Angka itu tertinggi dari total 95 kasus kematian di Jawa Barat.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jumlah anak yang terserang demam berdarah dengue di Provinsi Jawa Barat dalam tiga bulan terakhir mencapai 4.466 kasus. Sebanyak 71 anak di antaranya meninggal.
”Ada 71 anak yang meninggal akibat demam berdarah dengue (DBD) di Jawa Barat. Angka ini yang tertinggi dari total 95 kasus kematian di Jawa Barat,” kata Kepala bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jawa Barat Rochady Hendra Setia Wibawa di Bandung, Kamis (21/3/2024).
Rochady memaparkan, anak yang meninggal karena terserang DBD meliputi tiga rentang usia. Pertama usia di bawah 1 tahun dengan 196 kasus DBD dan 4 anak meninggal.
Rentang umur kedua adalah 1-4 tahun dengan 936 kasus DBD dan 15 anak meninggal. Terakhir, usia 5-14 tahun dengan 3.334 kasus DBD dan 52 anak meninggal.
”Anak dengan rentang usia 5-14 tahun dengan jumlah terbanyak kasus perhatian. Hal ini wajib diwaspadai orangtua untuk menyiapkan upaya pencegahan DBD yang benar,” kata Rochady.
Ia menuturkan, pemicu anak mudah terserang DBD karena daya tubuh yang lemah. Sejumlah faktor penyebab adalah kurangnya asupan makanan yang bergizi dan vitamin.
Faktor lainnya adalah anak berada di lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan DBD oleh nyamuk Aedes aegypti. Lingkungan tersebut, antara lain, rumah, kompleks pemukiman dan sekolah terdapat genangan air itu yang menjadi tempat hidup ideal nyamuk.
”Hingga kini belum ada obat antivirus DBD. Diperlukan upaya pencegahan dengan menyediakan lingkungan yang bersih dan tanpa genangan air, pemberian makanan bergizi, serta asupan vitamin bagi anak terutama yang sedang belajar untuk berpuasa pada bulan Ramadhan,” tuturnya.
Hal terpenting yang harus diwaspadai adalah renjatan (kegagalan peredaran darah).
Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Hartono Gunardi, dalam pemberitaan Kompas.id, 5 Februari 2023, mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak rentan terserang DBD.
Saat anak yang pernah menderita DBD terinfeksi kembali, tubuhnya akan semakin rentan. Selain itu, obesitas dan komorbid bawaan cenderung memperparah kondisi DBD.
Oleh karena itu, orangtua diminta mewaspadai gejala DBD yang muncul pada anaknya, antara lain demam, bintik kemerahan, nyeri sendi dan otot, dan perdarahan.
Saat gejala tersebut muncul, orangtua perlu membawa anaknya ke rumah sakit atau puskesmas terdekat untuk dirawat. Semakin cepat deteksi dan penanganan, kian tinggi pula tingkat kesembuhannya.
”Hal terpenting yang harus diwaspadai adalah renjatan (kegagalan peredaran darah),” kata Hartono.
Pada renjatan tahap awal masih memungkinkan pasien untuk pulih kembali. Akan tetapi, saat memasuki tahap parah, kondisi organ pasien akan mengalami kerusakan dan sulit untuk pulih kembali. Hal ini sangat menurunkan peluang hidup pasien.
Tiga kali
Ia menambahkan, tren kasus DBD di Jawa Barat pada tahun ini meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.
”Sebanyak 1.600 kasus DBD di Jawa Barat pada Februari tahun 2023 lalu. Sementara pada Februari tahun ini, penderita DBD mencapai 5.172 kasus,” ujarnya.
Data Dinas Kesehatan Jabar menyebutkan, tercatat 10.428 penderita DBD selama tahun 2024. Sebanyak 95 di antaranya meninggal.
Kasus terbanyak ada di Kota Bandung dengan 1.301 kasus, Kabupaten Bandung Barat 955 kasus, dan Kota Bogor 939 kasus. Sementara jumlah kematian tertinggi ada di Kabupaten Bandung dengan 14 orang, Kabupaten Subang 13 orang, dan Kabupaten Bandung Barat 8 orang.
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin menginstruksikan semua rumah sakit siaga menghadapi DBD. Pihak dinkes juga diimbau mengedukasi masyarakat agar potensi penyakit ini bisa dikurangi.
”Sebagai langkah preventif, saya meminta dinkes dan puskesmas mengedukasi masyarakat. Layanan kesehatan juga agar bersiap siaga. Yang penting, kami terus ingatkan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan,” ujarnya.