Inter Milan yang sudah berkembang dan tampil lebih ganas pada musim ini ternyata masih gagal menundukkan Sevilla pada final Liga Europa. Inter saat ini baru bisa menandai bangkitnya tim-tim Italia di Eropa.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
KOELN, SABTU — Sevilla sukses mengukuhkan diri sebagai penguasa Liga Europa sekaligus memperkuat dominasi Spanyol di kompetisi Eropa setelah mengalahkan Inter Milan, 3-2, pada laga final, Sabtu (22/8/2020) dini hari WIB. Sebaliknya, Inter menjalani awal proses kebangkitan tim-tim Italia di Eropa yang masih terasa pahit.
Tampilnya Inter sebagai finalis Liga Europa musim ini sudah membuktikan, tim Italia mulai berbenah dan berkembang. Inter menjadi tim Italia pertama yang maju ke final Liga Europa sejak Parma menjuarai turnamen kasta kedua di Eropa ini pada tahun 1999.
Kemenangan Parma menandai akhir era kejayaan tim Italia di Liga Europa. Satu dekade sebelum Parma meraih trofi, ketika Liga Europa masih bernama Piala UEFA, tim asal Italia kerap tampil di final. Bahkan, empat final dalam periode 1989 hingga 1999 itu menyajikan duel dua tim Italia, salah satunya Inter lawan Lazio pada 1998.
Namun, keberhasilan Inter melaju ke final pada musim ini untuk menantang Sevilla berakhir secara antiklimaks ketika kesalahan striker Romelu Lukaku justru menjadi penyebab utama kekalahan tim. Striker asal Belgia yang semula diharapkan memimpin Inter menuju podium tertinggi itu malah mencetak gol bunuh diri pada menit ke-74.
Lukaku bermaksud membuang bola yang ditembakkan bek Sevilla, Diego Carlos. Bola yang sebenarnya sudah mengarah ke luar lapangan justru dibelokkan oleh Lukaku ke dalam gawangnya sendiri. Lukaku yang kerap dijuluki ”raksasa” karena tubuhnya yang besar itu tampak lemas karena sebelum gol bunuh diri itu, kedudukan masih imbang 2-2 dan Inter masih punya harapan.
Kekhawatiran Pelatih Inter Antonio Conte menjadi kenyataan. Sebelum laga, ia mengatakan, banyak pemainnya yang minim pengalaman mengatasi tekanan pada level ini. Berbeda dengan Sevilla yang kini berhasil mengoleksi enam trofi dari enam final Liga Europa yang mereka jalani.
Standar Conte
Conte selalu bernasib sial jika bertarung di level Eropa sejak menjadi pelatih yang mengawali dominasi Juventus di Italia pada 2011. Ia lantas mengucapkan kata-kata yang bisa dimaknai sebagai perpisahan seusai laga kontra Sevilla.
”Kami sekarang kembali ke Milan dan beristirahat. Lalu akan mengevaluasi musim ini dan mencoba merancang masa depan Inter, baik dengan saya maupun tidak,” katanya.
Rumor Conte akan pergi langsung menyebar dan ramai dibicarakan. Surat kabar Italia, La Gazzetta dello Sport, menyebut, Inter sudah menyiapkan Massimiliano Allegri jika Conte pergi. Jika ini terjadi, Inter menjalani pola seperti Juventus. Allegri merupakan pelatih yang juga mengganti peran Conte di Juventus.
Satu hal yang pasti, Conte telah kecewa karena tidak bisa lagi meneruskan tradisi ”gebrakan musim pertama” bersama Inter. Sebelumnya, Conte berhasil mengantar Siena promosi ke Serie A pada musim 2010-2011, memberikan trofi Liga Italia kepada Juventus, dan trofi Liga Inggris kepada Chelsea. Semua itu dilakukan pada musim pertamanya melatih klub-klub tersebut.
Begitu bergabung dengan Inter pada musim 2019-2020, Conte juga mematok standar yang tinggi dan ingin menjaga tradisi itu. Namun, Inter hanya mampu finis di peringkat kedua Liga Italia dan menjadi tim terbaik kedua di Liga Europa. Standar tinggi Conte justru membuat masa depannya tidak menentu.
Presiden Inter Milan Steven Zhang sudah memastikan, tim masih membutuhkan jasa Conte untuk mencoba lagi pada musim depan. ”Kalah atau menang adalah bagian dari sepak bola, tetapi mencapai final dan bisa bersaing telah membuat kami optimistis menatap masa depan. Conte dan semua anggota staf telah bekerja dengan sangat baik,” kata Zhang dikutip Football-Italia.
Tidak sendirian
Inter tidak sendiri karena Atalanta juga mewakili kebangkitan tim-tim Italia di level Eropa yang lebih tinggi, yaitu Liga Champions. Tim berjuluk ”Sang Dewi” itu untuk pertama kalinya mampu menembus perempat final Liga Champions, kalah tipis dari raksasa Perancis, Paris Saint-Germain, 1-2.
Perkembangan yang dialami Inter ataupun Atalanta adalah yang paling menonjol pada musim ini. Di belakang mereka, Italia masih menyimpan ancaman-ancaman di Eropa dari tim-tim lain yang juga berkembang pesat, seperti AC Milan dan Lazio. Milan akan bertarung di Liga Europa dan Lazio di Liga Champions.
Kebangkitan ini terjadi seiring semakin kompetitifnya Liga Italia beberapa tahun terakhir. Meski Juventus masih mendominasi puncak klasemen selama sembilan musim beruntun, ”Si Nyonya Besar” masih dalam jangkauan para rivalnya. Inter finis di peringkat kedua dengan selisih hanya satu poin di bawah Juventus.
Sejak Cristiano Ronaldo bergabung dengan Juventus pada 2018, pamor Serie A ikut terangkat. Ronaldo menjadi daya tarik bagi para pemain bintang lain untuk ikut hijrah ke Italia. Bahkan, bintang Barcelona, Lionel Messi, sampai dikabarkan dilirik Inter Milan meski dari segi nominal transfer hal ini tidak realistis.
Paolo Dal Pino yang ditunjuk sebagai Presiden Serie A pada Januari lalu langsung bertekad meningkatkan pola bisnis klub-klub sehingga bisa menarik banyak investor. ”Kami ingin menggandakan pendapatan Serie A. Kami ingin liga ini kembali berjaya seperti dulu,” katanya seperti dikutip The Athletic. (AFP/REUTERS)