Adaptasi Wajah Baru Olahraga
Kasus infeksi Covid-19 di turnamen tenis Adria Tour membuktikan rentannya ajang olahraga terhadap penyebaran virus korona baru. Industri olahraga perlu beradaptasi saat normal baru dan mengikuti protokol kesehatan.
Kasus infeksi Covid-19 di turnamen tenis ekshibisi Adria Tour menjadi bukti, betapa rentannya ajang olahraga terhadap penyebaran virus korona baru. Industri olahraga perlu beradaptasi dengan normal baru dan mengikuti protokol kesehatan ketat.
Persaingan para atlet menjadi yang tercepat, tertinggi, dan terkuat, sejak dahulu kala selalu menjadi tontonan menghibur dan menarik perhatian banyak orang. Sebaliknya, bagi para atlet, sorak sorai penonton adalah pemacu semangat untuk mengungguli lawan, sekaligus menembus batas prestasi.
Simbiosis saling menguntungkan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ajang olahraga ini, sayangnya, itu harus dikubur dalam-dalam pada masa pandemi Covid-19. Penyebaran virus yang sangat cepat membuat pembatasan sosial dan menghindari kerumunan sebagai keniscayaan.
Risiko yang mengancam jika melalaikan hal itu telah terjadi pada Adria Tour, turnamen tenis ekshibisi yang diinisiasi oleh Novak Djokovic, petenis putra nomor satu dunia. Niat baik Djokovic menghidupkan kembali turnamen agar petenis profesional bisa mendapat penghasilan, tak berarti banyak saat tidak disertai penegakan protokol kesehatan yang ketat.
Meski Djokovic berkeras penyelenggaraan turnamen telah memenuhi persyaratan pemerintah setempat, hal itu tidak cukup mencegah penyebaran Covid-19. Petenis Bulgaria, Grigor Dimitrov, menjadi yang pertama mengumumkan dirinya positif Covid-19, disusul petenis Kroasia, Borna Coric, dan petenis Serbia, Victor Troicki. Puncaknya, Djokovic mengumumkan dirinya dan istrinya, Jelena, juga terinfeksi.
Kasus ini mengafirmasi kekhawatiran yang muncul saat sekitar 4.000 penonton memadati arena pada seri pertama turnamen di Belgrade, Serbia. Sebagian besar dari mereka tidak mengenakan masker. Petenis bersalaman dan berangkulan seusai berlaga. Mereka dikerumuni penonton tanpa jarak saat jumpa penggemar.
Ironisnya, Djokovic sempat menyatakan enggan tampil pada Grand Slam Amerika Serikat Terbuka karena protokol kesehatan yang diterapkan dinilai terlalu ketat. Salah satunya karena membatasi jumlah tim pendukung. Petenis hanya boleh didampingi seorang pelatih, meski kemudian diubah.
Padahal, aturan ketat itu yang turut mendorong Gubernur New York Andrew Cuomo memberi izin AS Terbuka digelar sesuai jadwal, 31 Agustus-13 September. Turnamen itu akan menjadi Grand Slam pertama pada era pandemi setelah pembatalan Wimbledon dan penundaan Perancis Terbuka
”Kami menyadari tanggung jawab luar biasa untuk menyelenggarakan ajang olahraga internasional dalam situasi penuh tantangan seperti saat ini. Kami akan melakukannya dengan cara paling aman dan mengurangi semua risiko (penularan),” kata Kepala Eksekutif Asosiasi Tenis AS (USTA) Mike Dowse.
Meski masih perlu diuji, protokol ketat yang diterapkan ini bisa menjadi gambaran pelaksanaan ajang olahraga yang dilakukan pada era baru, era pandemi Covid-19. Selain digelar tanpa penonton, perubahan itu termasuk menempatkan orang dewasa sebagai pemungut bola menggantikan anak-anak.
Panitia juga mengurangi jumlah staf turnamen, termasuk hakim garis di luar dua arena utama, Stadion Arthur Ashe dan Louis Armstrong. Tugas mereka akan digantikan teknologi hawkeye yang selama ini digunakan untuk melacak jatuhya bola saat atlet meminta challenge.
Dengan absennya penonton dan untuk menerapkan penjarakan sosial, restoran, ruang VIP, dan sponsor diubah menjadi tempat persiapan atlet. Area pemain diperluas dengan penambahan lapangan sepak bola dan bola basket.
Sebagai pengganti karantina dua pekan, semua peserta akan menjalani tes Covid-19 begitu tiba di hotel. Tes juga akan dijalani setidaknya sekali setiap pekan pada masa turnamen.
”Jika ada hasil tes positif selama turnamen, kami yakin tidak akan menyebar karena diantisipasi dengan menyiapkan lingkungan yang aman. Pemain hanya akan berada di safety bubble yang kami ciptakan,” tutur Brian Hainline, dokter yang juga anggota Dewan USTA.
