Sudahkan Shin Tae-yong Diberi Kewenangan Penuh?
Program uji coba timnas U-19 di Kroasia belum menunjukkan hasil yang bagus. Pelatih Shin Tae-yong membawa timnas U-19 menjalani uji coba, padahal latihan mereka baru pada tahap latihan fisik.
Dua kekalahan beruntun Timnas U-19 di turnamen lokal di Kroasia mengusik kepercayaan masyarakat sepakbola di Tanah Air. Kebobolan 10 gol dan hanya memasukan satu gol dalam dua laga perdana semakin menambah kegalauan kita semua.
Muncul berbagai pertanyaan dan spekulasi, apakah memang hanya sebegitu saja kemampuan pelatih Shin Tae-yong (STY), atau karena stok pemain kita yang memang hanya seperti itu kualitasnya, atau waktu yang masih terlalu dini untuk menilai tim ini, atau STY sejak awal tidak diberi kuasa penuh dan waktu yang cukup untuk mencari dan memilih sendiri pemainnya, atau juga adanya intervensi berlebihan oknum di PSSI terhadap kinerja dan program STY?
Semua kemungkinan di atas bisa benar, bisa juga tidak. Tergantung dari sudut mana kita menilai. Namun, sepertinya dengan hasil mengikuti turnamen di Kroasia, kita sudah bisa mengambil kesimpulan sementara. Mulai terlihat baik secara teknik maupun non-teknik kekurangan-kekurangannya.
Seorang pelatih biasanya mempersiapkan timnya lewat minimal empat tahapan, secara random, fisik, teknik, taktik, dan mental. Nah, apakah tim ini sudah menyelesaikan empat tahapan persiapan tersebut? Jika merujuk dari berbagai pernyataan STY, maka tim ini baru mempersiapkan diri di tahap awal, yaitu peningkatan fisik, itupun yang terlihat di dua pertandingan di Kroasia, masih belum optimal atau belum mencapai hasil yang diharapkan. Lalu, mengapa STY sudah berani-beraninya memboyong tim ini untuk masuk dalam sebuah turnamen? Apakah ada “tangan-tangan kuat” di federasi yang mengintervensi program dan kebijakan STY?
Subsidi Rp 56 Miliar
Sejak STY memulai memimpin latihan di Jakarta, 8 Agustus silam, rencana berlatih ke luar negeri selalu berubah-ubah. Program latihan di luar negeri ini masuk dalam kontrak dan komitmen STY dengan PSSI. Untuk itu, STY juga pernah menyuarakan keinginannnya untuk membawa tim berlatih di Korea Selatan, karena memang menurut STY itu bagian dari kontraknya dengan PSSI.
Akan tetapi, dengan munculnya wabah covid-19, maka skenario berlatih di Korsel batal, antara lain, karena keharusan orang asing yang masuk Korsel harus menjalani karantina 14 hari saat tiba maupun saat akan keluar dari negara tersebut. Jika diikuti berlatih di Korsel, maka STY dan timnya akan kehilangan waktu sekitar satu bulan.
Belanda kemudian menjadi target paling dekat untuk berlatih, sekitar 20 Agustus. Namun, hanya dalam hitungan hari, rencana ke Belanda batal. Kemudian muncul lagi rencana PSSI mengirim tim ini berlatih di Inggris, bergabung dengan Garuda Select di London. Lagi-lagi batal pula dengan alasan tidak jelas, karena tiadanya komunikasi yang baik antara PSSI dengan media. Informasi keluar tentang Timnas U-19 ini sangat minim.
Akhirnya hanya seminggu sebelum berangkat, PSSI menyatakan tim akan berlatih sekaligus beruji-coba dalam sebuah turnamen di Kroasia. Melihat proses keberangkatan ke Kroasia ini jelas sekali tidak terprogram dengan baik. Sebuah tim nasional yang dipersiapkan terjun ke ajang tertinggi Piala Dunia, tetapi melakukan persiapan dengan rencana yang tidak terukur dan tidak tersusun dengan baik.
PSSI mungkin punya alasan bahwa Kroasia adalah negara yang tidak menerapkan protokol covid-19 secara ketat. Di Kroasia juga ada turnamen yang bisa diikuti tim kita. Akan tetapi, dari sisi kepentingan pengembangan tim ini, tentu bertolak belakang dengan program pelatih. Karena itu pula, STY dengan terbuka dan secara berani mengatakan bahwa timnya “siap kalah”. Itu yang terjadi di dua pertandingan melawan Bulgaria dan Kroasia, serta imbang 3-3 saat melawan Arab Saudi hari Jumat (11/9).
STY sadar betul bahwa timnya memang belum pantas untuk, jangankan bertanding di turnamen, beruji-coba saja tidaklah layak. Mengapa? Ya, karena persiapan timnya baru pada tahap pembentukan fisik.
