Sevilla menjadi satu-satunya klub yang selalu menang jika tampil di final Liga Europa. Mereka juga menjadi tim yang paling sering menjuarai Liga Europa, yaitu enam kali, seusai mengalahkan Inter Milan, 3-2, Sabtu WIB.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·5 menit baca
KOELN, SABTU — Sevilla menyabet trofi Liga Europa yang keenam setelah mengalahkan Inter Milan, 3-2, di Stadion RheinEnergie, Koeln, Jerman, Sabtu (22/8/2020) dini hari WIB. Laga final yang berlangsung sengit ini menjadi bukti bahwa ajang Liga Europa masih dikuasai Sevilla sejak 2006.
Sevilla tampil pertama kali di final Liga Europa pada tahun 2006. Saat itu pula mereka meraih trofi pertamanya. Pada tahun 2007, 2014, 2015, dan 2016, mereka juga melaju ke final dan selalu membawa pulang trofi. Hal yang sama terjadi di Koeln meski lawan yang mereka hadapi adalah Inter, tim yang sedang menanjak performanya di bawah asuhan pelatih Antonio Conte.
Hingga menit ke-35 pada babak pertama, tren positif Sevilla itu tampak akan berakhir. Inter unggul lebih dulu melalui tendangan penalti Romelu Lukaku pada menit ke-5. Sevilla lalu bisa membalikkan keunggulan melalui dua gol Luuk de Jong. Namun, Inter masih bisa menyamakan kedudukan menjadi 2-2 berkat sundulan Diego Godin.
Laga ini sukses menyajikan final ideal yang mempertemukan dua tim yang sama-sama sedang ”panas”. Sevilla tampil dengan reputasi sebagai tim yang tidak terkalahkan dalam 20 laga terakhir (kini 21 laga), sedangkan Inter telah menjadi teror bagi tim-tim lawan dengan kehadiran Lukaku yang tidak pernah kesulitan mencetak gol.
Namun, laga final ini justru menjadi antiklimaks bagi striker asal Belgia itu. Pada menit ke-74, Lukaku justru ”membantu” Sevilla dengan mencetak gol bunuh diri yang sangat ia sesali. Insiden itu bermula ketika bek Sevilla, Diego Carlos, melakukan tendangan salto yang sebetulnya tidak tepat mengarah ke gawang Inter. Namun, bola justru bisa mengarah ke gawang karena ditendang Lukaku yang sebenarnya ingin membuang bola tersebut.
Menangis
Para pemain Sevilla berpelukan merayakan gol itu. Lucas Ocampos, yang baru saja ditarik keluar karena mengalami sakit pada kakinya, memeluk salah satu staf sambil menangis.
”Skuad ini layak menjadi juara. Kami berjuang sepanjang musim dan mengalami masa-masa sulit seperti tim lainnya. Para pendukung layak mendapatkan kemenangan ini. Siapa pun yang mencintai sepak bola harus menikmati momen ini,” kata kapten Sevilla, Jesus Navas.
Kami berjuang sepanjang musim dan mengalami masa-masa sulit seperti tim lainnya. Para pendukung layak mendapatkan kemenangan ini. (Jesus Navas)
Pelatih Sevilla Julen Lopetegui juga tidak mampu menahan tangis karena telah melewati masa-masa sulit. Ia membangun Sevilla dengan masa lalu yang pahit, yaitu dipecat dari tim nasional Spanyol dan Real Madrid dalam waktu empat bulan pada tahun 2018. Trofi Liga Europa ini juga menjadi trofi perdananya sebagai pelatih tim senior.
”Saya tidak akan melihat ke belakang. Saya beruntung berada di klub yang memberikan saya kesempatan dengan tim yang sesungguhnya,” kata Lopetegui yang mendedikasikan kemenangan itu kepada dua eks pemain Sevilla yang telah meninggal dunia, Antonio Puerta dan Jose Antonio Reyes.
Kedua pemain itu pernah menikmati kegembiraan bersama Sevilla merayakan gelar juara Liga Europa. Puerta meninggal dunia pada 2007 karena serangan jantung, sedangkan Reyes tewas dalam kecelakaan mobil pada Juni 2019. Foto keduanya ditampilkan dalam kaus yang dipakai para pemain Sevilla dalam merayakan gelar juara itu.
Sementara itu, Lukaku tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa di wajahnya. Itu adalah momen yang sulit dijalani bagi seorang pemain sepak bola profesional, termasuk Lukaku yang dijuluki ”raksasa” karena tubuhnya yang besar.
Narasi yang terbentuk sebelum laga ini adalah Lukaku bakal menjadi pahlawan yang akan mengembalikan kejayaan Inter berkat perpaduan kecepatan, kekuatan, dan ketajaman yang ia miliki. Apalagi, pada saat Inter mengalahkan Shakhtar Donetsk, 5-0, pada laga semifinal, Lukaku mencatat sejarah baru sebagai pemain yang bisa mencetak gol pada setiap laga dalam 10 laga terakhir Liga Europa.
Lukaku pula yang berkontribusi besar mengangkat Inter ke posisi kedua Liga Italia dengan 23 golnya selama musim 2019-2020. Total 34 gol ia lesakkan pada musim perdananya bersama Inter. Ia pun menyejajarkan namanya dengan penyerang legendaris Inter, Ronaldo Luis de Lima, yang mengukir jumlah gol serupa pada musim 1997-1998.
Namun, sumbangsih besar itu justru berakhir antiklimaks di Koeln. Lukaku justru tampil sebagai sosok yang menghancurkan impian Inter untuk meraih trofi pertama sejak menjuarai Piala Italia pada 2011. Ia berdiri di tempat yang salah dan melakukan gerakan yang salah.
”Kami sungguh sial pada gol ketiga (Sevilla). Lukaku sebetulnya juga memiliki beberapa peluang gol yang bisa membuat hasil laga ini berbeda,” kata kiper Inter, Samir Handanovic, dikutip Football-Italia.
Lukaku sempat mendapatkan peluang ketika bisa mendapat bola dalam sebuah skema serangan balik. Namun, tendangan Lukaku dapat digagalkan kiper Sevilla yang selalu tampil prima, Yassine Bounou.
Drama Conte
Kekalahan Inter ini pun masih bisa memunculkan drama berikutnya karena Conte sempat terlibat keributan dengan Ever Banega, pemain Sevilla yang juga pernah membela Inter. Conte, yang kesal karena diejek soal masalah ”rambut wig”, menantang Banega berkelahi.
Tahun ini memang menjadi musim yang serba patah hati bagi Inter dan Conte. Mereka dua kali nyaris meraih gelar. Di Liga Italia, Inter juga hanya kalah satu poin dari Juventus yang meraih gelar scudetto (juara Liga Italia) musim ini. Tak pelak, untuk pertama kali dalam kariernya, Conte gagal meraih satu pun trofi dalam musim perdananya bersama klub besar yang dibelanya.
Conte, yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya, langsung memberikan isyarat untuk meninggalkan Inter meski baru melatih klub besar Italia itu selama satu musim. ”Sudah benar jika kami menganalisis penampilan selama satu musim ini. Melihat semuanya dengan tenang dan mencoba merancang masa depan Inter yang lebih baik, baik dengan saya maupun tidak,” kata Conte.
”Bola panas” pun kini berada di manajemen Inter. Keputusan bergantung pada mereka untuk melanjutkan proyek kebangkitan dan mempertahankan kemajuan itu bersama Conte atau ”berjudi” dengan merekrut pelatih baru dan memulai lagi dari awal. Massimiliano Allegri, mantan pelatih Juventus, disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Conte. (AFP/REUTERS)