Muhammadiyah Umumkan Hasil Hisab, Ada Kemungkinan Idul Fitri 2024 Serempak
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan tanggal awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha 2024.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan tiga tanggal penting dalam ibadah dan perayaan hari besar umat Islam tahun 2024, yakni awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Ada kemungkinan tanggal Idul Fitri yang ditetapkan Muhammadiyah pada tahun ini sama dengan yang akan ditetapkan oleh pemerintah nanti.
Pengumuman tersebut dilakukan dalam konferensi pers di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu (20/1/2024). Hadir dalam acara itu Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas, serta Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
Sayuti membacakan Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1445 Hijriah itu. Penetapan tersebut berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Maklumat itu menetapkan 1 Ramadhan atau awal puasa bagi umat Islam jatuh pada Senin, 11 Maret 2024. Sementara 1 Syawal atau Idul Fitri dirayakan pada Rabu, 10 April 2024. Adapun 10 Zulhijah atau Idul Adha bertepatan dengan Senin, 17 Juni 2024.
”Demikian maklumat ini disampaikan agar menjadi panduan bagi warga Muhammadiyah dan dilaksanakan sebagaimana mestinya,” ujar Sayuti.
Haedar Nashir menyatakan, pengumuman ini sebagai hal yang lumrah terjadi pada setiap tahun. Ini sebagaimana juga berbagai organisasi Islam, bahkan negara, mengeluarkan kalender hijriah ataupun miladiah (masehi).
Pesan ini justru akan memperkuat niat kita dalam beribadah.
”Jadi, maklumat atau pengumuman Muhammadiyah ini adalah maklumat yang normal terjadi dan dilakukan karena kami menggunakan hisab dengan metode khusus, yakni hisab hakiki wujudul hilal,” katanya.
Haedar menyebut, penegasan ini perlu disampaikan agar tidak lagi menjadi diskusi, apalagi polemik, menyangkut penetapan ini. ”Karena tidak ada yang kami dahului, dan sebaliknya juga tidak ada yang kami tinggalkan,” ucapnya.
Dengan penetapan ini, menurut Haedar, bisa jadi nanti ada perbedaan awal bulan Ramadhan dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun, dia melanjutkan, dimungkinkan ada kesamaan untuk Idul Fitri dan Idul Adha.
Adapun pemerintah belum mengumumkan tanggal hari besar keagamaan itu karena menunggu hasil metode penetapan yang berbeda, yakni rukyat atau melihat posisi hilal untuk menentukan bulan baru hijriah. Metode ini dipakai oleh Nahdlatul Ulama (NU).
Setelah ada hasil metode rukyat itu, Kementerian Agama menggelar Sidang Isbat bersama berbagai ormas Islam, termasuk Muhammadiyah dan NU, untuk mendiskusikan hasil semua metode sebelum menetapkan keputusan. Untuk penetapan 1 Ramadhan, Sidang Isbat biasanya digelar pada tanggal 29 Syaban. Adapun penetapan 1 Syawal dilakukan pada tanggal 29 Ramadhan.
Lebih jauh, Haedar mengatakan, kesamaan ataupun perbedaan itu harus sudah menjadikan kaum Muslimin untuk terbiasa, toleran, tasamuh (menghormati), bahkan tanawwu (perbedaan cara) dalam hal menjalankan ibadah. ”Ini termasuk dalam memulai bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Sehingga pesan ini justru akan memperkuat niat kita dalam beribadah,” ujarnya.
Haedar berpesan, yang tidak kalah penting adalah umat Muslim memaknai ibadah puasa Ramadhan, Idul Fitri, ataupun Idul Adha untuk melahirkan penghayatan dan pengamalan keislaman yang lebih baik.
”Jadi, kalau berbeda, ya, malah tidak perlu ribut, termasuk di media sosial. Apalagi saling menghujat dan saling menyalahkan yang membuat nanti nilai ibadahnya jadi berkurang,” katanya.
Haedar pun mengajak umat menjadikan ibadah-ibadah ini untuk memperkaya spiritualitas dan kesalehan. Selain itu, juga memperkaya relasi hubungan sosial yang damai, toleran, bersatu dalam keragaman, serta membawa umat dan bangsa semakin berkemajuan.