Para petenis papan atas dunia berinisiatif mengumpulkan donasi bagi rekan petenis profesional di peringkat lebih rendah yang kehilangan penghasilan karena terhentinya turnamen akibat pandemi Covid-19.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Turnamen virtual Madrid Terbuka, 27-30 April, tak hanya mengisi kekosongan kejuaraan tenis yang dihentikan sejak Maret karena pandemi Covid-19. Turnamen yang akan diikuti petenis-petenis top dunia tersebut menyediakan hadiah yang akan disumbangkan oleh pemenangnya kepada petenis lain. Ini menjadi salah satu bentuk solidaritas petenis top kepada rekan mereka yang kehidupan ekonominya terganggu akibat tak ada turnamen.
Sebanyak 16 petenis putra dan 16 petenis putri, di antaranya Rafael Nadal, Andy Murray, Karolina Pliskova, dan Caroline Wozniacki, akan memperebutkan hadiah, masing-masing 150.000 euro (sekitar Rp 2,5 miliar) dari Madrid Terbuka, turnamen tenis pertama yang digelar secara virtual dengan perangkat PlayStation 4. Dari hadiah yang diterima, sang juara akan berdonasi dengan jumlah yang mereka tentukan sendiri untuk petenis peringkat rendah.
Dampak dihentikannya turnamen tenis dalam berbagai level, sejak Maret hingga sekitar Juli-Agustus, dirasakan oleh semua petenis. Sebagai atlet profesional pada cabang olahraga individual, kehidupan mereka bergantung pada partisipasi dalam turnamen. Tak ada turnamen, mereka pun ibarat pengangguran.
Efek tersebut dirasakan lebih berat oleh petenis-petenis berperingkat rendah, yang setidaknya berada di luar 100 besar dunia. Dengan hadiah yang tak begitu besar dari setiap turnamen, kehidupan petenis peringkat rendah berbeda dengan petenis top seperti Nadal, Novak Djokovic, Rafael Nadal, atau Serena Williams yang memiliki penghasilan besar dari sponsor.
”Petenis di luar 100 besar dunia harus bertahan hidup dari pekan ke pekan. Jadi, apa pun bentuk dukungan finansial akan sangat membantu. Setidaknya, kami bisa membayar sewa tempat tinggal dan makan,” kata Christopher Eubanks, petenis AS peringkat ke-238 dunia, dalam www.tennis.com.
”Saat ini, kondisi keuangan saya baik-baik saja, tetapi saya tidak tahu jika situasi ini terus berlanjut hingga tiga sampai enam bulan ke depan. Saya berharap bisa tetap bertahan, tetapi juga tidak terlalu yakin,” lanjutnya.
Selain dari hadiah turnamen, petenis peringkat rendah biasanya mendapat uang dari hasil melatih di klub-klub lokal. Namun, ketika setiap negara memberlakukan peraturan tak boleh ada kegiatan apa pun di tengah pandemi, mereka pun kehilangan pendapatan.
”Saat ini, saya dan teman-teman masih bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan uang yang ada. Namun, ketika tidak ada pemasukan berbulan-bulan, sedangkan berbagai tagihan terus datang, saya yakin saat turnamen dimulai lagi, banyak dari kami tak punya uang untuk melakukan perjalanan,” kata Sofia Shapatava, petenis Georgia peringkat ke-375 dunia.
Meski demikian, tak terelakkan, penghasilan yang didapat petenis profesional setara dengan pengorbanan dan prestasi mereka. Semakin elite seorang petenis, semakin besar pula pengeluaran karena mereka harus membayar semua kebutuhan tim pelatih. Petenis elite biasanya memiliki tim yang terdiri atas pelatih teknik, pelatih fisik, fisioterapis, rekan latih tanding, ahli gizi, dan lain-lain.
Donasi dari hadiah
Di tengah situasi sulit, solidaritas pun muncul. Atas inisiatif Djokovic, Federer, dan Nadal, petenis-petenis top akan bergabung dalam program ”Player Relief Fund”. ”Saya berbicara dengan Roger dan Rafa, beberapa hari lalu. Kami berdiskusi tentang situasi di tenis setelah ini, apa yang akan terjadi, dan apa yang bisa kita lakukan untuk petenis lain yang berjuang menghadapi situasi ini,” kata Djokovic saat berbincang dengan Stan Wawrinka melalui Instagram Live, pekan lalu.
Menurut Djokovic, petenis peringkat ke-200-an hingga ke-700-an yang tak memiliki sponsor dan dukungan dari federasi tenis negara masing-masing adalah petenis yang harus dibantu. ”Mereka sendirian dan banyak yang sudah berpikir untuk meninggalkan tenis profesional,” kata Djokovic, yang juga merupakan Presiden Asosiasi Petenis Putra Profesional itu.
Sumber donasi dari petenis top, dikatakan petenis Serbia itu, bisa berasal dari hadiah turnamen yang akan diselenggarakan setelah masa vakum berakhir. Jika pada akhirnya tak ada lagi turnamen yang bisa digelar pada 2020, sumber donasi bisa berasal dari sekian persen hadiah dari Australia Terbuka yang telah diselenggarakan pada Januari.
”Saya sangat menghargai keinginan petenis-petenis top untuk membantu petenis lain. Kami pun akan berusaha membantu,” ujar Presiden ATP Andrea Gaudenzi dalam laman resmi Asosiasi Tenis Profesional.
Beberapa hari setelah ide tersebut dikemukakan Djokovic, ATP, WTA, dan ITF pun membuat pernyataan bersama. Lebih dari 6 juta dollar AS (Rp 92,8 miliar) akan diberikan kepada petenis-petenis peringkat rendah.
Donasi akan berasal dari kontribusi ATP, WTA, ITF, dan empat Dewan Grand Slam. CEO WTA Steve Simon mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan sekitar 3 juta dollar AS (Rp 46,4 miliar) yang berasal dari biaya keanggotaan serta total hadiah babak pertama Indian Wells yang telah dibatalkan.
Muncul ide bahwa bantuan, masing-masing 10.000 dollar AS (Rp 154,7 juta), akan diberikan kepada petenis peringkat ke-250 hingga ke-700. Detail pemberian bantuan akan ditentukan lebih lanjut karena, seperti dikatakan Djokovic, dia ingin memastikan bahwa bantuan tidak diberikan kepada orang yang tak membutuhkan.
”Mereka adalah akar rumput dan masa depan tenis. Kami akan memperlihatkan kalau mereka bisa mengandalkan dukungan dari kami,” kata Djokoivic.