Prestasi hingga Popularitas Pemikat Sponsor
Petenis dengan pendapatan besar tak harus petenis yang paling sering menjadi juara. Mereka adalah olahragawan yang berhasil ”memikat” sponsor untuk mengeluarkan dana besar bagi mereka.
Banyak faktor yang membedakan level petenis dalam memperoleh kontrak dengan sponsor. Tak hanya peringkat dunia, yang terkait dengan prestasi, negara asal petenis dan jumlah pengikut di media sosial juga menjadi pertimbangan. Publisitas petenis menjadi pertimbangan penting perusahaan untuk menentukan besarnya nilai yang akan mereka keluarkan.
James Beres, salah satu agen Topnotch Management yang bermarkas di Cleveland, Amerika Serikat, mengatakan, dua hal pertama yang dilihat sponsor dari petenis adalah muda dan sukses. ”Setelah itu, mereka harus berusaha beradaptasi dengan ’kehidupan’ media sosial,” kata Beres, yang juga agen petenis AS, John Isner, kepada Forbes.
Dukungan utama bagi petenis biasanya datang dari produsen raket dan pakaian/sepatu. Meski disponsori perusahaan yang sama, kontrak satu petenis belum tentu sama dengan yang lain. Beres mengatakan, jika petenis masih berusia muda dan terkenal, hal itu akan menjadi nilai tambah.
Negara asal mereka juga menentukan. ”Apakah mereka berasal dari Amerika Serikat dengan populasi besar, negara di mana tenis sangat terkenal? Atau dari negara yang tak begitu mengenal tenis? Apakah petenis itu menarik? Bagaimana pengaruh mereka di media sosial?” tutur Beres.
”Saat ini, perusahaan tak hanya menilai apa yang mereka lakukan di lapangan. Sponsor ingin sosok yang bisa membantu mereka berkembang, salah satunya melalui unggahan-unggahan petenis di media sosial,” lanjutnya.
Unggahan dalam media sosial biasanya menjadi bagian dari kesepakatan dalam kontrak. Kewajiban ini sama seperti kehadiran petenis dalam turnamen dan menggunakan produk sponsor dalam berbagai acara.
Pesepak bola Cristiano Ronaldo misalnya, menarik perhatian sponsor karena menjadi ”Raja Media Sosial” dari kalangan atlet. Pengikutnya di Instagram, Facebook, dan Twitter 427 juta. Jumlah itu membuatnya menjadi atlet dengan pendapatan sponsor terbesar keempat setelah Roger Federer (tenis), Tiger Woods (golf), dan LeBron James (basket).
Instagram menjadi media sosial yang dinilai paling memberi pengaruh bagi sponsor karena aspek visualnya melalui foto atau video. Melalui Instagram, penggemar tenis bisa melihat logo produk yang mensponsori petenis idola mereka.
Dalam Instagram Live (IG Live), yang sering dilakukan pada masa vakum turnamen ini, misalnya, setiap petenis mengenakan perlengkapan dari sponsor mereka. Novak Djokovic mengenakan kaos Lacoste, sedangkan Roger Federer dan Rafael Nadal dengan Nike.
Pembeda
Prestasi ”Big Three” memang melampaui petenis lain yang masih sama-sama aktif. Total, mereka 56 kali menjuarai Grand Slam dari 67 edisi terakhir. Namun, prestasi bukan semata faktor pembeda besarnya pendapatan dengan petenis peringkat rendah, terutama di luar 100 besar dunia. Ada nilai sponsor sebagai pembeda terbesar.
Maria Sharapova, misalnya, selama 11 tahun beruntun sebelum terkena kasus doping pada 2016, menjadi petenis putri, bahkan atlet putri terkaya. Padahal, prestasinya tak sebanding dengan Serena Williams.
Pada periode Juni 2015-2016, patokan waktu yang digunakan Forbes untuk menentukan atlet dengan pendapatan tertinggi 2015, Sharapova menjadi atlet putri terkaya dengan pendapatan 29,7 juta dollar AS (saat ini setara Rp 445,7 miliar). Dia mengalahkan Serena yang mendapat Rp 369,2 miliar. Nilai itu didapat dari hadiah turnamen dan sponsor/dukungan lainnya, seperti uang tampil dan pendapatan lisensi.
Padahal, pada periode tersebut, tak ada gelar juara yang didapat Sharapova, sedangkan Serena menjuarai empat turnamen. Dari prestasi itu, Sharapova pun kalah dalam hadiah turnamen (Rp 100,5 miliar) dari Serena (Rp 174,1 miliar). Akan tetapi, Sharapova mendapat Rp 345,2 miliar dari sponsor dan dukungan lain, sedangkan Serena hanya Rp 195,1 miliar.
Federer, yang kini berada pada posisi keempat dunia, di bawah Djokovic (1), Nadal (2), dan Dominic Thiem (3), justru menjadi petenis terkaya. Status itu telah disandangnya sejak 2006.
Pada 2019, Federer hanya berada pada peringkat kelima daftar atlet berpendapatan tertinggi. Dia kalah bersaing dengan tiga pesepak bola yang menempati tiga posisi teratas, yaitu Lionel Messi, Christiano Ronaldo, dan Neymar, serta petinju Meksiko, Canelo Alvarez. Akan tetapi, petenis Swiss itu memiliki nilai dukungan sponsor yang tak tertandingi atlet lainnya, yaitu Rp 1,3 triliun.
