Dua Petenis Atas Nama Argentina
Argentina berjaya di Roland Garros dengan meloloskan dua wakil di tunggal putra maupun putri, pada semifinal Perancis Terbuka. Para wakil Argentina itu adalah Nadia Podoroska dan Diego Schwartzman.
Argentina berjaya di Roland Garros, Paris dengan akan tampilnya dua wakil pada semifinal Grand Slam Perancis Terbuka. Kehadiran Nadia Podoroska menjadi penantian tenis putri negara itu yang pernah memiliki Gabriela Sabatini, satu-satunya tunggal putri Argentina yang pernah menjuarai Grand Slam.
Podoroska akan berhadapan dengan Iga Swiatek, di Lapangan Philippe Chatrier, Kamis (8/10/2020), dalam persaingan sesama petenis non unggulan yang baru kali ini lolos ke semifinal Grand Slam. Adapun semifinal lainnya, pada hari yang sama, mempertemukan dua juara Grand Slam, Petra Kvitova dan Sofia Kenin.
Kvitova (juara Wimbledon 2011 dan 2014) menghentikan langkah petenis Jerman, Laura Siegemund, 6-3, 6-3, pada perempat final, Rabu. Adapun juara Australia Terbuka 2020, Sofia Kenin, mengalahkan sesama petenis AS, Danielle Collins, 6-4, 4-6, 6-0.
Di antara keempat semifinalis, tak ada satu pun yang pernah menembus laga puncak di Roland Garros, termasuk Kvitova yang paling berpengalaman. Hasil terbaik di antara mereka didapat petenis Ceko itu ketika tampil pada semifinal Perancis Terbuka 2012.
“Tak pernah terpikir, saya bisa kembali lagi ke tahap ini. Bahkan saat lolos ke perempat final, saya sangat emosional,” ujarnya.
Sementara Kvitova memiliki banyak pengalaman di arena Grand Slam, Podoroska menjadi petenis paling minim pengalaman. Sebelum tampil d Roland Garros tahun ini, dia belum pernah memenangi babak utama turnamen tenis dengan level tertinggi itu. Dalam satu pengalaman sebelumnya, Podoroska kalah pada babak pertama AS Terbuka 2016.
Selain Podoroska, Argentina diwakili Diego Schwartzman yang akan berhadapan dengan 12 kali juara Perancis Terbuka, Rafael Nadal, pada Jumat. Schwartzman mendapat tiket semifinal pertamanya dari Grand Slam setelah mengalahkan juara AS Terbuka, Dominic Thiem, dalam laga maraton selama 5 jam 8 menit. Petenis peringkat ke-14 dunia itu mengalahkan salah satu favorit juara yang merupakan sahabatnya itu, 7-6 (1), 5-7, 6-7 (6), 7-6 (5), 6-2.
Kehadiran tunggal putra Argentina pada semifinal Grand Slam, termasuk Perancis Terbuka, sebenarnya bukanlah momen langka. Negara di Amerika Selatan itu memiliki banyak petenis putra yang pernah menempati peringkat 10 besar dunia, termasuk juara Grand Slam. Guillermo Vilas misalnya, meraih empat gelar Grand Slam pada era 1970-an. Sementara, Juan Martin Del Potro menjadi juara Grand Slam terakhir dari Argentina, yaitu ketika menjuarai AS Terbuka 2009.
Di Roland Garros 2004, tunggal putra Argentina, bahkan, mendominasi dengan menempatkan tiga semifinalis. David Nalbandian bersaing dengan Gaston Gaudio, sementara Guillermo Coria ditantang petenis Inggris, Tim Henman. Gaudio akhirnya juara setelah mengalahkan Coria.
Namun, ini berbeda dengan sektor tunggal putri yang terakhir kali menempatkan Paola Suarez pada semifinal Perancis Terbuka 2004. Satu-satunya tunggal putri yang pernah membawa gelar Grand Slam adalah Sabatini, dari AS Terbuka 1990.
Maka, kiprah di Roland Garros ini pun sangat berarti bagi Podoroska. “Perjalanan ini sangat spesial karena tak banyak turnamen di Amerika Selatan. Sangat sulit bagi kami untuk bisa bertanding di sana. Semoga hasil ini bisa memotivasi remaja putri di sana,” katanya.
Kemenangan atas unggulan ketiga, Elina Svtolina, pada perempat final, Selasa, menjadikannya sebagai tunggal putri kualifikasi pertama yang lolos ke semifnal Perancis Terbuka pada era Terbuka (sejak 1968). Di antara semifinalis lain, Podoroska menjadi petenis berperingkat terendah, yaitu ke-131. Namun, posisinya itu akan naik ke 50 besar dunia dalam daftar peringkat baru yang akan dikeluarkan Senin, pekan depan.
Pelatih Podoroska, Juan Pablo Guzman, bercerita, salah satu fokus yang dilakukan anak asuhnya itu adalah berlatih mental. Didampingi pelatih mental, yang lebih dari setahun berada dalam tim pendukungnya, Podoroska mengintensifkan latihan meditasi, terutama pada masa kosong turnamen. Akibat pandemi Covid-19, turnamen pada semua level dihentikan pada Maret-Agustus.
