Menyucikan diri tidak cukup dengan berbuat baik. Meminta maaf kepada orang jauh lebih baik dilakukan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Setiap umat sepatutnya berbuat baik kepada Allah dan kepada sesama manusia. Namun, perilaku berbuat baik itu tidak cukup menjadi jalan untuk menyucikan diri.
M Mahfud MD, dalam khotbahnya selaku khatib dalam shalat Idul Fitri 1445 Hijriah di Lapangan Grha Sabha Pramana, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan, sebaik apa pun perbuatan yang sudah dilakukan, setiap orang sepatutnya mengklarifikasi, meminta maaf kepada siapa pun yang hak-haknya pernah dilanggar. Termasuk siapa saja pernah difitnah dan siapa pun yang pernah mendapatkan perlakuan tidak baik darinya.
Dalam kesempatan itu, dia pun mencontohkan, seseorang yang sebenarnya memiliki banyak pahala dan akan masuk surga, perjalanannya akan terhambat karena banyak roh-roh orang lain yang memprotes karena masih merasa memiliki masalah dengan orang tersebut.
Berbuat baik, menurut dia, juga sering kali membuat tujuan orang yang ingin berkuasa tercapai. Dengan berkuasa, dosa-dosa masa lalu orang tersebut diampuni. Namun, meminta maaf kepada orang lain yang haknya telah dilanggar tetap dianggap menjadi jalan terbaik untuk memuluskan jalan ke surga.
Oleh karena itu, di momentum hari raya Lebaran ini, Mahfud mengingatkan segenap orang yang hadir untuk kembali pada tradisi lama, saling meminta maaf.
”Marilah, sesama anak bangsa, saling bermaafan, demi membangun peradaban bangsa yang lebih baik di bidang sosial ekonomi, politik, termasuk pula dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujarnya, Rabu (10/4/2024).
Kepada lingkungan sivitas akademika UGM, dia juga mengingatkan, saat ini tidak ada lagi dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan. Setiap orang berilmu pasti beriman dan setiap orang beriman pasti selalu ingin mengembangkan ilmu.
Namun, beda dengan politik, ilmu pengetahuan tidak bisa dipaksakan sebagai sesuatu hal yang ”netral”. Sebaliknya, ilmu pengetahuan harus berpihak pada kepentingan keselamatan manusia.
Rektor UGM Yogyakarta Prof Ova Emilia menuturkan, hari raya Idul Fitri diharapkan mampu menjadi momentum bagi setiap orang untuk kembali ke titik awal, mengakhiri segala permasalahan, perseteruan yang terjadi di masa lalu, saling bermaafan, dan bersatu kembali satu sama lain.
”Marilah kita bersatu kembali untuk membangun segala sesuatu yang lebih baik, hal-hal yang positif di masa mendatang,” ujarnya.
Seusai menjalankan shalat Idul Fitri, Mahfud melakukan kunjungan halalbihalal ke rumah Ganjar Pranowo di Jalan Tegalsari, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, DIY. Tiba sekitar pukul 09.00, dia disambut oleh Ganjar beserta istri, Siti Atikoh Suprianti, dan putra mereka, M Zinedine Alam Ganjar.
Dalam kesempatan itu, kedua orang yang bergabung sebagai pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 ini menolak untuk diwawancarai perihal politik.
Marilah kita bersatu kembali untuk membangun segala sesuatu yang lebih baik, hal-hal yang positif di masa mendatang (Ova Emilia).
Mahfud memuji pembangunan rumah Ganjar dan senang karena dirinya serta Ganjar kini menjadi sama-sama warga satu wilayah di Kabupaten Sleman.
”Kami tetanggaan,” ujarnya.
Ganjar mengaku, sebenarnya dia merasa tidak enak dan ingin berlaku sebaliknya, berkunjung ke rumah Mahfud, yang lebih tua darinya. Namun, hal itu ternyata juga tidak bisa dilakukan karena setelah ke rumah Ganjar, Mahfud berencana menghabiskan waktu selama Lebaran untuk acara keluarga.
Hari itu, Ganjar dan keluarga menggelar gelar griya atau open house Lebaran di rumah baru mereka yang belum selesai dibangun. Setelah itu, tiga kali acara buka pintu berikutnya akan digelar di tiga lokasi berbeda, yaitu di Tawangmangu, Purbalingga, dan Purworejo yang semuanya berada di Jawa Tengah.
Ganjar menuturkan, pihaknya masih memiliki sejumlah agenda politik, termasuk pula berkunjung ke Jakarta dan menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri. Namun, dia masih merahasiakannya.