Salah satu yang membuatnya menjadi atlet dengan sponsor dan dukungan tertinggi adalah kerja sama selama 10 tahun, sejak 2018, dengan perusahaan mode Jepang, Uniqlo. Nilainya mencapai Rp 4,5 triliun, dua kali lipat dari nilai kontrak Nike yang menjadi sponsornya sejak 1998.
Itu artinya, Federer akan tetap mendapat uang dari Uniqlo saat berusia 47 tahun, ketika kontrak berakhir. Jumlah itu belum termasuk kerja sama dengan perusahaan raksasa lainnya, seperti Rolex, Mercedes-Benz, Credit Suisse, dan Wilson.
”Sebagai perbandingan, Federer bisa mendapat uang lebih banyak ketika dia tidur empat jam dibandingkan dengan petenis profesional yang harus bertanding setahun untuk pendapatan rata-rata Rp 600 juta,” kata Fred Simonsson, petenis semiprofesional dan pelatih.
Sumber pendapatan
Secara umum, penghasilan petenis profesional berasal dari empat sumber, yaitu hadiah dari turnamen, dukungan sponsor, pertandingan ekshibisi, dan bonus.
Hadiah turnamen menjadi andalan petenis berperingkat rendah, terutama di luar peringkat 100 besar dunia. Itu pun hanya dari turnamen level rendah, seperti ATP Challenger, WTA 125K, dan Sirkuit ITF.
Secara umum, hadiah terbesar dari juara turnamen rendah lebih kecil 135 kali dari level tertinggi ATP/WTA Tour, yaitu ATP Masters 1000 dan WTA Premier Mandatory. Perbedaan semakin besar jika dibandingkan dengan hadiah Grand Slam. Juara Grand Slam mendapat 276 kali lipat lebih besar dari juara ATP Challenger tertinggi.
Uang yang didapat saat tersingkir pada babak pertama Wimbledon 2019, yakni Rp 795,5 juta, bahkan masih lebih besar dari hadiah juara ATP Challenger yang sebesar Rp 150 juta. Itu sebabnya pendapatan petenis top dari hadiah turnamen jauh lebih besar dari petenis peringkat rendah dan perbedaan yang sangat besar pada distribusi hadiah telah menjadi kritik dalam dunia tenis profesional.
Terkait sponsor, Beres berkisah tentang ketertarikan perusahaan pada petenis dari berbagai level. Produsen raket dan perlengkapan olahraga (pakaian dan sepatu) akan tertarik pada petenis yunior potensial. Pada posisi ini, kedua pihak, baik sponsor maupun petenis, saling membutuhkan.
Untuk petenis yunior yang telah punya nama, hubungan dengan sponsor bagaikan penjajakan menuju level lebih tinggi. ”Petenis yunior level atas akan dengan mudah mendapatkan kontrak enam digit (dalam dollar AS) dari produsen perlengkapan olahraga dan dengan nilai yang lebih kecil dari produsen sepatu,” kata Beres.
Bagi mereka yang telah memasuki persaingan profesional, sumber penghasilan dominan berbeda, salah satunya bergantung pada peringkat dunia. Petenis putra peringkat 100 besar dunia memiliki penghasilan dominan dari kontrak produsen perlengkapan olahraga atau sepatu. Hanya 40 besar yang bisa aman secara finansial sepanjang tahun tanpa menjuarai satu turnamen pun.
Untuk putri, terdapat sedikit perbedaan dalam indikator peringkat. Hanya petenis 60 besar yang bisa memenuhi kriteria sponsor dan 30 besar di antaranya aman secara finansial.
Petenis di luar 100 besar biasanya hanya mendapat dukungan berupa produk ditambah bonus jika memenuhi syarat tertentu, seperti mencapai peringkat atau menjuarai turnamen yang ditargetkan. Sangat jarang perusahaan yang mau memberi uang untuk mereka.
Bermain dalam pertandingan ekshibisi dan uang tampil dalam turnamen juga menjadi sumber penghasilan petenis top yang tak bisa didapat petenis peringkat rendah. Uang tampil dalam laga ekshibisi untuk Federer dan Nadal, misalnya, berkisar Rp 16,5 miliar-Rp 48 miliar.
Disebutkan dalam Tennis World Magazine, Federer meminta Rp 33 miliar untuk bermain dalam Piala Laver 2014 dan Rp 16,5 miliar untuk beberapa turnamen berlevel ATP 500. Sesuai peraturan, petenis top berhak atas uang tampil pada turnamen ATP 500 ke bawah. Hanya ATP Masters 1000 dan Grand Slam yang tak memberi uang tampil.
Sementara itu, bonus bisa didapat semua petenis dari sponsor atau organisasi tenis. Sponsor akan memberi bonus jika petenis mencapai peringkat atau hasil tertentu dalam turnamen.
ATP memberi Rp 2,4 miliar untuk petenis 12 besar dunia dalam peringkat akhir tahun. Mereka yang masuk 8 besar berhak ikut Final ATP yang menjamin pemasukan Rp 2,8 miliar meski kalah pada semua pertandingan babak awal dalam penyisihan grup.
Angka-angka dari panitia turnamen dan sponsor memang menggiurkan, terutama yang disediakan untuk petenis top. Namun, semua itu tak dapat diperoleh tanpa kerja keras, di lapangan dan di luar lapangan.