Mafia Tanah di Kendari Timbulkan Kerugian Rp 306 Miliar
Kasus mafia tanah di Kendari timbulkan kerugian hingga Rp 300 miliar. AHY tegaskan semua pihak bersinergi tangani kasus.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono mengungkap kasus praktik mafia tanah yang memiliki nilai kerugian hingga Rp 300 miliar, di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia menekankan semua pelaku dan kasus diungkap, serta masyarakat berani melapor.
”Hari ini saya datang khusus (ke Kendari) karena ada laporan akan kasus ini. Kami serius menanganinya, dan untuk memberikan pesan kuat kepada para mafia tanah untuk tidak merugikan masyarakat,” kata Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam jumpa pers di Markas Polda Sultra, Jumat (26/4/2024) sore. Hadir dalam kegiatan itu para penegak hukum, baik dari kepolisian maupun kejaksaan.
Sebanyak 82 kasus pada tahun ini menjadi fokus pengungkapan yang memiliki estimasi kerugian hingga Rp 1,7 triliun.
Kami serius menanganinya, dan untuk memberikan pesan kuat kepada para mafia tanah untuk tidak merugikan masyarakat.
Salah satu kasus yang saat ini tengah ditangani pihaknya terjadi di Kendari. Lokasi tanah yang dipersengketakan tersebut bahkan berada sekitar satu kilometer dari Markas Polda Sultra, dengan luas lebih dari 40 hektar.
Menurut AHY, kasus ini terjadi dimulai pada 2018. Terlapor, yaitu Karmuddin dan Radiman, menggugat tanah seluas lebih dari 40 hektar di Kelurahan Anggoeya, Poasia, Kendari. Mereka mengklaim berbagai bidang tanah di lahan tersebut berdasarkan surat keterangan tanah (SKT) tahun 1972. Kasus ini bergulir di PN Kendari, yang memenangkan terlapor hingga tingkat Mahkamah Agung.
Menurut AHY, kejadian ini terungkap setelah adanya laporan dari seorang warga pada April 2022. Warga ini juga memiliki sebidang lahan yang dimenangkan oleh terlapor.
”Pelapor melihat SKT yang dipakai para pelaku diduga kuat palsu. Sebab, Desa Anggoeya baru ada pada 1978. Hal inilah yang menjadi dasar penyidik untuk menelusuri kasus ini,” ujar AHY.
Ketua Satuan Tugas Antimafia Tanah Brigadir Jenderal Arif Rachman menjelaskan, para pelaku memakai SKT palsu tersebut untuk menggugat tanah warga yang telah bersertifikat. Akibatnya, warga kehilangan hak atas tanah, dan berdampak panjang.
Dari kejadian ini, tutur Arif, warga dan negara mengalami kerugian total Rp 300 miliar. Hal itu berdasarkan kerugian atas nilai tanah, kehilangan pendapatan negara, hingga hilangnya kesempatan warga memanfaatkan tanah.
Dua pelaku, yaitu Karmuddin dan Radiman, dikenai Pasal 263 Ayat 2 KUHP, dengan pidana maksimal enam tahun penjara. ”Pelaku telah dilimpahkan ke pengadilan, dan masih terus bergulir,” katanya.
AHY melanjutkan, berdasarkan penyelidikan sementara, kasus ini melibatkan dua tersangka. Pihaknya bersama kepolisian belum menemukan keterlibatan pihak lain, terutama pihak internal dari BPN. Terkait adanya dugaan mafia peradilan, pihaknya juga masih mengikuti kasus ini ke depannya.
Sejauh ini, lanjutnya, kasus di Kendari ini hanya satu dari sekian kasus praktik mafia tanah yang terjadi di Indonesia. Secara umum, pihaknya memfokuskan 82 kasus yang tersebar di sejumlah wilayah dan provinsi. Berdasarkan perhitungan sementara, total kerugian dan dampak dari kasus ini mencapai Rp 1,7 triliun.
”Salah satunya kami ungkap juga di Jawa Timur bulan lalu dengan kerugian mencapai Rp 17 miliar. Tentu kami tidak bisa sebutkan satu per satu kasusnya di mana saja, tapi kami terus mengupayakan agar kasus tersebut selesai. Termasuk juga kasus lain yang terjadi, silakan masyarakat melapor ke kantor BPN terdekat, dan kami akan respons dengan cepat,” ucapnya.
Selain itu, ia mengharapkan jajaran di bawahnya juga proaktif menangani kasus. Termasuk berbagai kasus lain di wilayah Sultra yang memang kaya sumber daya alam dan menjadi incaran investor.
”Kami beritikad memberantas praktik mafia tanah. Siapa pun yang terlibat harus ditindak. Rakyat harus dijamin haknya karena ini berdampak banyak terhadap kehidupan banyak orang,” ucapnya.
Inspektur Pengawasan Daerah Polda Sultra Komisaris Besar Yun Imanullah menuturkan, pihaknya siap untuk terus bersinergi menangani kasus praktik mafia tanah. Upaya kolaborasi bersama lintas sektor terus dilakukan agar masyarakat mendapatkan haknya.