Pesan Kerukunan dari Perayaan Idul Fitri Jemaah Masjid Aolia
Jemaah Masjid Aolia memiliki prinsip berdakwah dengan halus, tanpa paksaan, dan tak menjelekkan pihak lain.
Jemaah Masjid Aolia di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merayakan Idul Fitri pada Jumat (5/4/2024). Meski waktunya tak bersamaan dengan sebagian besar umat Islam, perayaan itu membawa pesan kerukunan dan penghargaan terhadap perbedaan.
Sejumlah warga yang mengenakan pakaian muslim mendatangi sebuah bangunan di Dusun Panggang III, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Gunungkidul, Jumat pagi. Begitu sampai di depan gerbang, mereka melepas alas kaki sebelum melangkah masuk. Di bagian dalam bangunan tampak para lelaki yang sebagian besar menggunakan baju koko dan sarung.
Sementara itu, para perempuan yang memakai mukena berkumpul di teras. Sambil duduk bersila, mereka menggemakan seruan takbir untuk memuliakan nama Tuhan. Sekitar pukul 07.00, warga yang tergabung dalam jemaah Masjid Aolia itu bangkit berdiri untuk menunaikan shalat Idul Fitri, dilanjutkan dengan khotbah. Rangkaian ibadah itu digelar tanpa pengeras suara.
Berbeda dengan sebagian besar Muslim lainnya, jemaah Masjid Aolia memang merayakan Idul Fitri pada Jumat ini. Waktu perayaan Idul Fitri itu mengikuti keyakinan Imam Masjid Aolia, KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu. Bangunan tempat warga menunaikan shalat Idul Fitri itu merupakan bagian dari rumah Mbah Benu.
Pagi itu, Mbah Benu menjadi imam sekaligus khatib dalam shalat Idul Fitri di rumahnya. Setelah selesai memimpin shalat, lelaki berusia 82 tahun itu menyampaikan khotbah dalam bahasa Jawa di hadapan jemaahnya.
Selain di rumah Mbah Benu, sebagian jemaah Masjid Aolia menunaikan shalat Idul Fitri di sebuah masjid di Dusun Panggang III. Jumlah jemaah yang mengikuti ibadah tersebut mencapai ratusan orang.
Baca juga: Ikuti Keyakinan Imamnya, Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul Shalat Idul Fitri Hari Ini
Perayaan Idul Fitri oleh jemaah Masjid Aolia itu lebih awal lima hari dari keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menetapkan Idul Fitri jatuh pada 10 April 2024. Waktu Idul Fitri yang ditetapkan Muhammadiyah itu diperkirakan bakal bersamaan dengan penetapan Idul Fitri oleh pemerintah.
Sebelumnya, jemaah Masjid Aolia memulai puasa Ramadhan pada 7 Maret 2024 atau lebih awal lima hari dari awal Ramadhan menurut keputusan pemerintah pada 12 Maret 2024. Perbedaan penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri oleh jemaah Masjid Aolia juga pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Di kalangan jemaah Masjid Aolia, penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri ditentukan oleh Mbah Benu. Namun, Mbah Benu menuturkan, penetapan tersebut tidak dilakukan berdasarkan perhitungan tertentu, melainkan berdasarkan keyakinan dan perjalanan spiritualnya.
Mbah Benu pun tidak mempersoalkan apabila ada pihak lain yang tak sepakat dengan penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri oleh dirinya. Dia pun mengaku akan bersikap baik kepada siapa pun, termasuk pihak-pihak yang tak setuju dengan dirinya.
Baca juga: Jemaah Masjid Aolia Gunungkidul Lebaran Jumat Ini
”Kalau disalahkan orang, tidak apa-apa. Sing percoyo yo tak apiki, sing ora percoyo yo diapiki (Kepada yang percaya saya tetap bersikap baik, kepada yang tidak percaya saya tetap baik),” kata Mbah Benu saat ditemui seusai shalat Idul Fitri.
Mbah Benu menambahkan, jemaah Masjid Aolia tidak hanya ada di Gunungkidul, tetapi juga sejumlah wilayah Indonesia dan negara lain.
”Jemaah itu tidak didaftar, jadi saya tidak tahu jumlah jemaah saya. Di Kalimantan ada, Sulawesi ada, Papua ada, Inggris ada, Malaysia ada, India ada,” katanya.
Pada momen perayaan Idul Fitri itu, Mbah Benu berpesan kepada jemaahnya untuk menjaga kerukunan serta kesatuan dan persatuan. Mereka juga diminta saling menghormati dan tidak saling menyalahkan satu sama lain.
”Baiknya manusia itu saling menghormati, jangan saling membenci. Manusia sama manusia mau diadu, jangan mau. Hancur Indonesia kalau saling bermusuhan,” kata Mbah Benu.
Sejak 1970-an
Keberadaan jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul memiliki sejarah panjang. Putra kelima Mbah Benu, Daud Mustain Billah (40), menuturkan, Mbah Benu sebenarnya berasal dari Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Namun, sejak tahun 1970-an, Mbah Benu pindah ke Dusun Panggang III untuk berdakwah.