Mengumpulkan pemain dan ofisial tim di satu tempat, yakni Disney World Resort, Florida dipilih NBA untuk menjamin keselamatan saat liga kembali bergulir. Adapun liga sepak bola utama di Eropa mengandalkan sejumlah cara seperti laga tanpa penonton, tes secara rutin, dan pemain cadangan duduk berjarak di tribune penonton untuk menjaga liga berjalan.
Siap bergulir
Di dalam negeri, geliat menggulirkan kompetisi muncul setelah Kementerian Pemuda dan Olahraga menerbitkan Surat Edaran nomor 6.11.1/MENPORA/ VI/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19. PP PBSI meneruskan rencana menggelar sirkuit nasional bulu tangkis di sejumlah kota, begitu juga Liga Bola Basket Indonesia (IBL), dan PSSI ingin melanjutkan kompetisi yang terhenti.
Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto menanti protokol penyelenggaraan turnamen internasional dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) untuk Indonesia Terbuka, 17-22 November.
”Jika sudah ada petunjuk dari BWF akan kami sesuaikan dengan surat edaran Menpora,” ujarnya. Adapun turnamen tingkat nasional akan didiskusikan dengan pemerintah daerah kota tuan rumah, yang sesuai rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 digelar di zona hijau. Gugus Tugas juga merekomendasikan turnamen disiarkan secara daring untuk menghindari kerumunan penonton.
Sementara itu, rencana IBL memutar kembali kompetisi pada September membawa konsekuensi finansial pada penyelenggara, klub, hingga penonton. Anggaran penyelenggara dan klub membengkak karena kewajiban melakukan tes usap reaksi berantai polymerase (PCR) bagi wasit, pemain, ofisial, dan staf, sepekan sebelum liga dimulai dan setiap pekan selama liga berlangsung.
Pemusatan kompetisi di satu kota juga membuat biaya akomodasi melonjak. Pemasukan dari penonton, dengan membuka 30 persen kapasitas tribune, sulit terwujud karena penonton wajib membawa bukti hasil tes PCR, yang tak murah.
Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah mengakui biaya menjadi masalah, tetapi protokol itu menjadi syarat mutlak. ”Itu kan untuk menjamin keselamatan. Soal biaya, kami akan efisiensi semaksimal mungkin,” ujarnya.
Adaptasi juga dilakukan PSSI dengan menyusun protokol kesehatan sebanyak 36 halaman. Termasuk kewajiban tes kesehatan secara rutin, aturan jumlah maksimal orang dan waktu berada di stadion saat laga. PSSI juga memusatkan pertandingan di Pulau Jawa serta meniadakan degradasi musim ini.
Beruntung, pelatnas bulu tangkis tidak terhenti total karena para pemain tetap berada di pelatnas Cipayung, dengan fasilitas pendukung lengkap. Latihan tertutup dengan protokol kesehatan juga bisa dilakukan cabang angkat besi dan menembak, meski dengan adaptasi, seperti dilakukan petembak putri Benvenuta Alexia Sonia (15).
Benevenuta berlatih mengenakan masker, yang kadang membuat kacamatanya beruap dan membatalkan tembakan. Pelajar kelas 9 SMA Negeri 80 Jakarta itu lalu menyeka tangannya dengan cairan pembersih, usai menembak.
”Ini sedikit mengganggu konsentrasi, sehingga hasilnya tidak optimal. Tetapi, selagi masih bisa berlatih di arena, saya akan ke arena,” ujarnya.
Namun, latihan bersama tak bisa dilakukan cabang beregu seperti bola basket. Padahal, timnas sedang berjuang di Kualifikasi Piala Asia FIBA 2021.
Ketua Umum PB Perbasi Danny Kosasih akan memulai pelatnas setelah pandemi mereda. ”Jika timnas mulai latihan, daerah juga pasti ingin berlatih. Padahal, standar protokol kesehatan di daerah belum tentu bisa sama seperti di Jakarta. Ini harus diantisipasi,” ujarnya.
Tanpa pelatnas, para pemain berlatih mandiri untuk menjaga kondisi tubuh. ”Kondisi saya berkisar 70 persen. Pengaruhnya lebih ke daya tahan untuk main lama, berkurang. Selama ini latihan hanya untuk menjaga kondisi dan tidak kehilangan sentuhan,” kata guard nasional Andakara Prastawa.
Tak hanya atlet, warga masyarakat pun perlu beradaptasi dengan kondisi ini saat berolahraga. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/ Menkes/382/2020 tentang protokol kesehatan masyarakat di tempat umum memberi pedoman untuk mengenakan masker saat berolahraga dengan intensitas rendah hingga sedang, menjaga jarak, serta segera mandi setelah selesai.
Begitu juga olahraga bersama, seperti senam, penyelenggara harus memastikan penjarakan sosial dan tidak ada alat olahraga yang dipakai bersama. Kerumitan yang muncul adalah harga yang harus dibayar untuk menjaga kesehatan dan menghindarkan diri dari infeksi virus pada era yang baru.
(YULIA SAPTHIANI/ADRIAN FAJRIANSYAH/KELVIN HIANUSA/M IKHSAN MAHAR)