Pembelian Newcastle Menuai Protes Amnesty International dan BeIN Sport
Arab Saudi dinilai masih bermasalah dalam persoalan hak asasi manusia dan pembajakan tayangan Liga Inggris. Mereka pun dianggap tidak layak menjadi pemilik baru Newcastle United.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·3 menit baca
NEWCASTLE, RABU — Amnesty Internasional dan jaringan televisi BeIN Sport memprotes rencana pembelian klub Liga Inggris, Newcastle United, oleh investor dari Arab Saudi, Rabu (22/4/2020). Mereka keberatan karena Arab Saudi memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia dan pembajakan hak siar tayangan Liga Inggris.
Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi yang dikuasai Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman setuju untuk membeli 80 persen saham Newcastle senilai 300 juta pounds atau Rp 5,7 triliun dari sang pemilik klub, Mike Ashley. PIF membentuk konsorsium bersama Direktur Eksekutif PCP Capital Partners, Amanda Staveley, dan investor properti The Reuben Brothers.
Staveley dan The Reuben Brothers disebut bakal menerima masing-masing 10 persen saham Newcastle jika proses akuisisi ini berjalan. Proses akuisisi ini sekarang masih menunggu persetujuan dari Liga Primer dan deposit senilai 17 juta pounds atau Rp 326 miliar sudah diserahkan konsorsium kepada Ashley.
Di tengah proses akuisisi ini, Amnesty Internasional melancarkan protes dan meminta Liga Primer untuk lebih teliti mempertimbangkan rekam jejak Arab Saudi sebelum menyetujui akuisisi tersebut. Persoalan tekait pelanggaran HAM mendasari Direktur Amnesty Internasional Inggris Kate Allen untuk menyurati CEO Liga Primer Richard Masters.
”Selama pertanyaan (terkait rekam jejak Arab Saudi mengenai HAM) tidak dipertimbangkan, Liga Primer berisiko dimanfaatkan oleh siapa pun yang ingin menggunakan gemerlap dan prestise Liga Inggris untuk menutupi perbuatan yang sangat tidak bermoral,” kata Allen dalam surat tersebut.
Persoalan pelanggaran HAM yang disampaikan Allen salah satunya terkait dengan pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi di kantor konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada 2018. Mohammed bin Salman dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini.
Allen khawatir jika akuisisi Newcastle ini hanyalah sebuah pengalih perhatian untuk menutupi kasus pelanggaran HAM tersebut. Sayangnya, Liga Primer tidak punya standar khusus yang tertuang dalam aturan untuk menilai kepatutan calon pemilik klub dari sisi HAM.
Pembajakan siaran
Sementara BeIN Sport yang berpusat di Qatar juga protes dan menuduh Arab Saudi selama ini membajak tayangan sepak bola Liga Primer. Namun, pihak Arab Saudi belum berkomentar terkait tuduhan tersebut.
Menyusul retaknya hubungan antara Qatar dan Arab Saudi, BeIN menuduh Arab Saudi menayangkan konten dari BeIN dalam program yang tidak lagi menggunakan logo BeIN, melainkan beOutQ. Praktik tersebut dilakukan sejak 2017 ketika Arab Saudi memboikot Qatar yang dinilai membela kaum ekstremis.
Masalahnya, BeIN memegang hak siar mayoritas tayangan olahraga untuk kawasan Timur Tengah dan ini menjadi bumerang bagi Arab Saudi. Pembajakan konten pun terjadi dan BeIN berang karena mereka memegang kontrak penyiaran Liga Primer selama tiga tahun senilai 500 juta pounds atau Rp 9,5 triliun.
CEO BeIn, Yousef al-Obaidly, kemudian menyurati klub-klub Liga Primer dan meminta mereka ikut mendesak pengelola Liga Primer untuk menginvestigasi kelayakan calon pemilik baru Newcastle dari Arab Saudi itu. ”Permintaan saya murni berdasarkan peran Pemerintah Arab Saudi pada masa lalu dan adanya pencurian dari sisi komersial terhadap klub Anda, Liga Primer, dan seluruh partner penyiaran. Saya rasa, Anda akan setuju, bahwa semua ini tidak bisa dibiarkan,” kata Al-Obaidly dalam suratnya. (AP/AFP/REUTERS)