.
Peserta diberi kesempatan berlari secara virtual selama 15-30 November 2020. Saat berlari mereka harus terkoneksi dengan aplikasi Garmin Connect atau Google Fit.
Aplikasi itu merekam, antara lain, jarak tempuh, catatan waktu, dan kecepatan lari. Data tersebut akan terunggah ke sistem panitia Borobudur Marathon. Sebelumnya, peserta perlu menghubungkan akun mereka di aplikasi dengan sistem Borobudur Marathon.
Margareta sempat kesulitan menggunggah hasil larinya yang terakhir. Ia menunggu berjam-jam hingga rekaman larinya akhirnya terbaca oleh sistem. ”Jika eror lagi, saya harus lari lagi. Untung saja hasil larinya terekam aplikasi dan bisa dimasukkan ke sistem,” ujarnya yang menyelesaikan setengah maraton dalam 3 jam 32 menit.
Kesulitan yang sama
Bankir di Samarinda, Rahmad Hidayat (31), juga kesulitan setelah menempuh 21,095 kilometer selama 2 jam 4 menit. Namun, ia tercatat baru berlari 6 kilometer. Hingga Minggu malam ia masih mencoba mengonfirmasi data ke pihak panitia.
”Ada dua skenario. Pertama, saya harus lari lagi di hari Senin. Itu pun harus disesuaikan dengan kemampuan badan. Insya Allah saya kuat lari lagi kalau datanya memang tidak terekam. Kedua, saya pasrah jika tidak dapat sertifikat Borobudur Marathon,” ucap Rahmad.
Project Officer Borobudur Marathon 2020 Budhi Sarwiadi mengatakan, umumnya, pengguna Google Fit perlu menunggu 1 x 24 jam hingga datanya terunggah di sistem panitia. Ada pula kasus ketika data baru terkoneksi setelah 5 x 24 jam.
”Karena itu, kami perpanjang waktu untuk submit hasil lari hingga enam hari ke depan, yakni 6 Desember 2020. Jika ada kesulitan, silakan hubungi customer service kami melalui surat elektronik,” kata Budhi.
Hingga Senin siang, ada 58-60 persen peserta yang telah mengunggah hasil larinya ke sistem Borobudur Marathon 2020. Ada 9.090 peserta lari virtual yang tersebar di seluruh daerah dan beberapa negara.
Tantangan cuaca
Selain tantangan teknis, beberapa peserta mengalami tantangan cuaca. Rahmad harus menghadapi cuaca panas ketika berlari keliling Kota Samarinda dengan teman-teman sekomunitas.
”Kami lari pada Minggu (29/11/2020). Sebenarnya cuaca seminggu terakhir hujan, tetapi di hari kami lari malah panas. Rasanya seperti cuaca di Magelang saat Borobudur Marathon tahun lalu,” kata Rahmad.
Kakinya pun keram di kilometer 17. Kejadian ini sama persis dengan yang ia alami di Borobudur Marathon 2019. Menurut dia, kilometer 15 ke atas adalah rute-rute yang berat. ”Saya belajar bahwa latihan tidak harus lari jarak jauh melulu, tetapi juga harus latihan ketahanan dan core,” tambah Rahmad.
Jika Rahmad berhadapan dengan cuaca panas, dokter muda di Yogyakarta, Arief Gustav Verdito (23), sebaliknya. Ia kehujanan. Saat berlari, Minggu (29/11/2020), Yogyakarta sedang hujan dari pagi hingga sore.
Ia mulanya ragu, tetapi akhirnya memutuskan menyelesaikan tantangan. Ia menempuh maraton penuh mengitari Ringroad Barat, Utara, Timur, Selatan, kemudian kembali lagi ke Ringroad Barat.
Hujan membuat jalan yang ia pijak tergenang. Sepatunya basah dan langkahnya jadi berat. Hal itu cukup menghambat dia.
Hujan sempat menurunkan semangatnya, namun ia menguatkan mental agar bisa finis. Ia mengandalkan musik dari ponsel pintarnya untuk menghalau bosan. Pasalnya, ia lari sendirian tanpa teman sama sekali.
”Ini pengalaman yang benar-benar baru dan melatih mental. Saya bersyukur bisa finis dalam keadaan baik dan sehat,” ujar Arief.
Adapun wirausaha dan pelatih lari dari Manado, Dave Victor (37), menyelesaikan maraton penuh dengan dua cuaca sekaligus; panas dan hujan. Kendati demikian, hal itu tidak menyurutkan semangat Dave dan teman-temannya. Hujan yang sebentar dianggap sebagai pembasuh peluh sesaat.
Mereka mulai lari sejak jam 4 pagi di sekitar pantai di Manado. Cuaca semakin panas ketika matahari naik. Namun, hujan membuat mereka kembali segar.
Untuk menambah semangat, mereka lari sambil streaming tayangan Borobudur Marathon untuk pelari elite, 15 November 2020. ”Jadi berasa lagi lari bareng dengan mereka (pelari elite) dan jadi semakin semangat,” kata Dave.
Bagai Tanjakan Cinta di rute Borobudur Marathon sebelumnya, para pelari menemukan ”tanjakan” atau kesulitan masing-masing. Tantangan itu membuat para pelari semakin kuat. Mereka berharap bisa berbagi kekuatan yang sama di ajang tahun depan. Semoga pandemi sudah selesai saat itu.