Menghindari Bahaya yang Mengintai di Jalur ”Contraflow”, Belajar dari Kecelakaan Maut Km 58
Bahaya selalu mengintai di sepanjang jalur ”contraflow”. Selalu patuhi batas kecepatan dan larangan berhenti.
Oleh
ALBERTUS KRISNA
·3 menit baca
Kecelakaan maut di Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 58 menjadi peringatan keras tentang bahaya melintas di jalur contraflow atau lawan arah. Pengendara harus mengemudi dengan disiplin tinggi mematuhi batas kecepatan dan larangan berhenti di bahu jalan. Pengelola tol juga harus mengevaluasi pengelolaan jalur contraflow.
Kecelakaan maut terjadi pada Senin (8/4/2024) pagi yang melibatkan tiga kendaraan, yakni minibus jenis Gran Max, Toyota Rush, dan sebuah bus PO Primajasa. Dua minibus terbakar. Akibat kecelakaan ini, 12 orang tewas, 1 korban luka berat, dan 1 orang luka ringan.
Kepala Dewan Road Safety Association Rio Octaviano mengatakan, penerapan sistem lawan arah di jalan tol harus dievaluasi dari sisi kebijakan, penyelenggaraan, dan dari sisi pengguna.
Kecelakaan maut Km 58 menunjukkan bahaya yang selalu mengintai di sepanjang jalur contraflow. Awalnya, Gran Max yang mengangkut 12 orang mengalami masalah sehingga harus berhenti.
Pengemudi hendak menepi ke bahu jalan di sebelah kanannya. Untuk bisa ke bahu jalan, minibus harus menyeberangi lajur yang digunakan kendaraan dari arah berbeda, yakni dari arah Cikampek menuju Jakarta.
Saat Gran Max menyeberangi lajur berlawanan, bus PO Primajasa bernomor polisi B 7655 TGD melintas dan menghantam Gran Max. Satu mobil Daihatsu Terios bernomor E 1399 MF juga tertabrak oleh bus.
Dua minibus terbakar akibat tabrakan itu. Semua penumpang dan sopir minibus meninggal dan terbakar.
Kecelakaan maut ini, kata Rio, menunjukkan bahwa ada hal yang harus dievaluasi dari penerapan sistem contraflow. Dari sisi kebijakan, sosialisasi rekayasa lalu lintas sistem contraflow perlu ditingkatkan, terutama terkait keselamatan.
”PUPR atau operator jalan tol harus mulai berkomitmen memasukkan standar keselamatan jalan ke dalam standar pelayanan minimum mereka,” jelas Rio.
Sementara, dari sisi pengguna, potensi kecelakaan dapat terjadi karena pengendara kurang merawat kendaraannya. Perilaku pengendara yang melanggar aturan lalu lintas juga bisa meningkatkan risiko kecelakaan seperti batas kecepatan dan larangan berhenti.
Meski demikian, lanjut Rio, hal ini harus menjadi koreksi bagi operator jalan tol maupun pemerintah terhadap standar pelayanan minimum jalan tol. Mitigasi tidak hanya terkait kontur, konstruksi, dan sarana prasarana saja. Mitigasi akan lebih baik jika juga memasukkan perilaku berkendara.
Mitigasi perilaku berkendara itu salah satunya termasuk jika mobil pengendara mogok. Jikapun terjadi mogok di jalur contraflow, Rio menyarankan tetap berada di jalur tersebut sembari menunggu petugas yang datang.
”Contraflow selama ini setahu saya hanya muat satu mobil, dan tidak ada bahu jalannya sehingga harus tetap berhenti paling kiri,” kata Rio.
Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menyebutkan, contraflow merupakan rekayasa lalu lintas yang lumrah diterapkan di jalan tol.
Rekayasa lain yang umum diterapkan di tengah meningkatnya arus lalu lintas mudik Lebaran adalah sistem satu arah (one way) dan ganjil genap. Sistem lawan arah di jalan tol menjadi yang paling bahaya.
Jusri mengatakan, pengguna jalan tol lebih aman tetap berada di jalur normal dibandingkan di jalur lawan arah. ”Risiko kecelakaan di jalur contraflow sangat besar,” ucap Jusri.
Hal itu karena jalurnya yang sempit dan rambu-rambu jalan yang terbalik. Ditambah lagi kejadian kecelakaan di Tol Jakarta Cikampel Km 58 terjadi pada pagi.
Para pengendara dari arah barat kebanyakan berangkat sejak malam atau dini hari dengan kondisi tubuh yang letih. Dengan kondisi ini, risiko kesalahan-kesalahan dalam berkendara semakin besar.
Jusri menyarankan, jika pengendara terpaksa masuk ke jalur contraflow, pengendara harus meningkatkan kewaspadaan dan kedisiplinan. Jika tidak siap atau muncul tanda-tanda keletihan, pengendara sebaiknya menunda perjalanan, beristirahat, atau tetap berada di jalur normal.
Kecepatan kendaraan di jalur contraflow juga harus diperhatikan. Jusri merekomendasikan kecepatan maksimal di jalur contraflow adalah 60 kilometer per jam. Kecepatan ini harus diturunkan jika terjadi kepadatan lalu lintas.
Dalam kondisi kendaraan melaju di jalur contraflow, Jusri juga menyarankan tidak menyalakan lampu hazard karena dianggap berbahaya. Ia menyarankan lebih baik menyalakan lampu sein dan lampu utama jika diperlukan.