BOGOR, KOMPAS — Saat pertandingan final kesebelasan Jepang melawan Korea Selatan, arus lalu lintas Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, lumpuh beberapa saat. Hal itu disebabkan masih banyak kendaraan yang melintasi dan parkir sembarangan di Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Bogor, menuju Stadion Pakansari, Sabtu, (1/8/2018).
Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Hasby Ristama mengatakan, arus lalu lintas di sepanjang Jalan Tegar Beriman menuju stadion Pakansari dipenuhi kendaraan yang parkir sembarangan. Mobil-mobil tersebut parkir dengan di bahu jalan hingga mengakibatkan arus lalu lintas menjadi macet total dengan panjang kira-kira 500 meter.
Sejak sore tadi, petugas kepolisian lalu lintas Polres Bogor bersama petugas Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor telah mengarahkan para pengendara mobil ataupun motor agar tidak melalui Jalan Pakansari. Namun, imbauan tersebut tidak ditanggapi.
Pintu 10 Stadion Pakansari menjadi akses keluar masuk kendaraan atlet beserta stafnya. Maka, jarak 100 meter dari Pintu 10, kendaraan diimbau agar tidak melewatinya. Akan tetapi, dari sore hingga malam hari tadi, kendaraan masih banyak yang nekat.
”Banyak pengendara yang masih nekat melewati jalan ini. Kami sudah imbau, tetapi mereka tidak menggubrisnya. Tapi, tadi kami pun segera menindak tegas mereka. Memberhentikannya dan meminta bersabar,” kata Hasby.
Sejumlah mobil pun terpantau parkir di median jalan. Setelah dikonfirmasi petugas kepolisian lalu lintas kabupaten Bogor, mobil itu adalah milik penonton sepak bola. Tidak jauh berbeda dengan mobil, banyak motor yang parkir di median jalan. Lebih ironisnya lagi, warga setempat juga mengoordinasi pengendara agar parkir di tempat tersebut.
Salah satu pengendara mobil Ilham (24) mengatakan, ia sengaja mengendarai mobil di Jalan Pakansari hanya sekadar berjalan-jalan. Hal itu dia lakukan sekaligus, ingin merasakan riuhnya suporter kesebelasan Jepang dan Korea Selatan yang mendukung negaranya. Namun, ia tidak menyangka terjebak kemacetan selama 1 jam. Ilham tidak bisa memutar arah dan terpaksa menunggu arus lalu lintas kembali normal.
”Saya memang sedang mencari angin segar dengan teman-teman. Namun, celakanya saya jadi terjebak macet,” katanya.
Pada hari itu, banyak pengendara lain yang sama dengan Ilham. Mereka bukan menonton pertandingan, melainkan hanya lewat di jalan tersebut. Karena tidak memiliki tiket, mereka ingin merasakan suasana final Asian Games 2018.
Begitu juga yang dilakukan Bayu (27) pada malam tadi. Ia sudah melintasi Jalan Tegar Beriman hingga Jalan Pakansari hanya menghabiskan waktunya malam itu. Ia rela bermacet-macetan dengan motor berharap bisa melihat pemain sepak bola Jepang keluar dari stadion.
Ia memarkirkan motor di pinggir jalan. Kemudian, Bayu berjalan kaki ke Pintu 10 untuk menunggu bus timnas Jepang lewat.
”Saya ingin melihat pemain Jepang lewat. Memang idola saya, Kagawa, tidak bertanding. Cuma saya dari dulu sudah mengidolakan para pemain Jepang,” kata Bayu.
Pada malam itu, warga Kelurahan Pakansari ikut menyediakan lahan parkir dadakan. Ada beberapa titik dikhususkan bagi pengendara mobil dan motor.
Lahan parkir motor ditempatkan di beberapa trotoar, tempat makan, lapangan sepak bola RT 002 RW 003, dan pinggir jalan. Tarif parkirnya pun variatif, ada yang dikenai Rp 5.000 hingga Rp 20.000.
Adapun mobil, bisa parkir di beberapa ruko yang berada di Jalan Tegar Beriman. Tempat parkir di dalam stadion sejak pukul 15.00 sudah penuh. Seusai pertandingan kesebelasan Vietnam melawan Uni Emirat Arab pukul 17.00, parkir mobil semakin penuh.
Antusiasme
Wati (34) bersama keluarganya tidak mendapatkan tiket pada pertandingan tersebut. Hal yang dilakukan olehnya adalah menonton pertandingan melalui gawainya dan duduk di pinggir stadion. Ia memilih menonton di sana agar bisa merasakan kegembiraannya.
Wati dan suaminya, Banu (36), yang mengenakan seragam tim nasional Indonesia sejak pukul 18.00 di sana. Mereka menjagokan Korea Selatan untuk meraih medali emas. Dan pada malam itu, jagoan mereka menang 2-1 atas Jepang.
”Rasanya memang beda dibandingkan nonton di televisi. Di sini kedengaran suara sorak-sorai suporter, jadi saya dan suami terbawa suasana. Coba kami dapat tiket, semakin seru,” kata Wati.
Hal yang serupa dialami Yogi (28) bersama teman-temannya. Ia berharap bisa menonton pertandingan tersebut di dalam. Namun, ia kehabisan tiket. Pada malam itu, ia hanya bisa mendengarkan riuh kedua suporter yang berteriak mendukung negaranya. Lain hal juga, ia berharap ada nonton bersama di luar stadion.
”Kalau suara suporternya keras dan meriah, berarti gol. Itu yang bisa saya ketahui. Saya sudah sampai di sini, mau tidak mau di pinggir stadionnya saja,” kata Yogi.
Antusiasme warga lainnya terpantau di dalam stadion. Tidak sedikit warga Indonesia yang menonton laga malam tadi. Ada yang menggunakan atribut biru khas kesebelasan Jepang dan ada pula yang menggunakan atribut bernuansa merah milik Korea.
Minim pengawasan
Saat pertandingan berlangsung, masih banyak pedagang yang berjualan di sisi-sisi stadion. Meski berjarak sejauh 200 meter dari stadion, salah satu penyebab kemacetan pada malam tadi adalah banyak warga yang nongkrong di tempat berjualan tersebut.
Sedikitnya ada sekitar 50 pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar dan menjamur hingga memakan bahu jalan. Keadaan tersebut mengundang warga untuk mencicipi jajanan, seperti telur gulung, sosis bakar, seblak, dan lumpia basah.
Pada pemberitaan Kompas, 18 Agustus 2018, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pengembangan Stadion Pakansari Rudy Achdiyat telah mengimbau para pedagang agar tidak berjualan di sana. Mereka diperkenankan berjualan seusai pertandingan sepak bola selesai. Akan tetapi, pedagang-pedagang tersebut nekat dan sudah sejak pukul 19.00 berada di sana.
Selain para pedagang yang masih minim pengawasan, banyak warga yang dibiarkan masuk ke dalam stadion untuk menonton tanpa tiket. Pada babak perpanjangan waktu, sekitar pukul 20.00, relawan terpantau membiarkan warga masuk ke dalam stadion. Mereka masuk melalui pintu tribune 22. (JOHANNES DE DEO CC)