Awalnya, kata Daud, Mbah Benu rutin menggelar semacam pengajian di masjid di dusun tersebut. Belakangan, aktivitas keagamaan jemaah Masjid Aolia juga rutin digelar di rumah Mbah Benu.
Menurut Daud, jemaah Masjid Aolia menggunakan pendekatan yang halus dalam berdakwah.
”Kami tidak pernah memaksa, kami tidak pernah menjelekkan-jelekkan, tidak pernah bilang aliran ini salah dan aliran ini benar. Kami mengurus urusan kami sendiri,” kata lelaki yang kerap dipanggil Gus Daud itu.
Oleh karena itu, Daud menyebut, jemaah Masjid Aolia tidak pernah terlibat gesekan dengan pihak lain. Apalagi, dia menuturkan, Mbah Benu sebenarnya tidak ingin dikenal luas.
”Bapak (Mbah Benu) itu sebenarnya sembunyi, tidak mau di-publish,” ujarnya.
Baca juga: Pagi Tadi, Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul Rayakan Idul Fitri 1445 Hijriah
Kepala Dusun Panggang III Agung Setiawan membenarkan hubungan harmonis antara jemaah Masjid Aolia dan warga di luar jemaah itu. Dia menyebut, tidak pernah ada masalah antara warga dan jemaah tersebut.
Apalagi, menurut Agung, Mbah Benu selaku Imam Jemaah Masjid Aolia juga selalu mendukung kegiatan-kegiatan di desa. ”Kalau ada kegiatan di desa, Mbah Kiai sangat mendukung penuh. Tidak pernah ada masalah,” tuturnya.
Agung menambahkan, mayoritas masyarakat di dusun itu merupakan Jemaah Masjid Aolia. Dia menyebut, dari 244 kepala keluarga di Dusun Panggang III, sekitar 190 kepala keluarga di antaranya merupakan Jemaah Masjid Aolia.
Hubungan yang harmonis itu juga tampak dari kehadiran sejumlah anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser), organisasi di bawah Nahdlatul Ulama, untuk mengamankan kegiatan Shalat Idul Fitri yang digelar Jemaah Masjid Aolia.
Pada Jumat pagi, beberapa anggota Banser terlihat hadir di Dusun Panggang III. Mereka berjaga di depan masjid dan rumah Mbah Benu yang menjadi lokasi Shalat Idul Fitri. Sebagian anggota Banser juga terlihat mengatur lalu lintas di sekitar tempat tersebut.
Kami tidak pernah memaksa, kami tidak pernah menjelekkan-jelekkan, tidak pernah bilang aliran ini salah dan aliran ini benar
Komandan Banser Lalu Lintas Rayon Purwosari, Gunungkidul, Gunawan, menuturkan, ada enam anggota Banser yang ikut mengamankan kegiatan Shalat Idul Fitri Jemaah Masjid Aolia. Para anggota Banser itu sudah siaga sejak pukul 05.30.
Menurut Gunawan, hubungan Jemaah Masjid Aolia dengan masyarakat sekitar sangat baik. “Hubungan (Jemaah Masjid Aolia) dengan masyarakat sekitar, Alhamdulillah terjalin dengan baik. Tidak ada gesekan, Alhamdulillah harmonis,” ungkapnya.
Tak bisa memaksa
Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Jauhar Mustofa memaparkan, Jemaah Masjid Aolia mempunyai keyakinan sendiri dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa memaksa mereka mengikuti keputusan pemerintah terkait awal Ramadhan dan Idul Fitri.
”Mereka punya dalil sendiri yang itu diyakini oleh pemimpinnya dan para pengikutnya sehingga pemerintah tidak bisa memaksakan harus mengikuti,” kata Jauhar.
Menurut Jauhar, pada tahun-tahun sebelumnya, Jemaah Masjid Aolia juga pernah merayakan Idul Fitri tidak bersamaan dengan pemerintah. Namun, biasanya selisih perayaan Idul Fitri jemaah itu dengan pemerintah hanya satu sampai dua hari.
”Agak mencolok tahun ini karena bedanya sampai lima hari. Kalau biasanya hanya satu-dua hari, tapi tahun ini agak mencolok sehingga menjadi perhatian,” ujar dia.
Jauhar menambahkan, selama ini, Kemenag sudah beberapa kali melakukan pendekatan ke Mbah Benu sebagai pemimpin Jemaah Masjid Aolia. Ke depan, pendekatan ke jemaah itu juga bakal kembali dilakukan.
Dia memaparkan, perbedaan Jemaah Masjid Aolia dengan umat Islam pada umumnya hanya pada penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Dia menyebut, dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari, Mbah Benu dan jemaahnya lebih dekat dengan tata cara warga Nahdlatul Ulama.
Jauhar juga menyebut, meski ada perbedaan waktu perayaan Idul Fitri oleh Jemaah Masjid Aolia, situasi Gunungkidul tetap kondusif. Perbedaan keyakinan itu diharapkan bisa dihargai oleh semua pihak sehingga tak ada masalah yang timbul.