Kasus Leptospirosis Meningkat, Masyarakat Diminta Waspada
Pada tahun 2022, kasus leptospirosis meningkat signifikan sebanyak tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Kewaspadaan masyarakat yang berada di titik rawan banjir perlu ditingkatkan.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus leptospirosis terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. Masyarakat diminta untuk menerapkan pola hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungan.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis akut akibat bakteri leptospira yang menyebar melalui urine atau darah hewan terinfeksi. Beberapa hewan perantara penyebaran bakteri tersebut adalah tikus, sapi, anjing, dan babi. Leptospirosis dapat menyebar melalui air dan tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri leptospira.
Dari tahun 2018 sampai 2021, laporan kasus leptospirosis berada di bawah angka 1.000. Lalu, kenaikan signifikan kasus leptospirosis terjadi pada tahun 2022, yakni hampir mencapai tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Rasio kematian akibat leptospirosis pada tahun tersebut sebesar 9,8 persen.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menyampaikan, masyarakat perlu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Hal itu dilakukan dengan mencuci kaki, tangan, serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah beraktivitas di lingkungan yang tercemar dengan urine tikus atau hewan lainnya.
”Dari laporan kasus yang diterima Program Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Kemenkes sejak tahun 2011 sampai Februari 2023, jumlah kasus tertinggi dilaporkan pada tahun 2022, yaitu sebanyak 1408 kasus. Sementara jumlah kematian tertinggi terjadi pada tahun 2018, yaitu sejumlah 150 kasus,” kata Imran di Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Beberapa gejala yang menunjukkan seseorang terkena penyakit leptospirosis adalah demam akut lebih dari 38,5 derajat celsius dan disertai dengan nyeri kepala yang hebat. Lalu, ada juga gejala nyeri otot, kondisi fisik lesu, nyeri betis, batuk kering, sesak napas, manifestasi darah, iritasi, gangguan ginjal, serta gangguan irama jantung.
Adapun gejala-gejala tersebut disertai dengan riwayat kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi leptospira. Kontak tersebut dapat terjadi melalui medium air, lumpur, tanah, dan rumput tercemar urine tikus yang terinfeksi.
”Seseorang yang dalam kondisi tertentu, seperti luka di badan serta perawatan luka yang tidak baik di daerah yang banyak genangan air, potensi terkena leptospirosisnya besar. Selain itu, bakteri ini juga dapat masuk melalui selaput lendir atau mukosa,” lanjutnya.
Secara terpisah, dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropik-infeksi Rumah Sakit Hermina Pandanaran Semarang, Muchlis Achsan Udin Safro, menyampaikan, dokter biasanya akan memberikan obat penurun panas dan obat untuk mengatasi leptospirosis. Sebagian pasien terpaksa dirawat di rumah sakit karena ada gejala kuning dan infeksi telah menyebar di seluruh tubuh.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan turut mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor PV.03.04/C/5222/2022 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Leptospirosis. SE tersebut ditujukan terhadap para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.
Lalu, SE tersebut diperkuat kembali dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor PV.03.06/C/961/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Leptospirosis. Beberapa wilayah rawan atau dengan jumlah kasusnya yang meningkat, antara lain, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penyakit leptospirosis sangat berbahaya bagi manusia. Infeksi bakteri leptospira tidak boleh dianggap enteng.
Penanganan wilayah
Beberapa waktu lalu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tergenang banjir selama 10 hari. Kepala Dinas Kesehatan Bekasi Alamsyah menyebut, sampai saat ini masih, belum ada laporan kasus leptospirosis baik dari puskesmas (FKTP) maupun dari rumah sakit . Walakin, Dinkes Kabupaten Bekasi tetap mengimbau masyarakat agar tetap waspada dan mencegah penyakit leptospirosis.
”Penyakit leptospirosis sangat berbahaya bagi manusia. Infeksi bakteri leptospira tidak boleh dianggap enteng atau hanya dianggap penyakit infeksi biasa karena berpotensi menimbulkan komplikasi seperti gangguan paru, gangguan ginjal, perdarahan dalam tubuh, bahkan kematian,” ujar Alamsyah.
Alamsyah mengimbau masyarakat agar memastikan kebersihan air sebelum mengonsumsinya. Selain itu, masyarakat juga diminta memakai sepatu bot dan sarung tangan saat beraktivitas di tempat banjir ataupun setelah banjir.
Lalu, pada bagian-bagian rumah, kantor, atau gedung yang terkena banjir dan memiliki risiko adanya bakteri leptospira, masyarakat diminta untuk membersihkannya dengan desinfektan. ”Lakukan pula pemeriksaan ke fasilitas kesehatan, seperti puskesmas atau rumah sakit terdekat apabila mengalami gejala penyakit leptospirosis agar bisa segera mendapatkan penanganan sedini mungkin,” imbuhnya.
Sebagai langkah antisipasi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru, Dinkes Kabupaten Bekasi melakukan beberapa langkah, seperti meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terkait penanggulangan KLB Leptospirosis.
Selain itu, dilakukan juga pengendalian faktor risiko, penguatan upaya preventif dan promotif (KIE), dan penguatan pelaksanaan pemonitoran dan evaluasi. Lalu, meningkatkan surveilans epidemiologi pada manusia dan faktor Risiko.
Sementara Dinkes DKI Jakarta mencatat, terdapat lima pasien yang tengah dirawat di rumah sakit akibat leptospirosis pada tahun 2023. Berdasarkan wilayahnya, dua pasien berasal dari Jakarta Selatan, satu pasien dari Jakarta Timur, satu pasien Jakarta Barat, dan satu dari luar DKI Jakarta.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, berdasarkan data, leptospirosis dapat berisiko kematian jika terlambat dalam penegakan diagnosa. Sebagai upaya pengendalian, PHBS baik untuk diri sendiri, keluarga, dan lingkungan tempat tinggal sangatlah penting.
”Sebaiknya, hindari kontak langsung dengan air banjir. Lalu, lakukan lisolisasi (menyemprot dengan disinfektan) pada bekas genangan air banjir,” ucapnya.
Ngabila menambahkan, Dinkes DKI Jakarta turut mendatangi lokasi pengungsian terdampak banjir. Selain itu, promosi kesehatan kepada masyarakat juga dilakukan.