Elite Race Borobudur Marathon 2020 Powered by Bank Jateng menebarkan optimisme pada masa pandemi. Pelari dan semua pendukung acara menunaikan tiap babak hajatan dalam hening dan disiplin demi kemenangan bersama.
Oleh
GREGORIUS M FINESSO/ADITYA PUTRA PERDANA/ADRIAN FAJRIANSYAH/REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Elite Race Borobudur Marathon 2020 Powered by Bank Jateng menebarkan optimisme pada masa pandemi. Pelari dan semua pendukung acara menunaikan tiap babak hajatan dalam hening dan disiplin demi kemenangan bersama.
Kabut pagi masih melingkupi Bukit Dagi, Minggu (15/11/2020), saat Rukidi (60) bergegas turun dari tempatnya menderes pohon kelapa. Seusai memasang masker, dia berhenti di lereng bukit, di tepi jalan Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sambil bertepuk tangan, ia teriakkan pekik semangat setiap ada pelari maraton yang melintas.
”Tahun-tahun sebelumnya, saya dan beberapa tetangga selalu menyiapkan buah-buahan di halaman rumah untuk para pelari Borobudur Marathon yang lewat sambil memberi semangat. Tahun ini, katanya, enggak ada rame-rame dulu karena (pandemi) Covid-19,” tutur Rukidi, warga Dusun Gejagan, Desa Borobudur, tersebut.
Saat kegiatan tahunan ini digelar massal, ia sebenarnya kecipratan rezeki. Itu karena selalu saja ada pelari memborong gula kelapa hasil buatan Rukidi yang diletakkan di tepi lintasan lari yang kebetulan melewati rumahnya. ”Enggak apa-apa. Walau sepi, saya senang masih bisa menyemangati para pelari,” ucapnya dalam bahasa Jawa halus.
Dalam Elite Race Borobudur Marathon 2020, keheningan secara umum menyelimuti penyelenggaraan acara. Semua pihak, termasuk pelari, memahami pergelaran ini menjadi pembuktian bagi dunia bahwa Indonesia mampu menyelenggarakan hajatan lari maraton di tengah pandemi. Digelar di lintasan tertutup, tak ada sorakan warga. Namun, tetap ada penyemangat dari marshal, petugas keamanan, hingga tim medis.
Aiptu Tumidi Thamiel, petugas Bhabinkamtibmas Kecamatan Borobudur, misalnya, terus memberi semangat bagi 17 pelari pria dan sembilan pelari perempuan yang mesti menyelesaikan 12 lap lintasan TWCB. ”Mereka butuh dengar suara. Kalau tidak, dengan lintasan yang hanya memutar dan sepi, pasti jenuh karena yang dipikirkan berapa jauh lagi untuk finis,” kata Tumidi.
Begitu pula Yayuk dan Isti, petugas medis Puskesmas Borobudur. Teriakan-teriakan, seperti ”ayo semangat”, mereka lontarkan saat para pelari melintas.
Para pelari pun antusias. Meski diakui, tak mudah berlaga pada masa pandemi saat waktu latihan sangat terbatas. Ajang ini mencatatkan nama Betmen Manurung sebagai juara pertama Men’s Marathon Category dengan 2 jam 42 menit 25 detik dan Pretty Sihite pada Women’s Marathon Category dengan 3 jam 11 menit 51 detik.
Juni Ramyani (28), pelari asal Padang Panjang, Sumatera Barat, mengakui, rute lomba memutari kompleks Candi Borobudur cukup menjenuhkan. Rute sempit dan banyak tikungan juga berpotensi memicu cedera pelari jarak jauh. Namun, dia paham rute ”tertutup” mesti dipilih pada masa pandemi.
Robi Sianturi (22), pelari muda asal Bangka Belitung, berharap Borobudur Marathon 2020 mendorong ajang-ajang lain kembali bergeliat. ”Lama tak berlomba menurunkan motivasi atau semangat berlatih,” katanya.
