Kekalahan Manchester United dan Liverpool bisa dimaknai sebagai tanda bahwa Liga Inggris kian kompetitif. Klub-klub kecil mampu bersaing dengan klub yang lebih besar dan selama ini tak tersentuh.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
BIRMINGHAM, SENIN - BIRMINGHAM, SENIN Pekan keempat Liga Primer musim 2020-2021 yang berlangsung Sabtu (3/10/2020) hingga Senin (5/10/2020) menjadi pekan terliar penuh kejutan. Dalam waktu kurang dari lima jam, dua klub besar seperti Manchester United dan Liverpool bisa hancur lebur. Gol yang masuk ke gawang dua kesebelasan itu, jika digabungkan, mencapai 13 gol.
Di Stadion Old Trafford, MU dilibas Tottenham Hotspur, 1-6, sedangkan Liverpool dibantai Aston Villa, 2-7, di Villa Park. MU dan Liverpool tidak bermain seperti layaknya klub elite Eropa yang kenyang pengalaman dan trofi di kompetisi mayor. Kekalahan seperti itu juga sulit dicerna karena kedua tim pada musim ini turut mewakili Inggris di Liga Champions.
”Sangat memalukan, kekalahan ini telah melukai pemain dan saya sebagai manajer,” kata manajer MU, Ole Gunnar Solskjaer. Ia mengukuhkan malam itu sebagai hari terburuk yang ia alami sebagai pemain maupun manajer.
MU untuk pertama kalinya sejak tahun 1986 menelan kekalahan dalam dua laga kandang pertama awal musim. Pada laga pertama musim ini di Old Trafford, pertengahan September, MU dikalahkan Crystal Palace, 1-3. Ini juga kekalahan kandang terbesar sejak Oktober 2011 ketika “Setan Merah” dikalahkan Manchester City, 1-6.
Pada Senin, Setan Merah hanya bisa mencetak gol melalui tendangan penalti Bruno Fernandes. mereka tidak berdaya ketika dua penyerang Spurs, Son Heung-min dan Harry Kane, masing-masing mencetak dua gol. Dua gol Spurs lainnya dicetak Tanguy Ndombele dan Serge Aurier.
Pelanggaran Anthony Martial terhadap Erik Lamela pada menit ke-28 turut mempersulit MU. Wasit memberi kartu merah kepada Martial karena menampar Lamela. Insiden itu menjadi kontroversi karena dalam tayangan ulang, Lamela lebih dulu mendorong Martial. Namun, bermain hanya dengan 10 orang menjadi tantangan besar bagi MU melawan Spurs yang sedang meningkat performanya.
Manajer Spurs, Jose Mourinho, tampak tersenyum di tribune penonton menjelang laga berakhir. ”Mengalahkan MU, 6-1, di Old Traffrod adalah kehormatan bagi kami semua mengingat nama besar MU dan Old Trafford,” kata Mourinho yang dipecat MU pada Desember 2018.
Villa merasakan kebahagiaan serupa dengan Spurs. Para pemain Villa sulit untuk percaya, mereka melibas sang juara bertahan dengan skor yang fantastis, mengingat pada musim lalu Villa adalah tim yang nyaris terdegradasi. “Sulit untuk percaya. Ini sungguh gila,” ujar kapten Aston Villa, Jack Grealish, seperti dilansir laman klub.
Grealish mencetak dua gol dan tiga assist pada laga itu. Namun, pahlawan Villa sesungguhnya malam itu adalah Ollie Watkins yang mencetak tiga gol dan menjadi pemain Villa pertama dalam 88 tahun terakhir yang berhasil melakukannya saat melawan Liverpool. Watkins, pemain yang baru saja datang ke Villa dari klub kecil Brentford, juga sulit mempercayai apa yang telah ia lakukan malam itu.
Ia membuat Liverpool mencatat sejarah kelam sebagai juara bertahan pertama yang bisa kebobolan tujuh gol sejak 1953. Kekalahan ini sulit dicerna bagi Liverpool yang hanya menelan empat kekalahan dalam dua musim terakhir. “Kami menempatkan semua keburukan dan kesalahan dalam satu laga. Semoga kami bisa bangkit dan bermain lebih baik lagi,” kata manajer Liverpool, Juergen Klopp.
Kiper pelapis Liverpool, Adrian, melakukan kesalahan fatal yang membuat Watkins bisa memulai pesta gol Villa. Ia tampil menggantikan kiper utama, Alisson Becker, yang masih cedera pada bahunya.
Kian kompetitif
Masih ada kejutan lainnya pada pekan ini selain dari MU dan Liverpool, yaitu kekalahan Leicester City dari West Ham United, 0-3, Minggu. Leicester mendadak kalah meski pada laga sebelumnya bisa melibas Manchester City, 5-2. Di hadapan West Ham, Leicester bahkan tidak bisa melakukan satu pun tembakan tepat ke arah gawang.
Kami menempatkan semua keburukan dan kesalahan dalam satu laga. Semoga kami bisa bangkit dan bermain lebih baik lagi
Bagi mantan bek Liverpool, Jamie Carragher, fenomena ini adalah sesuatu yang positif karena menandakan Liga Inggris semakin kompetitif. “Saya ingin Liga Primer berjalan seperti ini. Saya juga merasa musim ini akan sangat unik,” ujarnya.
Menurut Carragher, dalam dua musim terakhir dua tim seperti Liverpool dan City berlomba mengumpulkan poin sebanyak mungkin. Perolehan poin yang tinggi bagus bagi klub yang bersangkutan, tetapi tidak bagus dilihat dari sisi persaingan.
Pada musim ini, kata Carragher, bisa saja muncul kejutan seperti saat Leicester menjuarai liga musim 2015-2016 jika fenomena ini terus terjadi. Bahkan, komposisi di zona empat besar juga bisa berbeda. (AFP/REUTERS)