Dengan gaya baru lantaran digelar di tengah pandemi Covid-19, Borobudur Marathon 2020 digelar tanpa penonton. Namun, para pelari tak sendiri. Meski tak semeriah biasanya, dukungan semangat tetap hadir bagi mereka.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA/ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Elite Race Borobudur Marathon 2020 Powered by Bank Jateng menyajikan cerita berbeda. Sebagai adaptasi di tengah situasi pandemi Covid-19, lomba hanya digelar di kompleks Candi Borobudur,Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Tak ada sorak sorai dukungan warga seperti biasa. Namun, para pelari tak sendiri melawan sunyi. Lafalan semangat tetap terlontar untuk mereka.
Sambil menggendong tas ransel di punggungnya, Aiptu Tumidi Thamiel mengamati satu demi satu para pelari dari sisi jalur rute Borobudur Marathon 2020, Minggu (15/11/2020). Begitu pelari melintas di depannya, babhinkamtibmas Kecamatan Borobudur itu mengepalkan kedua tangan dan sedikit mengangkatnya.
"Ayo mbak Irma.. Semangat Mbak Oliv," ujar Tumidi, dengan masker medis terpasang di separuh wajahnya.
Menurut Tumidi, satu dari sekitar 40 personel polisi yang ikut mengamankan area lomba, pelari harus terus disemangati. Apalagi, pada Elite Race Borobudur Marathon 2020, mereka harus melalui rute sepanjang 3,5 kilometer (km) dalam 12 putaran. Potensi kejenuhan akan selalu ada.
"Mereka perlu dengar suara. Tahun-tahun sebelumnya, mereka semangat karena warga antusias mendukung. Kali ini, kita (yang ada di area lomba) yang bisa melakukannya. Kalau sunyi saja, mereka bisa bosan dan terus memikirkan berapa putaran lagi untuk finis," ujar Tumidi.
Sekitar 400 meter dari titik Tumidi berjaga, di sekitar tanjakan menuju Bukit Dagi, Yayuk dan Isti juga melakukan hal sama. Di sela-sela tugasnya, anggota tim medis dari Puskesmas Borobudur itu tak henti-hentinya ikut memberi semangat kepada pelari.
"Mereka butuh disemangati, masak kami diam saja? Kita diberi tangan dan mulut, ya untuk membantu orang lain juga," kata Yayuk. Sejumlah pelari, katanya, tampak keteteran, yang ia duga karena kurangnya persiapan.
Lontaran kata-kata penyemangat juga keluar dari mulut sejumlah marshal yang tugasnya antara lain menunjukkan arah rute kepada pelari. Novika Putri (20), salah satunya. Ia makin terdorong untuk memberi semangat setelah melihat ada pelari yang melambatkan kecepatan demi menunggu pelari lainnya yang beberapa waktu sebelumnya bersama-sama. Satu solidaritas.
Dukungan kecil ini dirasa pelari cukup menyuntikkan moral dan semangat mereka. Pelari putri senior asal Nusa Tenggara Timur, Oliva Sadi (38), misalnya, merasa terbantu dengan dukungan-dukungan itu. Meski baginya Borobudur Marathon tetap tak bisa dilepaskan dari kehangatan warga.
"Tahun ini sangat berbeda karena biasanya yang memberi semangat bahkan ada anak-anak sekolah. Namun, mereka yang ada di sekitar lintasan juga cukup membantu," kata peraih podium dua Women\'s Category dengan catatan waktu 3 jam 31 menit itu.
Rasa kehilangan sorak sorai penyemangat juga dirasakan pelari putra asal Nusa Tenggara Barat, Suwandi (28). Pemenang kedua dengan waktu 2 jam 43 menit 43 detik itu mengatakan, kehadiran para penonton sebenarnya dapat membuat semangat berlipat. Namun, ia memahami karena saat ini masih pandemi.
Selain terbantu dengan adanya dukungan orang-orang di sekitar area lomba, ia juga ingat pada mereka yang mendukung dari jauh. "Kali ini saya semangat karena ingat keluarga di rumah. Itu yang saya pikirkan," tambah Suwandi.
Kejenuhan sepanjang lomba pun membayangi Irma Handayani (30), pelari putri asal Kalimantan Timur. "Apalagi setiap ketemu tanjakan. Lihat kanan-kiri juga pohon terus. Jadi, saya terus memotivasi diri sendiri, sambil dibantu semangat marshal dan lainnya," kata peraih podium dua Women\'s Category dengan 3 jam 12 menit 33 detik itu.
Konsekuensi
Gaya baru Borobudur Marathon itu merupakan bentuk penyesuaian karena digelar di tengah pandemi Covid-19. Area lomba, di kompleks Candi Borobudur, hanya dimasuki orang-orang yang sudah dites usap PCR dengan hasil negatif demi menghindari penularan Covid-19. Pengamanan dilakukan ketat di setiap akses masuk.
Mereka butuh disemangati, masak kita diam saja? Kita diberi tangan dan mulut, ya untuk membantu orang lain juga (Yayuk)
Panitia sendiri menyediakan sejumlah properti yang diharapkan sedikit mengganti absennya warga di sejumlah titik sepanjang rute. Di antaranya figur-figur gambar manusia yang terbuat dari kayu, yang berjajar sehingga menyerupai orang-orang sedang memberi dukungan. Di titik lain, ada layar besar menampilkan video dukungan penonton pada Borobudur Marathon 2019.
Race Director Borobudur Marathon 2020 Andreas Kansil menuturkan, ketiadaan penonton atau warga, bagaimanapun, merupakan bagian dari adaptasi terhadap situasi pandemi Covid-19. Begitu juga rute maraton berupa looping atau putaran, yang terbilang baru.
"Tingkat kejenuhan dan rute yang berkelok-kelok menjadi sesuatu yang harus dibiasakan. (Selain Borobudur Marathon 2020) mungkin sangat sedikit maraton yang rutenya 12 putaran. London Marathon 2020 digelar (di tengah pandemi) dengan 19 putaran. Jadi, hal-hal semacam itu menjadi tantangan khusus bagi para pelari," jelas Andreas.
Menurut dia, kunci penyelenggaraan perhelatan lomba lari atau olahraga di tengah pandemi Covid-19 yakni pengawalan, bukan sekadar panduan. Pengawalan protokol kesehatan dari awal hingga akhir lomba krusial agar acara berjalan aman. Bukan hanya untuk atlet, tetapi juga panitia serta relawan.
Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung memaksa semua orang untuk terbiasa dengan cara-cara baru, termasuk pada event olahraga. Bagaimanapun, kompetisi dibutuhkan dan dirindukan pelari.
Meski tak ada sambutan tos selepas finis, pun tanpa dukungan meriah dari warga, serta hangatnya pisang goreng dan teh hangat yang disuguhkan warga di lintasan lari, lomba maraton tetap bisa terlaksana, seperti pada Borobudur Marathon 2020. Dunia baru acara olahraga terlahir....