NEW YORK, KOMPAS — Tak diragukan lagi, Novak Djokovic telah kembali pada permainan terbaiknya. Dia telah kembali ke persaingan petenis top dunia dengan meraih gelar juara Grand Slam Amerika Serikat Terbuka. Ini menjadi gelar Grand Slam beruntun setelah menjuarai Wimbledon, Juli.
Dalam laga final tunggal putra yang berlangsung di Flushing Meadows, New York, Minggu (9/9/2018) sore waktu setempat atau Senin dini hari waktu Indonesia, Djokovic mengalahkan Juan Martin Del Potro, 6-3, 7-6 (4), 6-3. Sehari sebelumnya, gelar juara tunggal putri diraih Naomi Osaka (Jepang) yang menang atas Serena Williams, 6-2, 6-4, di final.
Setelah berkutat dengan cedera siku dan hilangnya motivasi untuk berkompetisi, sejak pertengahan 2016, Djokovic menyejajarkan diri dengan mantan petenis AS, Pete Sampras, yang memiliki 14 gelar juara Grand Slam. Dia tinggal terpaut tiga gelar dari Rafael Nadal (17 gelar) dan Roger Federer (20) sebagai tunggal putra dengan gelar juara Grand Slam terbanyak.
Gelar juara AS Terbuka juga menempatkan Djokovic pada peringkat ketiga dunia, naik dari peringkat keenam pada pekan sebelumnya. Awal musim ini, petenis Serbia tersebut memulai persaingan dari peringkat ke-12. Dia bahkan berkesempatan mengakhiri musim ini dengan menempati puncak peringkat dunia karena tak ada poin yang harus dipertahankan dengan absen dari sejumlah turnamen pada semester kedua 2017.
”Saya selalu punya kepercayaan diri bisa kembali ke permainan terbaik seperti sebelumnya,” kata Djokovic setelah mengalahkan Kei Nishikori di semifinal.
Djokovic mendominasi persaingan petenis putra dengan merebut tiga gelar dari empat Grand Slam, masing-masing pada 2011 dan 2015.
Kepercayaan diri itu diperlihatkan dalam final melawan Del Potro. Meski berhadapan dengan petenis yang memiliki servis serta forehand keras dan tajam, Djokovic bisa mengendalikannya. Dia bermain sabar melawan juara AS Terbuka 2009 itu.
Kesabarannya dalam memperlambat tempo permainan, lalu menyerang dengan tiba-tiba, membuat Del Potro melakukan banyak kesalahan. Salah satu wujud kesabarannya adalah ketika bermain 20 menit untuk mempertahankan servis pada gim kedelapan set kedua. Djokovic unggul dalam hampir semua statistik pertandingan, kecuali pada persentase servis pertama yang berhasil dilakukan.
Disaksikan istrinya, Jelena Djokovic, Marian Vajda (pelatih), John McEnroe (mantan petenis yang memberi trofi juara), serta sekitar 23.000 penonton, termasuk para selebritas Hollywood, Djokovic menunjukkan bahwa dirinya telah kembali.
Setelah memperoleh poin terakhir, Djokovic telentang di lapangan sebelum berpelukan dengan Del Potro. Dia lalu melemparkan raket yang digunakan untuk bermain ke arah penonton.
”Kondisi enam bulan terakhir telah memberi saya motivasi, inspirasi, energi, dan pemahaman bagaimana untuk kembali ke persaingan. Terkadang, situasi sulit memberi dampak positif meski sebenarnya kita tak ingin cedera. Jika punya kekuatan untuk mengembalikan waktu, saya tidak akan mengubahnya,” tutur Djokovic yang pernah frustrasi dalam masa pemulihan setelah menjalani operasi siku kanan.
”Dia bermain sangat bagus. Forehand saya yang biasanya menghasilkan winner saat melawan petenis lain tidak berhasil. Pergerakan Novak terlalu cepat, pertahanannya sangat kuat. Sangat sulit mengalahkannya. Saya sedih, tetapi turut berbahagia untuknya,” ujar Del Potro yang menangis setelah dikalahkan Djokovic.
Pujian dan ucapan selamat pun berdatangan dari sesama petenis, seperti Chung Hyeon dan finalis AS Terbuka 2017, Kevin Anderson. ”Novak telah kembali ke permainan terbaiknya seperti 2015,” kata pelatih tenis profesional Brad Gilbert pada ESPN.
Djokovic telah membuktikan bahwa masa sulit bisa menjadi motivasi untuk bangkit. Seperti pernah dikatakan petinju AS, Jack Dempsey (1895-1983), ”Seorang juara adalah seseorang yang bisa bangkit ketika dia tidak bisa melakukannya”.