Pembangunan Jembatan Palmerah Larantuka Melengkapi Wisata Religius Semana Santa
Pembangunan Jembatan Palmerah di Larantuka dipastikan terealisasi. Empat lembaga pemerintah dan swasta sepakat.
Pembangunan Jembatan Palmerah, menghubungkan Larantuka dengan Pulau Adonara, bakal menghidupkan berbagai sektor di dua daerah itu. Empat instansi pemerintah dan swasta telah sepakat membangun proyek strategis nasional ini dengan nilai Rp 3 triliun.
Kehadiran jembatan sepanjang 1,6 kilometer itu, selain berdampak ekonomi, juga bakal melengkapi wisata religius Semana Santa—rangkaian Trihari Suci Paskah di Larantuka—sekaligus menjadi destinasi baru.
Agus Ola Tadon (34), nelayan asal Dusun Tanah Merah, Desa Tobi Lota, Kecamatan Wotan Ulumado, Flores Timur, Senin (1/4/2024), mengungkapkan kegembiraan luar biasa setelah membaca berita pembahasan kembali pembangunan jembatan yang menghubungkan Larantuka dengan Adonara. Pria ini mengaku terus mengikuti perkembangan pembangunan jembatan itu.
”Saya dan seluruh masyarakat Adonara mengharapkan pembangunan itu terealisasi. Rencana pembangunan jembatan itu digagas almarhum Gubernur NTT Frans Lebu Raya pada 2016, berhenti setelah berganti kepemimpinan daerah. Tetapi, pada akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pembangunan jembatan kembali digulirkan lagi.
Agus menuturkan, meski jarak Pelabuhan Larantuka dengan Pelabuhan Tobilota hanya ditempuh 15 menit dengan kapal motor, kondisi gelombang di Selat Gonzalu sangat deras. Sering terjadi kecelakaan laut di wilayah itu, terutama saat cuaca buruk. Terkadang pula kapal motor membawa kendaraan roda empat terguling dan masuk ke dalam laut saat kapal itu diterjang gelombang.
Baca juga: Penyeberangan Antarpulau dari Flores Menuju Adonara
Jarak Larantuka-Adonara kurang dari 1 mil atau 1,6 km. Namun, sering pemerintah daerah menutup pelayaran itu saat cuaca buruk, mobilitas warga dan barang pun tersendat. Bahkan, pasien dari Adonara sulit akses ke rumah sakit di Larantuka. Beberapa pasien sakit parah atau gagal melahirkan meninggal dalam perjalanan ke Larantuka.
Penanggung jawab dan perwakilan PT Tidal Bridge Indonesia, Andreas Wellem Koreh, menyatakan telah mengikuti pertemuan dengan Kepala Staf Presiden (KSP) yang membidangi infrastruktur, energi, dan investasi, Febry Calvin Tetelepta, 26 Maret 2024, di Jakarta. Dalam pertemuan, dibahas rencana pembangkit listrik tenaga arus laut sekaligus pembangunan jembatan Palmerah.
Pertemuan dihadiri Direktorat Jembatan Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PT PLN, Dirut PT Tidal Indonesia, dan Pemprov NTT. Pada kesempatan itu, Febry Tetelepta mengatakan, tugas KSP mengawal semua proyek strategis nasional yang belum rampung dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satu di antaranya rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Arus laut (PLTAL) Larantuka yang sudah lebih dari 8 tahun, tetapi belum direalisasikan.
Ia menyebutkan, PLTAL Larantuka pernah masuk dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL, 2019-2028). Namun, sempat dikeluarkan dari RUPTL 2021-2030 karena feasibility study dari PT Tidal Bridge belum memenuhi kelayakan ekonomi dari PLN.
Belanda-Indonesia
Namun, proyek ini juga dalam kerangka kerja sama Pemerintah Belanda dengan Indonesia sehingga dalam RUPTL 2024-2033, PLTA Larantuka kembali dimasukkan.
Baca juga: Cerita Pagi di Larantuka
Selain itu, PLTA Larantuka telah mendapatkan komitmen pembiayaan dari Bank Pembangunan Belanda (FMO). PT Tidal Bridge membutuhkan jembatan karena turbin pembangkit energi listrik akan dipasang di badan jembatan, yang menghubungkan Pulau Flores dengan Pulau Adonara.
Dikatakan, pembicaraan sudah mengerucut, akan ada kerja sama empat pihak, yakni Kementerian PUPR, Pemprov NTT, PT Tidal Bridge, dan PT PLN. Kajian dari BRIN, potensi arus laut di selat ini menghasilkan listrik 300 megawatt.
”Tahap awal, PT Tidal Bridge membangun power plant dengan kapasitas 40 MW, dibangun secara modular, artinya bisa dikembangkan duplikasinya sesuai perkembangan kebutuhan listrik di Pulau Flores, Adonara, dan sekitarnya,” kata Andreas.
Biaya pembangunan PLTAL Larantuka ini sekitar Rp 3 triliun, dari FMO, dalam bentuk pinjaman lunak, dengan durasi pinjaman 20 tahun. Jika sudah dilakukan front end engineering and desaign (Feed), FMO akan memberikan hibah senilai 35 persen dari total pembiayaan, sisa pinjaman 65 persen. Usia jembatan itu didesain untuk 50 tahun ke depan.
Dengan demikian, dalam pembangunan itu Pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Jembatan dan power plant-nya akan membiayai dirinya sendiri, dengan revenue dari hasil penjualan listriknya yang dimanfaatkan oleh PLN.