“Dia belajar bernafas dengan pelan, visualisasi, dan belajar bersikap tenang dalam berbagai situasi,” ujar Guzman.
Swiatek, yang akan berhadapan dengan Podoroska untuk pertama kalinya, juga, melakukan pendekatan yang sama. Psikolog olahraga dalam timnya, Daria Abramowicz, turut mendampingi selama petenis berusia 19 tahun itu tampil di Perancis Terbuka.
“Saya yakin, kekuatan mental menjadi faktor terpenting pada saat ini karena jika melihat dari sisi permainan, setiap atlet punya peluang mengalahkan yang lain. Pembeda hasil ada pada faktor siapa yang lebih baik dalam menahan tekanan,” tutur Swiatek.
Hasil pelatihan mental bersama Abramowicz di antaranya terlihat ketika Swiatek mengalahkan Martina Trevisan pada perempat final. Petenis Polandia itu tertinggal, 1-3, namun bisa membalikkan situasi dengan memenangi 12 dari 13 gim. Swiatek menang, 6-3, 6-1.
Di babak keempat, Swiatek, bahkan, menyingkirkan favorit juara Simona Halep dengan skor telak, 6-1, 6-2. Dikatakan Swiatek setelah mengalahkan Halep, kunci kemenangannya adalah sikap mental baru yang dibawanya ke Lapangan Philippe Chatrier.
Swiatek melupakan kekalahan telak dari Halep yang terjadi pada babak keempat Perancis Terbuka 2019. Dia pun tak lagi gugup tampil di lapangan terbesar di Roland Garros.
Sejarah Schwartzman
Pertandingan melawan Nadal, Jumat, menjadi sejarah baru dalam catatan karier Schwartzman. Sejak bersaing di arena tenis profesional, pada 2010, Schwartzman akan merasakan tampil dalam semifinal Grand Slam.
Selain meloloskannya pada semifinal, kemenangan atas Thiem pada perempat final, juga, sangat berarti karena didapat melalui laga ketat dari sahabatnya. Perempat final selama 5 jam 8 menit menjadi pertandingan kedua terlama di Roland Garros tahun ini, setelah Lorenzo Giustino melawan Corentin Moutet pada babak pertama. Giustino menang, 0-6, 7-6 (7), 7-6 (3), 2-6, 18-16, dalam waktu 6 jam 5 menit.
“Dominic adalah salah satu petenis terbaik di dunia saat ini. Dia menjuarai Grand Slam AS Terbuka dan dua kali lolos ke final di sini. Kami berteman dan saya sangat menghormatinya. Itu sebabnya, kemenangan ini sangat berarti bagi saya,” katanya.
Persahabatan mereka, juga, terlihat melalui sikap dan komentar Thiem pada kemenangan Schwartzman. Alih-alih saling menyentuhkan raket seusai pertandingan, sebagai bagian dari pertandingan tenis pada pandemi Covid-19, dia merangkul Schwartzman. Wajahnya berseri sambil memberi selamat pada temannya itu.
“Di net, saya katakan bahwa dia berhak mendapat kemenangan tersebut. Dengan kemenangan itu, saya pikir, dia akan segera menjadi petenis 10 besar dunia. Itu adalah pencapaian besar dan saya sangat senang untuknya,” ujar Thiem yang kelelahan setelah bermain lima set pada babak keempat.
Berselisih usia setahun (Thiem 27 tahun, Schwartzman 28 tahun), mereka telah delapan kali bersaing, sejak 2015, sebelum bertemu di Roland Garros untuk pertama kalinya. Persahabatan terbentuk karena sering bertemu di ruang ganti pemain. Di ruang tunggu, sambil menanti giliran bertanding, Thiem dan Schwartzman, juga, sering mengisi waktu sambil bermain board games.
Keduanya, juga, pernah berpasangan dan tampil dalam ganda putra Madrid Masters 2019 hingga menembus final. “Sejak awal bertemu, kami merasa cocok untuk berteman. Dia pribadi yang sangat baik, spontan, penuh canda, dan tipe orang yang bisa dijadikan teman sejati.
Thiem pun menjuluki Schwartzman sebagai pejuang di lapangan. Karakter itu diperlihatkan dalam persaingan mereka di Roland Garros yang sangat ketat dalam setiap perebutan poinnya. Servis pada gim kesembilan set kedua misalnya, dipertahankan Schwartzman dalam permainan selama 15 menit.
Pada salah satu momen, komentator menyebut “here, there, and everywhere” ketika Schwartzman bisa mengembalikan pukulan Thiem dengan berlari ke setiap sudut lapangan. Infografik digital memperlihatkan, Schwartzman berlari sekitar 60 meter untuk bertahan dalam berbagai posisi, hingga akhirnya menciptakan winner dalam momen itu.
“Pukulannya sensasional, gerakannya sangat baik, dia adalah pejuang sejati. Saya senang melihat atlet dengan karakter seperti Diego,” kata Thiem. (AP/AFP)