Kemiskinan Tinggi, Aceh Butuh Pemimpin yang Mampu Kelola Sumber Daya Alam
Aceh memiliki sumber daya alam melimpah, tapi kemiskinan masih tinggi. Perlu pemimpin yang mampu mengelola SDA.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Meskipun kaya sumber daya alam, jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh masih tinggi. Oleh karena itu, Aceh membutuhkan sosok pemimpin yang mampu mengelola sumber daya alam serta mengutamakan kesejahteraan publik.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik ”Transformasi Kepentingan Melalui Pilkada Aceh 2024: Menghadirkan Kebijakan Berkelanjutan dalam Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam di Aceh” yang digelar oleh Eksekutif Emirates Development Research, Sabtu (25/5/2024).
Diskusi itu digelar merespons suasana politik menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Aceh. Sejauh ini, baru satu bakal calon gubernur yang mendeklarasikan diri, yakni Muzakir Manaf, Ketua Umum Partai Aceh, yang merupakan partai politik lokal. Sementara itu, sejumlah parpol lain belum mengumumkan calonnya.
Direktur Eksekutif Emirates Development Research Usman Lamreung mengatakan, pengelolaan sumber daya alam Aceh harus dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan warga. ”Dari Pilkada 2024 kita berharap akan lahir pemimpin yang punya strategi yang jelas untuk mengelola sumber daya alam,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh pada Maret 2023, jumlah penduduk miskin Aceh sebanyak 806.750 orang atau 14,45 persen. Angka kemiskinan di Aceh itu merupakan yang tertinggi di Pulau Sumatera.
Usman memaparkan, bakal calon gubernur dan wakil gubernur Aceh harus menawarkan konsep yang konkret terkait pengelolaan sumber daya alam. Dia menambahkan, elektabilitas yang tinggi saja tidak cukup untuk memajukan Aceh. Hal ini karena publik butuh pemimpin yang punya rencana jelas membangun Aceh.
”Aceh memiliki potensi sumber daya alam besar, termasuk tambang, kehutanan, hingga perikanan, tetapi pengelolaannya masih buruk,” ungkap Usman.
Sebagai contoh, persoalan tambang emas ilegal di Aceh hingga kini belum jelas arah pengelolaannya. Sebagian pihak mengusulkan tambang emas tersebut dijadikan tambang rakyat, sedangkan sebagian lainnya meminta ditertibkan karena telah merusak alam.
Menurut Usman, sampai sekarang, belum ada kebijakan konkret dari Pemprov Aceh terkait tambang ilegal tersebut. Padahal, perlu kebijakan yang jelas agar kondisi lingkungan tidak semakin rusak dan rakyat tetap bisa memanfaatkan sumber daya alamnya.
Pengamat ekonomi dan politik Aceh dari Universitas Muhammadiyah Aceh, Taufiq Abdul Rahim, mengatakan, pemimpin Aceh harus memiliki visi yang jelas mengenai pengelolaan sumber daya alam. Hal ini agar pengelolaan sumber daya alam bisa optimal dan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat.
Menurut Taufiq, dalam pengelolaan minyak dan gas, Pemprov Aceh harus berani memperjuangkan pembagian hasil 70 persen untuk Aceh dan 30 untuk pemerintah pusat.
Aceh memiliki potensi sumber daya alam besar, termasuk tambang, kehutanan hingga perikanan, tetapi pengelolaannya masih buruk.
Taufiq menambahkan, Aceh saat ini belum memiliki pemimpin yang sanggup mengelola sumber daya alam secara optimal. Menurut dia, selama ini, pengelolaan sumber daya alam lebih dominan dipengaruhi oleh kepentingan politik. ”Akibatnya, sedikit yang berpikir untuk rakyat,” katanya.
Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Eka Januar, menjelaskan, mengelola sumber daya alam Aceh tidak mudah. Apalagi, dia menilai, tidak banyak pemimpin yang punya kemampuan semacam itu.
”Siapa pun yang terpilih menjadi gubernur Aceh harus mampu mengelola sumber daya alam Aceh secara optimal,” kata Eka.
Eka menambahkan, meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah, Aceh termasuk salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tinggi. Di sisi lain, semakin banyak kawasan hutan di Aceh yang dirambah tanpa memperhatikan kondisi lingkungan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, Fachrul Razi, menuturkan, sumber daya alam Aceh, terutama sumber daya mineralnya, menjadi incaran negara asing.
”Migas dan nikel Aceh menjadi incaran negara asing. Dikhawatirkan hasil sumber daya alam kita akan dikuras oleh pemimpin yang memikirkan keinginan pribadi dan golongannya,” ungkap Fachrul.