Alex Rins dan Joan Mir sering dinilai sebagai calon pebalap ”kuda hitam” yang akan mengembalikan kejayaan Suzuki. Musim ini, mereka menguatkan pertanda kembalinya era Kevin Schwantz di Suzuki pada awal 1990-an.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
MONTMELO, MINGGU — Pebalap kawakan Valentino Rossi sempat membuka harapan meraih podium ke-200 di ajang tertinggi balap motor pada Grand Prix MotoGP Catalunya, Minggu (27/9/2020). Di baris depan, Rossi bersaing ketat dengan sesama pebalap Yamaha, Franco Morbidelli dan Fabio Quartararo. Namun, yang bersinar di garis finis justru dua pebalap tim Suzuki Ecstar, Joan Mir dan Alex Rins.
Joan Mir (23) mengawali musim ini dengan buruk, gagal finis pada seri pertama di Jerez dan seri ketiga di Ceko. Namun, pada musim keduanya di MotoGP, Mir membuat kejutan sejak meraih podium pertamanya pada seri keempat di Austria. Dia melesat pada empat balapan berikutnya, berturut-turut finis di posisi keempat, ketiga, kedua, dan di Sirkuit Barcelona-Catalunya, meraih posisi kedua.
Seri kedelapan MotoGP ini menjadi spesial bagi Suzuki karena rekan setim Mir, Alex Rins, finis di urutan ketiga. Ini pencapaian mengesankan karena Rins start dari posisi ke-13. Kedua pebalap Suzuki itu menyerang di lap-lap akhir untuk mengacaukan dominasi tiga pebalap Yamaha di depan. Mir dan Rins hanya gagal mendahului Quartararo, yang finis terdepan.
Rins kembali kompetitif setelah cedera dislokasi bahunya mulai pulih. Bersama dengan Mir, keduanya siap merunut jalan kejayaan yang pernah dilalui pebalap Suzuki Kevin Schwantz di era GP500 pada 1993. Mir kini bahkan berada di peringkat kedua klasemen dengan nilai 100, hanya delapan poin di bawah Quartararo yang memuncaki klsemen. Dengan enam balapan tersisa, peluang Mir masih sangat terbuka.
Mir menilai, jika ada satu lap lagi, dirinya bisa mendahului Quartararo dan meraih kemenangan. ”Saya sangat senang, ini balapan bagus. Seandainya tersisa satu lap lagi, kemenangan sudah sangat dekat. Saya melihat pace Fabio merosot tajam dan saya lebih cepat darinya pada lap terakhir,” ujar Mir kepada MotoGP.
Quartararo kembali ke puncak podium setelah memenangi dua seri awal di Jerez. ”Anda tahu saya menderita dalam beberapa bulan terakhir karena tidak pernah naik podium setelah Jerez, itu sangat berat bagi pikiran saya,” ujar pebalap tim Petronas Yamaha SRT itu.
Balapan di Montmelo itu sempat dikuasi Quartararo, Rossi, dan Morbidelli. Namun, Rossi terjatuh pada tikungan 2 saat balapan tersisa sembilan lap. Kegagalan ini menyakitkan bagi ”The Doctor” yang harus menunda lagi tonggak sejarah. Sebelumnya, dia gagal meraih podium ke-200 saat dilewati Mir pada seri San Marino, dan kehilangan posisi ketiga.
Adapun Morbidelli kehilangan daya cengekram ban, hingga kecepatannya merosot dan disusul dua pebalap Suzuki di lap-lap akhir. Ini pencapaian istimewa karena Mir dan Rins mampu memaksimalkan keunggulan GSX-RR yang tetap stabil dan cepat saat ban aus. Karakter itu sudah muncul musim lalu, dan semakin kuat selama uji coba di awal musim ini di Sepang dan Losail.
Serangan Mir
Faktor itulah yang membantu Mir bisa meraih podium dengan serangan mengejutkan di lap-lap akhir. Saat pebalap tim lain berjuang menjaga kecepatan tidak merosot seiring keausan ban, para pebalap Suzuki bisa terus melesat dengan kecepatan yang kompetitif.
Hal itu Itu dibuktikan oleh Mir saat meraih empat podium musim ini. Karakter GSX-RR itu disempurnakan dengan gaya membalap Mir yang agresif dengan nyali yang sangat besar. Salah satu manuver terbaiknya adalah saat melewati Rossi untuk finis ketiga pada seri San Marino di Sirkuit Misano.
Mir memetik buah pilihannya yang sangat rasional untuk tetap bertahan di Suzuki. Padahal, dia mendapat beberapa tawaran dari tim-tim lain. Mir bersikukuh bertahan di Suzuki karena beradaptasi dengan motor MotoGP tidak mudah, kadang perlu waktu hingga dua tahun. Itu pelajaran yang dia petik saat menjadi rookie musim lalu. Dia menjadikan tahun kedua di Suzuki untuk memantapkan adaptasi, dan tahun ketiga untuk bersaing dengan kekuatan penuh. Mir mendapat perpanjangan kontrak dua tahun di Suzuki, dan akan bersama-sama dengan Rins hingga akhir musim 2022.
”Saya tahu dari manajer bahwa pabrikan lain mencari saya, tetapi saya ingin mempertahankan hubungan saya dengan Suzuki. Saya ingin bertahan untuk menunjukan bahwa saya kompetitif dan cepat,” ujar Mir pada Mei lalu seusai perpanjangan kontrak.
Dia pun tahu, dirinya bukan lagi pebalap nomor dua di Suzuki. Dia bukan lagi rookie dan siap bersaing dengan Rins. Mir pun memanfaatkan kondisi Rins, yang cedera dislokasi bahu pada seri pertama dan belum pulih hingga saat ini, untuk bersinar. ”Kami berdua menginginkan hal yang sama, membawa Suzuki ke puncak seperti yang dilakukan Kevin Schwantz, kami bekerja untuk tujuan yang sama,” ujar Mir.
Schwantz adalah pebalap yang membawa Suzuki meraih gelar juara Grand Prix saat era motor dua tak di ajang GP500. Pada musim 1993, Schwantz lewat persaingan ketat mengalahkan andalan Yamaha, Wayne Rainey, serta duo Honda Daryl Beattie dan Mick Doohan. Adapun Suzuki terakhir kali menjadi juara Grand Prix kelas tertinggi pada tahun 2000 melalui Kenny Roberts Jr.
”Saya pikir kedewasaan Alex meningkat sangat tinggi, dia dan Joan Mir, dua anak muda, akan tampil bagus di Suzuki tahun depan. Kami tahu motor (Suzuki) bagus, para pebalap hanya perlu terus bekerja dan saya pikir dengan dua talenta muda di garasi dan semua yang mereka bawa bersama dengan yang dilakukan para insinyur Jepang, Suzuki akan lepas landas,” ujar Schwantz pada 2019, dikutip motorcyclesports.