Tembakan Terakhir Sang ”Black Mamba”
Kepergian Kobe Bryant meninggalkan inspirasi banyak orang bahwa mimpi layak diperjuangkan. Cita-cita yang bisa dicapai dengan selalu berusaha untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Bocah kecil berusia enam tahun itu menggulung kaus kaki ayahnya. Dia membentuk gumpalan bola seukuran kepalan tangan. Dengan gaya ala pebasket profesional, bocah berambut keriting ini melempar bola buatannya, yang mulus masuk ke dalam tong sampah di sudut ruangan.
Anak kelahiran Philadelphia ini merentangkan tangannya sambil melompat terlentang ke kasur. ”Sejak momen itu, saya berimajinasi, bagaimana rasanya lemparan kemenangan. Saya menyadari satu hal, jatuh cinta sangat dalam padamu (bola basket) dari pikiran dan badan, sampai ke spirit dan jiwa,” kata Kobe Bryant, menggambarkan kisah masa kecilnya dalam film animasi pendek, ”Dear Basketball”.
Dari kaus kaki bekas dan tong sampah, kisah sang legenda NBA dimulai. Namun, bermain basket tidak semudah imajinasi Bryant kecil. Modal cinta sama sekali belum cukup.
Pada usia 12 tahun, Bryant memasuki pelatihan musim panas. Bermodalkan imajinasinya, dia mengakhiri laga tanpa satu poin dan satu tembakan pun. Yang didapatkannya hanya segumpal rasa frustrasi.
Saat itu menjadi kebangkitan pria kelahiran 1978 tersebut. Sisa libur musim panas dihabiskannya untuk belajar dari sang idola, Michael Jordan. Dia mencari tahu bagaimana cara menjadi permain terbaik di sekolah. Cara itu adalah bekerja lebih keras daripada yang lain.
Masa remajanya pun dihabiskan dengan berlatih. Di SMA, dia berlatih mulai pukul 05.00 dan tidak meninggalkan arena latihan sampai pukul 19.00. Setiap hari, rekan setimnya diajak bermain satu lawan satu. Sering kali rekannya takut diajak bermain karena pemenangnya harus mencapai 100 poin terlebih dulu.
”Masa itu ketika kamu bangun pagi, ketika kamu kelelahan. Saya melihat keindahan dalam itu dan saat kesakitan. Karena saya yakin kerja keras ini membawa saya pada sebuah titik. Ini adalah mimpi saya,” kata salah satu pebasket terbaik sepanjang sejarah NBA itu.
Kerja keras kemudian membawanya dipilih pada urutan ke-13 draft NBA 1996. Bryant memutuskan tidak kuliah, langsung bermain dari NBA selepas lulus dari SMA Lower Merion. Bryant dipilih oleh Charlotte Hornets, tetapi langsung ditukar dengan Vlade Divac, center Los Angeles Lakers, berdasarkan perjanjian sebelumnya. Bryant pun berlabuh di Lakers, klub impiannya.
Latihan keras
Musim pertama pemain berposisi shooting guard ini tak seindah yang dibayangkan. Bryant hanya bermain enam kali sebagai pemain mula, dengan rata-rata 7,6 poin per laga. Banyak yang berspekulasi dia hanya akan menjadi pebasket medioker. Debutnya tidak secemerlang bintang besar seperti Jordan yang bermain di seluruh laga Chicago Bulls.
Namun, lagi-lagi, Kobe menentukan takdirnya sendiri. Pada tahun kedua, dia terpilih masuk ke dalam NBA All-Star, dan pebasket termuda pada laga para bintang itu.
”Saya sudah yakin dia akan menjadi pemain hebat saat bertemu di musim pertamanya. Suatu hari saya mendengar bola memantul. Padahal, tidak ada lampu yang menyala. Saat itu dua jam sebelum waktu latihan. Ternyata, ada Kobe berlatih menembak di dalam gelap,” kata mantan pemain dan pelatih kepala Lakers, Byron Scott.
Kedatangan pelatih pengalaman Phil Jackson pada musim 1998-1999 membuat karier Bryant makin cemerlang. Nyaris setiap laga, dia diturunkan itu sebagai pemain mula.
Awalnya, Jackson sedikit kesulitan meracik bintang Lakers. Bryant bermain sangat individual. Dia begitu percaya diri. Pelatih harus meleburkannya bersama pemain bintang dengan ego tinggi seperti center Shaquille O’Neal.
”Namun, saya tidak pernah ragu dia adalah penembak andal. Dia sangat keras kepala dan sangat yakin pada kemampuannya. Kobe mirip seperti Jordan. Tetapi sikap dia lebih serius dalam latihan,” kata pelatih yang pernah meraih 11 gelar juara NBA ini.
Percaya diri Bryant tidaklah berlebihan. Keyakinan itu muncul dari latihan yang dilahapnya setiap hari, melempar bola ke ring 400-800 kali. Di lapangan gelap tanpa sorot kamera wartawan.
Hasilnya begitu manis. Bersama Jakcson, Bryant mengantarkan Lakers juara tiga musim beruntun pada 1999-2000, hingga 2001-2002. Prestasi itu merupakan tonggak awal yang membuatnya dikenal sebagai legenda NBA.
Sisanya hanya sejarah. Dalam 20 tahun karier, pemain yang setia pada satu tim ini total mengoleksi lima cincin juara NBA dan dua gelar juara Olimpiade. Di samping penghargaan pribadi, MVP (2008) dan MVP Final (2009, 2010), serta tampil 18 kali di NBA All-Star.