Adapun pelaksanaan protokol kesehatan di area lomba begitu ketat. Semua orang yang terlibat di dalam kompleks TWCB tak pernah lepas dari masker. Banyak yang menambah keamanan dengan pelindung wajah (face shield). Mereka semua sudah menjalani tes usap Covid-19 dengan hasil negatif. Hal itu dibuktikan dengan stiker khusus yang ditempelkan pada tanda pengenal.
Suasana race village yang biasanya penuh hiruk-pikuk seusai lomba kini juga sunyi. Tak ada lapak-lapak jajanan yang biasa diserbu peserta. Hanya ada tiga tenda besar disiapkan masing-masing untuk pelari, tamu penting, dan media peliput.
Suasana race village yang biasanya penuh hiruk-pikuk seusai lomba kini juga sunyi. Tak ada lapak-lapak jajanan yang biasa diserbu peserta.
Papan imbauan jaga protokol kesehatan terpampang di banyak sudut. Beragam fasilitas penunjang disiapkan di antaranya, wastafel mekanik tanpa sentuh hingga pengaturan kursi di setiap tenda yang memungkinkan jaga jarak. Sebagian personel tim medis bahkan memakai alat pelindung diri lengkap, termasuk hazmat.
Etiket baru pun diterapkan dalam seremoni juara. Jika biasanya medali dikalungkan pihak lain, kali inip ara juara mengambil sendiri medali yang sudah disemprot disinfektan dari tatakan yang dibawa petugas. Selanjutnya, dengan mengenakan sarung tangan, masker, dan pelindung wajah, mereka mengalungkan sendiri medali, lalu naik ke podium. Setelah penyerahan hadiah, mereka juga langsung kembali ke ruang khusus.
Tidak hanya pelari, awak media dan tamu undangan juga wajib ikut serangkaian tes usap. Setiap wartawan dari luar Magelang mengikuti tes usap tiga kali. Sebelum berangkat, saat hendak masuk hotel tempat menginap, dan selesai acara.
”Memang ribet, tapi ini mesti dilakukan. Salut dengan panitia yang benar-benar disiplin menerapkan aturan,” ujar Ade, wartawan asal Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain 26 pelari elite yang berlomba di Magelang, Borobudur Marathon 2020 juga menggelar virtual challenge yang diikuti 9.090 pelari di penjuru Nusantara dan mancanegara. Hingga Minggu pukul 08.00, sebanyak 1.036 pelari virtual telah mulai berlari. Dari jumlah tersebut, sebanyak 67 peserta telah menuntaskan tantangan.
Lifiatri (39), peserta virtual challenge kategori half marathon di Kota Semarang, adalah salah satunya. Ambil bagian pertama kali di kategori setengah maraton (21 km), ia berstrategi merampungkan tantangan dalam dua kesempatan. Ia pun memilih lintasan yang relatif sepi, yakni di seputaran Waduk Universitas Diponegoro, Semarang.
”Hari ini saya lari 12 km. Saya realistis karena tahun lalu baru ikut 10K. Apalagi ini pandemi, interaksi di ruang publik mesti dibatasi,” tuturnya.
Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, keberhasilan Borobudur Marathon 2020 di tengah pandemi memberi optimisme. Tahun depan, saat kondisi diprediksi berangsur normal, diupayakan peningkatan jumlah peserta dengan sedikit mengubah platform penyelenggaraan.
”Mungkin akan tetap digelar dua format, yaitu lari virtual dan di kawasan Borobudur. Atau mungkin saja digelar lebih lama, selama dua hari,” ujarnya.
Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chi An serta Kepala Dinas Pemuda, Pariwisata dan Olahraga Jateng Sinung Nugroho sepakat ajang ini bisa menjadi inspirasi pergelaran olahraga, termasuk di beberapa cabang lain. Sementara Direktur Bisnis Korporasi dan Komersialisasi Bank Jateng Pujiono berhara, tahun depan, walau bertahap, penyelenggaraan bisa lebih mampu mengungkit ekonomi lokal.
Seperti kata komponis besar Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791), keheningan di antara suara nada sama pentingnya dengan nada itu sendiri. Keheningan Borobudur Marathon 2020 pada masa pandemi mengajak semua pihak untuk tetap berkarya, setahap demi setahap, asal berkelanjutan.