Dua Orang Jadi Tersangka Kasus Tewasnya Remaja akibat Perang Sarung
Dua remaja yang terlibat perang sarung di Kabupaten Lampung Selatan dijadikan tersangka.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Dua remaja yang terlibat perang sarung di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus meninggalnya Levino Rafa Fadila (14). Selain memukul korban dengan sarung yang telah dikeraskan, kedua remaja itu juga menendang korban saat bermain perang sarung.
Levino tewas setelah terlibat perang sarung antarremaja di sekitar tempat tinggalnya pada Senin (18/3/2024) malam di Jalan Kecapi-Pematang, Desa Kecapi, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, sekitar pukul 22.00.
Saat itu, sekelompok remaja dari Desa Kecapi dan Desa Pematang berkumpul dan bermain perang sarung. Korban yang ikut dalam permainan perang sarung tersebut secara tiba-tiba terkapar. Korban dibawa ke rumah sakit sebelum akhirnya dinyatakan meninggal.
Kepala Kepolisian Resor Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Yusriandi Yusrin mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah polisi melakukan rangkaian penyelidikan. Polisi menyita barang bukti berupa dua buah sarung, pakaian, dan sandal jepit milik kedua tersangka yang digunakan saat perang sarung.
”Setelah proses penyidikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang ada, penyidik menetapkan dua orangtersangka, yaitu DAA berusia 19 tahun dan F yang berusia 16 tahun atau masih anak-anak,” kata Yusriandi saat dihubungi pada Selasa (26/3/2024).
Menurut dia, ajakan perang sarung itu dilontarkan anak-anak dari Desa Kecapi melalui pesan Whatsapp ke salah satu anak dari Desa Pematang. Anak-anak dari kedua desa itu lalu bertemu secara berkelompok untuk bermain perang sarung. Warga sekitar membubarkan mereka, tetapiperang sarung tetap berlanjut.
Saat perang sarung, korban terkena sabetan sarung milik dua tersangka pada bagian dada dan kepala. Tersangka diduga memukul dengan menggunakan sarung yang sudah digulung dan dikeraskan sehingga menyerupai benda tumpul.
Selain itu, mereka juga diduga menendang kaki dan punggung korban. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, hasil autopsi oleh tim forensik di RS Bob Bazar menyimpulkan, korban mengalami mati lemas akibat trauma benda tumpul di kepala. Selain itu, ditemukan pula luka memar pada bagian punggung dan lutut.
Setelah kejadian itu, Polres Lampung Selatan mengimbau agar masyarakat menghentikan permainan perang sarung. Pihaknya mengajak agar semua pihak menjaga dan mengawasi anak-anak saat bermain di luar rumah. Pihaknya juga meningkatkan patroli selama Ramadhan untuk mencegah terjadinya aksi kenakalan remaja.
Dosen pengajar Hukum dan Kriminologi Universitas Lampung, Heni Siswanto, berpendapat, saat ini anak-anak cenderung kehilangan rasa untuk saling menjaga etika, empati, dan moral. Kondisi itulah yang membuat kenakalan remaja yang dilakukan sering kali berakibat fatal.
Perang sarung antarkelompok seperti yang terjadi di Lampung Selatan dipandang sebagai cara para remaja itu untuk menunjukkan eksistensinya. Mereka ingin dianggap tangguh, punya nyali, dan mampu bertahan oleh teman-temannya.
Saat ini anak-anak cenderung kehilangan rasa untuk saling menjaga etika, empati, dan moral. Kondisi itulah yang membuat kenakalan remaja yang dilakukan sering kali berakibat fatal.
Sayangnya, anak-anak itu tidak hanya menggunakan sarung saat bermain perang-perangan. Ada yang iseng menyisipkan benda-benda keras, seperti batu atau besi, di dalam sarung yang digunakan. Para remaja tersebut juga tidak memahami risiko buruk atas perbuatannya.
Heni mengamati, sebelumnya anak-anak sering berkumpul dan bermain petasan seusai shalat Tarawih atau sebelum sahur. Saat petasan dilarang, para remaja mencari jenis-jenis permainan baru untuk bisa berkumpul dengan teman-temannya, salah satunya dengan bermain perang sarung. Namun, permainan itu kini berkembang menjadi cara baru untuk tawuran.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Puji Raharjo prihatin dengan peristiwa tersebut. Peristiwa ini menjadi alarm agar para orangtua dan semua pihak meningkatkan kepedulian pada anak-anaknya saat bermain di luar rumah.
”Kami tentu mengajak semua masyarakat agar mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan positif. Pengurus pondok pesantren dan pengurus masjid harus sama-sama mengajak para remaja untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat,” kata Puji.