Diancam Kebakaran Hutan Saat Kemarau, Diintai Petir Ketika Hujan
Fenomena iklim terjadi di Kalteng. Mulai dari peningkatan suhu udara hingga petir menyambar. Warga diminta berhati-hati.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
Aneka fenomena iklim memberi banyak dampak bagi warga Kalimantan Tengah. Ekuinoks yang terjadi baru-baru ini memberikan suhu udara lebih tinggi. Beruntung, terjadi di musim hujan, hal itu tidak ikut memicu kebakaran hutan yang lazim terjadi.
Akan tetapi, musim hujan tidak seramah itu. Kini, giliran petir dan kilat datang silih berganti. Banyak orang panik. Ada juga nyawa yang terenggut akibat disambar petir.
Pada 18-20 Maret, beberapa kota di Pulau Kalimantan, termasuk Kalteng, terdampak fenomena hari tanpa bayangan atau ekuinoks. Di Palangkaraya, ibu kota Kalteng, dampaknya muncul lewat hawa panas lebih menyengat dari sebelumnya.
”Saya baru tahu ada fenomena itu, tapi memang panas banget saat itu,” ungkap Nopri (32), warga Kereng Bangkirai, Kota Palangkaraya, Jumat (29/3/2024).
Prakirawan Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya Lian Adriani menjelaskan, ekuinoks merupakan fenomena astronomi ketika matahari melintasi garis khatulistiwa.
Di saat itu, ekuinoks bisa ditandai dengan bayangan yang hilang pada pukul 12.00 atau saat matahari berada di atas kepala. Fenomena tahunan ini, lanjut Lian, berlangsung selama dua kali dalam setahun, Maret dan September.
Tak hanya membuat suhu panas maksimal di daerah ekuator atau khatulistiwa, fenomena itu juga sebagai penanda pergantian musim. Ekuinoks Maret, seperti dikutip dari Livescience, Selasa (19/3/2024), adalah tanda akhir musim dingin yang beku dan datangnya musim semi yang hangat di belahan Bumi utara.
Karena itu, fenomena ekuinoks Maret itu mereka sebut sebagai titik musim semivernal/spring equinox. ”Masyarakat tak perlu khawatir dengan fenomena itu. Cukup menjaga daya tahan tubuh agar lebih maksimal menjalani hari,” kata Lian.
Lian menambahkan, suhu udara minimum di Kota Palangkaraya selama 30 tahun terakhir dalam analisis Stasiun Meteorologi Palangkaraya hanya 21 derajat celsius, sedangkan suhu maksimum berkisar 35-36 derajat celsius.
Saat ekuinoks melanda pada Maret lalu, suhu mencapai 36 derajat. Namun, itu hanya terjadi pada 20-21 Maret, setelah itu turun ke 35 derajat.
Saat ini, kata Lian, Kota Palangkaraya dan sebagian besar wilayah di Kalteng justru sedang dilanda musim hujan. Hal ini terjadi sejak akhir tahun lalu.
Petir
Kali ini, masalah utama yang perlu diantisipasi adalah banjir, angin ribut, dan petir. Banjir kerap terjadi karena intensitas hujan yang begitu tinggi.
”Angin disertai kilat dan petir itu akan terjadi selama tiga hari ke depan,” ungkap Lian.
Ancaman itu nyata. Peristiwa yang terjadi pada Rabu (27/3/2024), misalnya, dialami Syahrul (32) saat menepi di sebuah toko kelontong di Jalan Yos Sudarso, Kota Palangkaraya, bersama belasan pengendara sepeda motor lainnya. Mereka meneduh karena hujan yang tumpah begitu deras.
Tak sampai 10 menit, tiba-tiba duarrr…! kilat menyambar. Pada saat yang sama meteran listrik di toko kelontong dan ritel di sebelahnya terbakar. Listrik pun padam.
Di sini petirnya menyambar-nyambar, mungkin karena banyak rumah dan gedung di sini belum pakai penangkal petir.
Suara kencang itu membuat warga ketakutan. Warga berlarian menjauh dari tiang listrik yang berjarak sekitar dua meter dari mereka.
Listrik padam setidaknya selama dua menit, lalu menyala kembali. Semua orang kemudian mematikan telepon pintar mereka. Si empunya warung pontang-panting mematikan router Wi-Fi miliknya di atas regel toko.
”Ini sudah dua kali saya ketemu petir macam begini selama tinggal di Palangkaraya,” kata Syahrul.
Hal ini mengingatkan pengalaman Syahrul empat tahun lalu. Tak jauh dari tempatnya berteduh ada satu orang meninggal disambar petir.
Tahun berikutnya, satu orang juga tersambar petir di ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah saat sedang mengerjakan jembatan, juga di Jalan Yos Sudarso. Tahun 2023, lima orang tersambar petir di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, saat berteduh di bawah pohon sawit. Dua orang tewas pada kejadian tersebut.
”Di sini petirnya menyambar-nyambar, mungkin karena banyak rumah dan gedung di sini belum pakai penangkal petir,” ujar Syahrul.
Sehari sebelumnya, petir juga menyambar begitu dahsyat. Di Jalan Simpei Karuhei, setidaknya lima router di satu kompleks perumahan terbakar.
Salah satu routerWi-Fi milik Agung (36) terbelah. ”Petirnya datang seperti suara ledakan, lalu mati lampu,” ungkap Agung yang saat ditemui sedang memperbaiki router-nya.
Prakirawan lain dari Stasiun Meteorologi Palangkaraya, Alfandy, menjelaskan, berdasarkan analisis angin terdapat daerah konvergensi atau pertumbuhan awan pembawa hujan di wilayah Kalteng bagian barat, termasuk Kota Palangkaraya.
Kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di sekitar wilayah tersebut. Karena tiap awan membawa partikel positif dan negatif, lalu berkumpul dan saling bergesekan menciptakan petir.
”Didukung kelembaban udara yang cukup basah, kondisi ini menunjukkan kadar air cukup banyak sehingga berpotensi mendukung pertumbuhan awan di wilayah Kalteng. Semakin banyak awan itu, semakin banyak pula petir yang tercipta,” kata Afandy.
Saat alam makin tidak ramah, tinggal di Kalteng terasa semakin pelik. Api kecil di musim kemarau memicu kebakaran hutan. Saat musim hujan, tidak hanya banjir yang datang, petir pun menyambar