Buruh di Surabaya Kembali Suarakan Pencabutan UU Cipta Kerja
Penolakan Undang-Undang Cipta Kerja masih menjadi tuntutan utama dalam peringatan Hari Buruh di Surabaya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja kembali menjadi tuntutan utama gabungan serikat pekerja, elemen mahasiswa, dan organisasi massa saat memperingati Hari Buruh di Surabaya, Jawa Timur, Senin (1/5/2024). Para buruh juga menagih komitmen Pemerintah Provinsi Jatim untuk membuat peraturan daerah tentang jaminan pesangon.
Peringatan Hari Buruh di Surabaya terkonsentrasi di tiga lokasi, yakni Gedung Negara Grahadi, Gedung DPRD Jatim, dan Kantor Gubernur Jatim. Di DPRD Jatim dan Kantor Gubernur Jatim yang lokasinya berdekatan, massa berasal dari gabungan serikat buruh di Surabaya, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Pasuruan.
Adapun massa di Gedung Negara Grahadi berasal dari gabungan serikat pekerja, elemen mahasiswa, dan organisasi masyarakat. Di gedung yang menjadi rumah dinas Gubernur Jatim itu, massa yang berdemonstrasi menamakan diri Aliansi Bara Api (Barisan Rakyat Anti Penindasan).
Dalam aksi tersebut, desakan utama dari para buruh adalah pencabutan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Pemerintah juga dituntut mencabut semua regulasi turunan UU Cipta Kerja.
Para buruh juga menuntut percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undangan (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, revisi UU No 17/2023 tentang Kesehatan, penghapusan sistem alih daya, menolak kebijakan upah murah, serta menuntut realisasi reforma agraria dan kedaulatan pangan.
Dalam aksi di Kantor Gubernur Jatim, para buruh kembali menagih komitmen Pemprov Jatim untuk membuat perda tentang jaminan pesangon. Mereka juga menuntut alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk BPJS Kesehatan bagi rakyat dan buruh miskin.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim Achmad Fauzi mengatakan, para buruh meminta bertemu dengan Penjabat Gubernur Jatim Adhy Karyono untuk membahas tuntutan buruh. Dia menyebut, Pemprov Jatim diharapkan membawa aspirasi buruh terkait penolakan UU Cipta Kerja, revisi UU Kesehatan, dan percepatan RUU Perlindungan PRT.
”Untuk Jatim, kami menagih komitmen perda jaminan pesangon dan alokasi APBD untuk kesehatan rakyat miskin,” ujar Fauzi yang bersama pimpinan serikat buruh kemudian bertemu dengan Penjabat Gubernur Jatim.
Menurut juru bicara perwakilan Aliansi Bara Api dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Endang Laksanawati, pencabutan UU Cipta Kerja menjadi salah satu dari 27 tuntutan yang disuarakan aliansi tersebut.
Para buruh juga menuntut penghentian pemutusan hubungan kerja serta pemberangusan serikat buruh. Pemerintah juga didesak mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 sebagai perubahan atas PP No 36/2021 tentang Pengupahan karena dinilai menciptakan sistem upah yang tidak adil.
Endang menambahkan, para buruh juga menilai ada pola perbudakan dalam sistem kerja kontrak, alih daya, magang, dan kemitraan pengemudi transportasi daring. Oleh karena itu, sistem tersebut mesti dievaluasi.
Masalah lainnya adalah buruh perempuan yang belum aman dari serangan pelecehan, kekerasan, dan kejahatan seksual. Selain itu, belum semua perusahaan menyediakan layanan penitipan anak dan ruang laktasi. Sementara itu, buruh lelaki juga belum mendapat cuti untuk mendampingi istri melahirkan.
”Di sisi lain, belum ada jaminan perlindungan bagi buruh migran, perkebunan, dan perikanan,” ujar Endang. Aliansi Bara Api juga mengingatkan pemerintah untuk memberi perhatian lebih kepada pegawai honorer atau pegawai harian lepas.
Perwakilan dari Solidaritas Mahasiswa Hukum untuk Indonesia (SMHI), Senja Virawan, menyatakan, UU Cipta Kerja dinilai sangat merugikan kaum buruh. Selain itu, para buruh juga dinilai dirugikan dengan penetapan upah minium berdasar pada rumus pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sebab, model penetapan itu dinilai tak memperhatikan kebutuhan hidup layak seorang buruh.
Senja menambahkan, para peserta Hari Buruh juga menuntut pemerintah menstabilkan harga pangan dan kebutuhan pokok serta menolak kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, dan tarif tol.
Untuk Jatim, kami menagih komitmen perda jaminan pesangon dan alokasi APBD untuk kesehatan rakyat miskin.
Secara terpisah, Kepala Biro Operasional Polda Jatim Komisaris Besar Puji Santoso mengatakan, peringatan Hari Buruh di Surabaya berlangsung tertib. Situasi ibu kota Jatim itu pun kondusif. Pada peringatan Hari Buruh itu, terdapat 17 serikat buruh/serikat pekerja yang menggelar unjuk di Surabaya.
Untuk memastikan kelancaran Hari Buruh, disiagakan 3.174 petugas gabungan dari Polri, TNI, dan aparatur pemerintah. ”Jumlah buruh yang hadir tidak seperti pemberitahuan yang disebut mencapai 20.000 orang,” ujar Puji.