Satu warga meninggal dunia akibat leptospirosis di Boyolali, Jateng. Itu temuan kasus kedua sepanjang 2024.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS — Seorang warga Boyolali, Jawa Tengah, dilaporkan meninggal akibat leptospirosis. Temuan ini baru diketahui setelah warga itu mengembuskan napas terakhir. Masyarakat diingatkan kembali supaya menjaga pola hidup bersih dan sehat.
”Ada satu kasus di Maret ini yang dialami seorang laki-laki berusia 57 tahun asal Kecamatan Nogosari,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Puji Astuti, saat dihubungi, Senin (25/3/2024).
Puji mengatakan, warga itu mulai menunjukkan gejala seperti demam, pusing, dan diare pada Minggu (10/3/2024). Dia mencoba mengobati sakitnya dengan membeli obat di apotek. Berselang beberapa hari, warga yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu sembuh dan kembali beraktivitas di sawah.
Selanjutnya, pada Jumat (15/3/2024), Puji mengatakan, warga itu kembali mengeluh sakit. Gejalanya kali ini berupa nyeri otot, mual, muntah, hingga sesak napas. Oleh keluarganya, dia dibawa ke Puskesmas Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar, Jateng.
”Karena ruangan di sana penuh, dia pulang. Tidak jadi dirawat. Akhirnya balik ke rumah. Lalu, dia disarankan buat dirujuk ke rumah sakit,” kata Puji.
Kemudian, warga itu dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Ibu Fatmawati Soekarno Surakarta pada 20 Maret. Namun, kondisi pasien itu terus menurun hingga meninggal pada 21 Maret. Hasil pemeriksaan laboratorium juga menunjukkan pasien itu positif leptospirosis.
”Kami baru mengetahui kasus itu setelah ada pelaporan kematian karena kasus ini tidak melalui puskesmas-puskesmas kami. Setelah dari rumah sakit baru kami dapat informasinya,” kata Puji.
Berapa pun kasusnya, kalau (penyakit) ini menimbulkan fatalitas, tetap kami anggap sebagai sebuah ancaman. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dengan menjaga kebersihan. Kami juga akan melakukan surveilans.
Kasus leptospirosis yang dilaporkan Maret itu menjadi kasus kedua sepanjang 2024. Kasus pertama ditemukan pada Februari. Namun, kasus itu berhasil disembuhkan setelah menjalani perawatan.
Dilihat dari laporan tahunan, ada tren kenaikan angka kematian penderita leptospirosis di Boyolali. Pada 2022 tercatat tiga orang meninggal dari 17 kasus. Jumlah kasus kematian akibat leptospirosis naik menjadi empat kasus dari 15 kasus yang dilaporkan pada 2023.
”Berapa pun kasusnya, kalau (penyakit) ini menimbulkan fatalitas, tetap kami anggap sebagai sebuah ancaman. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dengan menjaga kebersihan. Kami juga akan melakukan surveilans,” kata Puji.
Sebelumnya, Kota Surakarta juga sempat digegerkan temuan dugaan kasus leptospirosis. Itu berawal dari meninggalnya seorang warga berinisial SH (60) dari Kecamatan Banjarsari pada 20 Maret 2024.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Surakarta Tenny Setyoharini mengatakan, pasien itu sempat menjalani perawatan di rumah sakit pada 19 Maret. Namun, gejala sakit seperti demam, nyeri otot, dan muntah-muntah sudah dirasakan pasien tersebut sejak 17 Maret.
Menurut Tenny, gejala sakit yang ditunjukkan pasien mengarah pada penyakit leptospirosis. Oleh karena itu, menurut dia, tim dokter meminta pasien itu menjalani rapid diagnostic test leptospira.
”Tesnya juga tanggal 19 Maret 2024. Hasilnya langsung keluar saat itu juga, yaitu negatif,” kata Tenny.
Persoalannya, jelas Tenny, ada semacam kesalahpahaman antara pihak keluarga soal jenis penyakit yang diderita pasien. Anggota keluarga pasien menceritakan bahwa penyakit yang dialami si pasien adalah leptospirosis. Cerita itu turut diunggah di media sosial X. Kabar itu ramai diperbincangkan publik.
Padahal, ungkap Tenny, sepanjang 2024 baru ada satu temuan kasus leptospirosis. Kasus itu baru dilaporkan Februari lalu. Penderita penyakit itu berhasil sembuh dan berkegiatan kembali seperti biasa.
Meski begitu, temuan kasus leptospirosis di Surakarta tetap perlu menjadi perhatian. Pada 2023 terdapat delapan kasus dilaporkan. Dari jumlah tersebut sebanyak empat kasus meninggal.
”Jika terjangkit, bisa menyebabkan gagal ginjal sampai meningitis. Jadi, otak dan ginjal itu ikut terserang. Itulah yang menyebabkan kematian kepada warga,” kata Tenny.
Dengan keadaan itu, Tenny meminta masyarakat terus mewaspadai penularan penyakit itu. Mereka didorong untuk menjaga kebersihan lingkungan. Pasalnya, pemicu penularan adalah kencing tikus.
”Sebetulnya ini bukan hal baru. Jadi, memang kadang-kadang di tempat kumuh potensi itu bisa saja terjadi. Masyarakat diharapkan meningkatkan kebersihan lingkungannya. Setelah beraktivitas juga sebaiknya cuci tangan di air mengalir,” kata Tenny.