Laju DBD di Jabar Sentuh 11.179 Kasus, 105 Penderita Meninggal
Jumlah kematian terbanyak ada di Kota Bandung dengan 1.741 kasus.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Lonjakan kasus demam berdarah dengue di Jawa Barat telah mencapai 11.729 orang hingga akhir Maret. Sebanyak 105 penderita di antaranya meninggal karena terlambat mendapatkan penanganan medis.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menyebutkan, sebanyak 11.729 kasus demam berdarah dengue (DBD) terjadi dari Januari hingga 25 Maret 2024. Angka 11.729 kasus tersebar di 27 kabupaten dan kota wilayah Jawa Barat.
Jumlah kematian terbanyak ada di Kota Bandung dengan 1.741 kasus, Kabupaten Bandung Barat (1.143), dan Kota Bogor (939). Tingkat kematian terendah ada di Kabupaten Subang dengan 15 orang, Kabupaten Bandung 14 orang, dan Kabupaten Bandung Barat 11 orang.
”Tren kasus DBD di Jawa Barat pada Januari sebanyak 4.714 kasus, Februari 5.682 kasus, dan Maret 1.333 kasus. Jumlah kasus tertinggi pada Februari,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat Rochady Hendra Setia Wibawa di Kota Bandung, Kamis (28/3/2024).
Rochady menuturkan, jumlah kasus kematian akibat DBD tertinggi pada Februari, yakni 60 penderita. Sementara kasus kematian akibat DBD pada Januari sebanyak 28 orang dan Maret 17 orang.
Ia pun memaparkan, berdasarkan klasifikasi umur, penderita berusia 15-44 tahun yang tertinggi terjangkit DBD, yakni sebanyak 5.064 kasus. Sementara jumlah kasus kematian didominasi anak-anak berusia 5-14 tahun sebanyak 59 orang.
Adapun DBD disebabkan gigitan nyamuk Aedes aegypti. Gejala-gejala DBD, antara lain, demam, sakit kepala, ruam pada kulit, sakit pada persendian, muntah terus-menerus, dan mimisan.
”Banyak penderita DBD yang meninggal tersebut sebelumnya dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi kritis," kata Rochady.
Ia mengungkapkan, mayoritas anak yang terserang DBD karena daya tubuh yang lemah. Sejumlah faktor penyebab adalah kurangnya asupan makanan yang bergizi dan vitamin serta berada di lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan DBD, antara lain, rumah, kompleks pemukiman, dan sekolah.
”Anak usia 5-14 tahun dengan jumlah terbanyak kasus kematian. Orangtua wajib menyiapkan upaya pencegahan DBD. Salah satunya terdapat juru pemantau jentik di setiap rumah untuk menguras tempat penampungan dan membersihkan wadah yang tergenang air karena menjadi tempat reproduksi nyamuk,” katanya.
Saat ini ada dengue tanpa tanda bahaya, dengan tanda bahaya, dan dengue berat.
Dalam rilis Majelis Perwakilan Rakyat, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berpendapat, pemerintah daerah harus meningkatkan kecepatan pencegahan dan penanganan DBD kasus demam berdarah di wilayahnya. Upaya ini untuk menekan angka kematian akibat penyakit yang ditemukan di Indonesia sejak 1968 itu.
”Kecepatan penanganan kasus DBD salah satu kunci untuk meningkatkan angka kesembuhan dan menekan angka kematian. Dibutuhkan penanganan yang menyeluruh menghadapi lonjakan kasus DB di sejumlah daerah di Tanah Air,” kata Lestari.
Staf Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Jatnika Setiabudhi menjelaskan, DBD harus diwaspadai karena sering kali tidak menimbulkan gejala yang tampak di luar. ”Saat ini ada dengue tanpa tanda bahaya, dengan tanda bahaya, dan dengue berat. Itu harus dideteksi dini sebagai upaya untuk menekan kematian,” ujarnya.Baca juga: Kasus DBD di Jabar Sentuh 10.000, 95 di Antaranya Meninggal
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin menginstruksikan semua rumah sakit siaga menghadapi DBD. Pihak dinkes juga diimbau mengedukasi masyarakat agar potensi penyakit ini bisa dikurangi.
”Sebagai langkah preventif, saya meminta dinkes dan puskesmas mengedukasi masyarakat. Layanan kesehatannya juga agar bersiap siaga. Yang penting, kami terus ingatkan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan,” ujarnya.