Mentalitas Mamba
Kerja keras Bryant di dalam dan luar lapangan sudah menjadi mitos di NBA. Karena kerja kerasnnya itu, dia mengidentifikasi dirinya sebagai Black Mamba, ular berbisa yang siap menerkam setiap.
Dalam kondisi apa pun, pemain yang total mencetak 33.643 poin, keempat terbanyak di NBA ini selalu tampil lebih dari 100 persen. Dalam sebuah laga pada 2010, dia memilih tetap bermain dengan cedera jari kiri patah. Padahal, dokter memintanya istirahat selama enam minggu.
Kobe membuat talenta hanya sebuah atribut pajangan. Jurnalis olahraga Stephen A Smith mengatakan, mentalitas membawanya ke mana pun. ”Dia memperbaiki diri setiap libur musim panas, mulai pukul 05.30. Ketika orang berlibur dia belajar, ketika orang istirahat, dia bekerja,” jelasnya.
Setelah pensiun sebagai atlet pada 2016, Kobe Bryant tak menyimpan sendiri kisah hidup dan perjuangannya menjadi atlet. Mentalitas Mamba, filosofi hidupnya itu dia bagikan pada orang lain. Mentalitas itu akhirnya memberi dampak pada kehidupan orang lain.
”Kobe adalah mentor saya. Saat saya cedera siku, lalu berjuang mengatasi masalah mental dan emosi karena turunnya peringkat dan masalah lain, Kobe adalah salah satu orang yang selalu ada untuk saya. Dia memberi saya nasihat sangat berharga, yaitu agar saya percaya diri dan percaya pada proses, saya bisa mengatasi semua masalah itu,” tutur petenis putra peringkat kedua dunia, Novak Djokovic pada stasiun televisi ESPN di Australia, Sabtu (25/1/2020).
Tembakan terakhir
Sang legenda telah pergi untuk selamanya pada usia 41 tahun. Minggu (26/1) pukul 10.00 waktu setempat, atau Senin (27/1) dini hari WIB, Kobe bersama sang putri, Gianna (13), meninggal dalam kecelakaan helikopter. Helikopter Sikorsky S-76 yang mereka tumpangi menabrak lereng bukit di Calabasas, dekat Los Angeles.
Baca juga: Legenda NBA Kobe Bryant Meninggal Bersama Putrinya
Dunia terpukul dengan kepergiannya. Ribuan penggemar basket memenuhi stadion Staples Centers, markas Lakers. Mereka mengucapkan terima kasih terhadap kontribusi Kobe selama hidup. ”Kobe.. Kobe.. Kobe,” seru mereka sambil menyalakan lilin dan membawa atribut sang idola.
Beberapa jam kemudian, di stadion yang membesarkan namanya itu berlangsung ajang penghargaan musik Grammy Awards. Tribute pada Bryant pun diberikan dalam ajang itu. ”Kami mencintaimu Kobe. Kami saat ini berada di rumah yang kamu dirikan,” kata penyanyi Alicia Keys.
Beberapa pertandingan NBA memberikan tribute dengan membiarkan satu posisi serang selama 24 detik berlalu tanpa menyerang. Nomor 24 adalah nomor yang digunakan Black Mamba di puncak kariernya.
Tim NBA, Dallas Mavericks, memutuskan memensiunkan nomor punggung 24. ”Warisan Kobe melampaui basket dan organisasi kami memutuskan nomor 24 tidak akan pernah digunakan lagi,” kata pemilik tim Mark Cuban.
Kepergian Bryant yang tak terduga mengentak banyak orang. O’Neal, Jordan, dan Damar DeRozan mengaku kehilangan sahabat dan saudara. Bintang Broklyn Nets Kyrie Irving menghilang sebelum pertandingan saat mendapatkan kabar duka itu.
Dua hari sebelumnya, bintang LA Lakers, Lebron James baru saja melampaui rekor Kobe sebagai pencetak poin terbanyak ketiga sepanjang sejarah. Dia mengatakan, sang senior selalu menjadi inspirasinya bermain. ”Saya tumbuh dengan melihatnya bermain,” katanya.
Rasa kehilangan itu memperlihatkan, dampak pemainan Bryant tidak hanya terbatas di lapangan. Mentalitasnya menginspirasi banyak orang, tentang bagaimana mengejar mimpi. Cinta saja tidak cukup, butuh fokus dan kerja keras melebihi orang lain.
Kobe pernah berkata, cinta membutuhkan pengorbanan. ”Jika kamu mau menjadi hebat, kamu harus membuat pilihan. Ada pengorbanan di dalamnya, waktu bersama keluarga, dengan teman, menjadi anak yang hebat. Pengorbanan itu akan datang bersamanya,” tuturnya.
Ribuan lemparan dilesakkan sang legenda selama kariernya. Tembakan terakhirnya, setelah meninggal, justru paling terasa. Warisan nilai kehidupannya akan melekat selamanya di hati orang banyak. Bahwa mimpi layak diperjuangkan.
Seorang bocah yang bermain gumpalan kaus kaki dan tong sampah bertransformasi menjadi salah satu pebasket terhebat dalam sejarah. Dari menembak untuk mengejar mimpi sendiri, menjadi pembuka jalan bagi mimpi orang banyak.
Selamat jalan, Black Mamba. (AP/AFP/REUTERS)