Apakah keikutsertaan dalam turnamen di Kroasia ini bagian dari intervensi PSSI? Bahkan, dengan menggandeng Mola TV untuk siaran langsung, bukankah bagian dari strategi bisnis PSSI? Silahkan PSSI mengklarifikasi ke masyarakat. Timnas milik rakyat dan bangsa ini, dan jangan sampai karena kepentingan bisnis dan oknum-oknum di PSSI, timnas yang dikorbankan. PSSI memiliki kontrak kerja sama tiga tahun dengan Mola TV untuk seluruh pertandingan timnas di dalam negeri. Berarti, untuk siaran langsung Mola TV saat ini tidak masuk dalam hitungan kerja sama tersebut karena kejadiannya di luar negeri. PSSI yang memiliki timnas, harus mendapat konpensasi atau semacam fee dari Mola TV.
“Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi penghianat dirusak oleh kecurangannya”. Patut menjadi renungan kita.
Khusus untuk tampil di Piala Dunia tahun depan, timnas lewat PSSI mendapat subsidi dari pemerintah sebesar sekitar Rp 56 miliar. Angka itu diperuntukkan sejak persiapan tim sampai dengan berlangsungnya kejuaran Piala Dunia di bulan Mei-Juni 2021. Semoga PSSI dapat memanfaatkan anggaran tersebut secara optimal demi pencapaian prestasi tim, minimal lolos dari penyisihan grup seperti yang dipesankan Presiden Joko Widodo.
Jangan Mengintervensi
Salah satu pelatih usia dini, Fachry Husaini menilai ada yang aneh dengan program STY. Sebagai pelatih ternama, STY dinilai melakukan sebuah langkah kebijakan yang keliru, jika merujuk pada apa yang sedang dijalani timnas sampai saat ini.
“Seorang pelatih biasanya tidak berani membawa timnya beruji-coba jika program latihannya belum sampai pada tahap tersebut. STY sepertinya baru dalam tahap mempersiapkan fisik pemain, tetapi kok sudah mau terlibat dalam turnamen. Bagi saya, ini aneh sekali,” kata Fachry, salah satu mantan gelandang terbaik timnas Indonesia.
Yang terlihat dari dua pertandingan awal, lanjut Fachry, para pemain sulit sekali mengembangkan permainan atau beradaptasi dengan apa yang diinginkan STY. “Tim ini masih mentah sekali. Sebaiknya, STY diberi keleluasan untuk mengembangkan tim ini dan jangan ada intervensi apa pun dari luar,” katanya.
Lain lagi koreksi yang dilayangkan mantan pemain nasional, Rully Neere. Menurut Rully (62), pemain kita bermain mengandalkan otot. Visi bermainnya sangat rendah, sehingga dari segala aspek, tim ini akan sulit diharapkan banyak kalau tidak cepat dilakukan terobosan tajam ke depan.
Pembinaan sepak bola usia dini oleh PSSI telah dilakukan lewat proyek Filanesia. Dan, salah satu pola dasar yang dirujuk dalam konsep permainan ala Filanesia adalah pola 4-3-3. Akan, tetapi, tim ini memakai pola 4-4-2. “Ini sebuah kesalahan besar. Pemain usia dini akan sulit beradaptasi dengan pola permainan yang baru dalam waktu singkat. PSSI harus mengingatkan ini ke STY,” kata Rully.
Mantan pemain timnas David Sulaksmono melihat kekurangan tim dari sudut berbeda. Menurut David, karena STY masih menyeleksi pemain untuk mendapatkan 24 pemain terbaik, maka seharusnya di uji coba ini STY mengoptimalkan semua pemain dengan memberikan kesempatan bagi mereka menguji kemampuannya.
“Kan, STY bilang siap kalah. Harusnya dia jangan berpikir untuk menang, tetapi bagaimana menguji kemampuan individu maupun tim secara menyeluruh sehingga dia akan mengeveluasi tim secara baik guna mendapatkan komposisi terbaik,” tegas David, salah satu pemain yang membela tim Merah-Putih di Piala Dunia U-20 di Tokyo, Jepang 1979.
Yang paling mencolok dari kesalahan STY, lanjut David, yaitu dia tidak memberi kesempatan kepada penjaga gawang lain untuk tampil. Padahal kiper yang dimainkan saat kebobolan tiga gol melawan Bulgaria, seharusnya sudah digantikan di babak kedua saat bertemu Kroasia.
Fachry, Rully dan David sependapat bahwa, STY tetap diberi kesempatan, namun mereka menggaribawahi bahwa tidak boleh ada intervensi berlebihan dari oknum-oknum di PSSI terutama menyangkut program STY. Semoga.