Ikuti Keyakinan Imamnya, Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul Shalat Idul Fitri
Jemaah Masjid Aolia memiliki keyakinan sendiri dalam penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
WONOSARI, KOMPAS — Ratusan warga yang tergabung dalam Jemaah Masjid Aolia di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merayakan Idul Fitri 1445 Hijriah pada Jumat (5/4/2024) ini. Perayaan Idul Fitri itu mengikuti keyakinan imam masjid jemaah Aolia, KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu.
Pantauan Kompas, Jumat pagi, Jemaah Masjid Aolia menggelar shalat Idul Fitri di sejumlah lokasi di Dusun Panggang III, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Gunungkidul.
Salah satu lokasi untuk menggelar shalat Idul Fitri itu adalah sebuah masjid di Dusun Panggang III. Selain itu, warga Jamaah Aolia juga menggelar shalat Idul Fitri di rumah Mbah Benu.
Sejak sebelum pukul 06.00, warga Jemaah Masjid Aolia berdatangan ke lokasi shalat Idul Fitri. Setelah itu, mereka duduk sambil mengumandangkan ucapan takbir.
Sekitar pukul 07.00, mereka mulai melaksanakan shalat Idul Fitri. Mbah Benu menjadi imam shalat Idul Fitri di rumahnya. Setelah shalat, dia menyampaikan khotbah dalam bahasa Jawa.
Perayaan Idul Fitri oleh Jemaah Masjid Aolia ini lebih awal lima hari dari keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menetapkan Idul Fitri jatuh pada 10 April 2024. Adapun pemerintah belum menetapkan tanggal Idul Fitri.
Sebelumnya, Jemaah Masjid Aolia memulai puasa Ramadhan pada 7 Maret 2024 atau lebih awal lima hari dari awal Ramadhan menurut keputusan pemerintah pada 12 Maret 2024.
Saat diwawancarai, Mbah Benu membenarkan Jemaah Masjid Aolia sudah melaksanakan shalat Idul Fitri pada Jumat ini. Dia mengklaim, Jemaah Masjid Aolia tidak hanya ada di Gunungkidul, tetapi juga sejumlah wilayah Indonesia dan negara lain.
”Jemaah itu tidak didaftar, jadi saya tidak tahu jumlah jemaah saya. Di Kalimantan ada, Sulawesi ada, Papua ada, Inggris ada, Malaysia ada, India ada,” kata Mbah Benu seusai shalat Idul Fitri.
Saat ditanya dasar penetapan Idul Fitri pada Jumat ini, Mbah Benu mengatakan tidak menggunakan perhitungan tertentu. Penetapan Idul Fitri itu hanya berdasarkan keyakinan dan perjalanan spiritualnya.
Mbah Benu juga tidak mempersoalkan apabila ada pihak lain yang tidak sepakat dengan penetapan Idul Fitri itu. Dia pun mengaku akan bersikap baik kepada siapa pun, termasuk pihak-pihak yang tak setuju dengan dirinya.
”Kalau disalahkan orang, tidak apa-apa. Sing percoyo yo tak apiki, sing ora percoyo yo diapiki (Kepada yang percaya saya tetap bersikap baik, kepada yang tidak percaya saya tetap baik),” kata Mbah Benu, yang berusia 82 tahun itu.
Pada momen itu, Mbah Benu juga berpesan kepada para jemaahnya untuk menjaga kerukunan serta kesatuan dan persatuan. ”Jangan menyalahkan orang lain,” katanya.
Hubungan baik
Kepala Dusun Panggang III Agung Setiawan mengatakan, mayoritas masyarakat di dusun itu merupakan Jemaah Masjid Aolia. Dia menyebut, dari 244 kepala keluarga di Dusun Panggang III, sekitar 190 orang di antaranya Jemaah Masjid Aolia.
Agung menuturkan, warga Jemaah Masjid Aolia berhubungan baik dengan warga di luar jemaah itu. Tidak pernah ada masalah antara warga dan jemaah tersebut.
Menurut Agung, Mbah Benu selaku imam Jemaah Masjid Aolia juga selalu mendukung kegiatan-kegiatan di desa. ”Kalau ada kegiatan di desa, Mbah Kiai sangat mendukung penuh. Tidak pernah ada masalah,” tuturnya.
Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Jauhar Mustofa mengatakan, Jemaah Masjid Aolia memang memiliki keyakinan sendiri dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa memaksa jemaah tersebut untuk mengikuti keputusan pemerintah terkait awal Ramadhan dan Idul Fitri.
”Mereka punya dalil sendiri yang itu diyakini oleh pemimpinnya dan para pengikutnya sehingga pemerintah tidak bisa memaksakan harus mengikuti,” kata Jauhar.
Menurut Jauhar, pada beberapa tahun sebelumnya, Jemaah Masjid Aolia juga pernah merayakan Idul Fitri tidak bersamaan dengan pemerintah. Namun, biasanya selisih perayaan Idul Fitri jemaah itu dengan pemerintah hanya satu sampai dua hari.
”Agak mencolok tahun ini karena bedanya sampai lima hari. Kalau biasanya hanya satu-dua hari, tapi tahun ini agak mencolok sehingga menjadi perhatian,” ujar Jauhar.
Dia menambahkan, selama ini, Kemenag sudah beberapa kali melakukan pendekatan ke Mbah Benu sebagai pemimpin Jemaah Masjid Aolia. Namun, ke depan, Kemenag akan kembali melakukan pendekatan ke jemaah itu.
Mereka punya dalil sendiri yang itu diyakini oleh pemimpinnya dan para pengikutnya sehingga pemerintah tidak bisa memaksakan harus mengikuti.
Jauhar memaparkan, perbedaan Jemaah Masjid Aolia dengan umat Islam pada umumnya hanya pada penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Dia menyebut, dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari, Mbah Benu dan jemaahnya lebih dekat dengan tata cara warga Nahdlatul Ulama.