Baca juga: Jalanan Mulus yang Lama dirindukan di Pulau Adonara
Dirut PT Tidal Bridge Latief Gau mengatakan, Indonesia memiliki potensi arus laut sangat besar. Sebagai negara kepulauan, Indonesia diapit dua samudra sehingga memiliki selat-selat, dengan arus laut sangat besar untuk digunakan sebagai energi. Potensi arus laut ini sudah digunakan sejak abad ke-12 di Belanda, di United Kingdom, Perancis, Portugal, dan Korea.
Ramah lingkungan
Semua turbin yang ditanam di dasar laut menjadi turbin yang mengapung di permukaan laut. Salah satunya adalah screw turbin, ramah lingkungan, dengan diameter sekitar 8 meter sehingga memenuhi standar Green Peace.
Keberadaan turbin ini tidak mengganggu atau merusak biota laut, termasuk ikan-ikan yang ada di selat tersebut. Turbin digantung di badan jembatan dengan model seperti ”laci meja”, yang untuk pemeliharaannya bisa dimasukkan atau dikeluarkan dari kolong jembatan.
Larantuka jika dilihat dari Adonara pada malam hari sangat bagus. Apalagi jika ada hotel yang dibangun di sana, tamu-tamu memilih menginap di Adonara.
Panjang jembatan 800 meter, terdiri dari 250 meter arah Larantuka dan 150 meter dari arah Adonara, sebagai jembatan sipil atau civil bridge, sedangkan 400 meter di tengahnya adalah jembatan Tidal atau Tidal Bridge. Di segmen 400 meter ini, turbin akan digantungkan untuk menghasilkan energi listrik.
Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PT PLN Hartanto Wibowo mengatakan, energi yang dihasilkan oleh arus dan gelombang laut adalah energi yang sangat potensial untuk mendukung program pemerintah, di mana saat ini Indonesia dalam masa transisi energi. Selama ini terjadi hambatan soal bagaimana memadukan investasi jembatan dan energi arus laut.Namun, dengan kesepakatan kerja sama empat pihak, maka hambatan itu sudah diselesaikan.
Baca juga: Jembatan Suramadu Bakal Jadi Ikon Wisata Baru
Kementerian PUPR sebagai penanggung jawab teknik dan pemilik jembatan, PT PLN dan financial arranger. Harga jual listrik yang dihasilkan dari teknologi ini semula Rp 1.750 per Kwh atau 11 sen dollar AS, kemudian disepakati menjadi Rp 1.200 per kWh atau 7 sen dollar AS. Harga jual ini dinilai sangat atraktif dan layak diterima PLN. Secara administratif, PLTAL Larantuka juga sudah masuk dalam RUPTL 2019-2028.
”PLN berharap nota kesepahaman bersama empat pihak ini segera terealisasi untuk dimulainya pembangunan PLTAL Larantuka ini. Ini menjadi PLTAL pertama di Indonesia dan akan menjadi PLTAL pertama terbesar di Asia Tenggara. Kepemilikan jembatan ada di Kementerian PUPR,” kata Hartanto.
Kementerian PUPR berharap agar desain jembatan oleh PT Tidal Bridge akan di-review Kementerian PUPR, dalam hal ini Dirjen Bina Marga.Amdal sesuai standar Indonesia dan standar internasional sudah dilakukan, dengan kesimpulan jembatan dan PLTAL Larantuka layak dibangun dan layak lingkungan. Pertemuan itu pula menyepakati pembahasan draf MOU empat pihak dilakukan pada Kamis (4/4/2024).
Penjabat Bupati Flores Timur Doris Rihi menyatakan telah mendapat undangan pertemuan di Jakarta, 4 April 2024 tersebut.
Ia berharap Jembatan Palmerah dengan PLTAL ini segera dimulai karena masyarakat sangat menantikan kehadiran jembatan dan PLTAL tersebut.
Baca juga: Semana Santa, Sebuah Ruang Kebersamaan di Larantuka
”Jembatan ini sangat strategis untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Flores dan Lembata umumnya, terutama masyarakat Larantuka dan Adonara. Mobilisasi masyarakat dan barang lebih lancar. Setiap kendaraan dari Labuan Bajo, Ruteng, Borong, Bajawa, Mbay, Ende, dan Maumere tidak lagi berhenti di Larantuka, tetapi bisa melanjutkan perjalanan sampai ke wilayah ujung Adonara bagian timur, atau sebaliknya,” katanya.
Raja Larantuka Don Martinus DVG mengatakan, pembangunan jembatan itu juga bagian dari rencana pemerintah menjadikan Semana Santa sebagai ikon Katolik nasional. Jika jembatan itu terealisasi, infrastruktur, sarana, dan prasarana penyambutan tamu-tamu peserta wisata religius Semana Santa tidak sulit lagi. Jembatan itu melengkapi wisata religius Semana Santa, perayaan pekan suci Paskah.
Listrik dan air bersih semakin mudah didapatkan. Pembangunan hotel dan tempat penginapan lain bisa terletak di Pantai Tanah Merah dan sekitarnya. Tamu-tamu bisa lalu lalang Larantuka-Adonara, bahkan sampai ke Lembata.
”Larantuka jika dilihat dari Adonara pada malam hari sangat bagus. Apalagi jika ada hotel yang dibangun di sana, tamu-tamu memilih menginap di Adonara,” kata Don Martinus.