Memetik Pelajaran Berharga dari Gempa Bawean
Indonesia berada di zona benturan Lempeng Australia dan Asia. Potensi gempa amat tinggi. Semua pihak harus beradaptasi.
Rentetan gempa yang berpusat di Laut Jawa sebelah barat Bawean merupakan kejadian luar biasa. Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik oleh pemangku kebijakan serta warga terdampak bencana sebagai bagian dari mitigasi dan adaptasi tinggal di kawasan pertemuan lempeng tektonik aktif.
Memasuki hari ketiga, Minggu (24/3/2024), rangkaian gempa tektonik masih terjadi terus-menerus dengan kekuatan bervariasi, mulai dari M 2 hingga M 7. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendata, sampai pukul 11.00 terdapat 238 gempa susulan.
”Dari jumlah tersebut, delapan kejadian di antaranya adalah gempa bumi dirasakan,” ujar Kepala Stasiun Geofisika Pasuruan Rully Oktavia Hermawan.
Baca juga: Penyebab Gempa Tektonik Bawean Masih Diteliti
Rully mengatakan, berdasarkan kekuatannya, gempa tektonik Bawean didominasi gempa berkekuatan magnitudo 3-4 dengan jumlah 122 kejadian. Selebihnya, gempa berkekuatan magnitudo 2-3 sebanyak 94 kejadian dan gempa berkekuatan magnitudo 4-5 sebanyak 18 kejadian. Adapun gempa dengan kekuatan M 5-6 sebanyak tiga kejadian dan gempa M 6-7 sebanyak satu kejadian.
Jumlah gempa susulan itu meningkat dari waktu ke waktu. Sebagai gambaran, pada pukul 07.00, jumlah gempa Bawean sebanyak 229 kejadian. Artinya, dari pukul 07.00 hingga 11.00 atau selama empat jam terdapat sembilan gempa susulan dengan kekuatan M 2-4.
BMKG mencatat gempa pertama terjadi pada Jumat (22/3/2024) pukul 11.22 dengan magnitudo 5,9. Pusat gempa atau episenter berada di kedalaman 10 kilometer (km). Adapun lokasinya di laut pada jarak 37 km arah barat Pulau Bawean dan 126 km arah timur laut Tuban.
Beberapa jam setelahnya, tepatnya pukul 15.52, terjadi gempa bumi berkekuatan M 6,5. Pusat gempa berada di kedalaman 12 km dengan lokasi di laut pada jarak 114 km arah timur laut Tuban. Kedua gempa tersebut merupakan satu rangkaian, termasuk gempa-gempa susulan yang mencapai ratusan dan terjadi terus-menerus selama tiga hari berturut-turut.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan gempa Bawean merupakan kejadian luar biasa. Menurut dia, peristiwa tersebut ”tidak lazim” karena rentetan dua gempa signifikan berkekuatan M 5,9 dan M 6,5 terjadi di kawasan dengan aktivitas kegempaan rendah (low seismicity).
Baca juga: Pertamina Perbanyak Stok Elpiji dan BBM di Lokasi Terdampak Gempa Bawean
Bahkan, nama sesar atau patahan (fault)-nya belum terpetakan secara tegas seperti sesar-sesar lain di Indonesia. Contoh sesar yang dikenal aktif adalah Sesar Lembang, Sesar Opak di Yogyakarta, Sesar Cimandiri di Jawa Barat, dan Sesar Palukoro di Pulau Sulawesi.
”Ini (sesar di Laut Jawa perairan Bawean) belum (terpetakan). Kami menyatakan sumber gempa ini sebenarnya sudah ada, tetapi belum dinilai secara kredibel karena belum dihitung dimensi (bidang) sesarnya oleh para ahli, seperti panjangnya berapa kilometer,” kata Daryono dalam jumpa pers, Jumat malam.
Dari pernyataan Daryono tersebut, pelajaran yang bisa dipetik adalah pentingnya memetakan semu sesar yang ada di Nusantara, terutama sesak aktif, meskipun selama ini data tingkat kegempaannya rendah. Sesar-sesar tersebut tetap harus diwaspadai dan diantisipasi karena dapat memicu gempa yang berdampak pada kerusakan. Aktivitas gempa yang rendah bukan berarti aman gempa.
Terlebih, hingga saat ini belum ada teori dan teknologi yang dapat memprediksi aktivitas gempa secara akurat, meliputi waktu dan tempat kejadian. Tim ahli biasanya menilai tingkat potensi gempa di suatu wilayah tertentu berdasarkan sejumlah variabel, seperti aktivitas kegempaan yang aktif, jalur sesar yang kredibel, dan sejarah kegempaan.
”Masyarakat Indonesia harus paham dan sadar sepenuhnya, mereka tinggal pada zona benturan Lempeng Australia dan Asia, di mana proses tekanan yang terkompresi akan tertransfer ke pelbagai tempat sehingga menimbulkan akumulasi pada zona-zona tertentu. Apabila batas akumulasi itu terlampaui, akan failure sehingga terjadi gempa,” kata Daryono.
Salah satu bentuk kewaspadaan bisa diwujudkan dengan mengedukasi masyarakat secara terus-menerus untuk membangun kesadaran bersama. Selain itu, memperbaiki struktur atau konstruksi bangunan agar dapat menahan guncangan gempa. Dari gempa Bawean, dapat dilihat banyaknya bangunan rumah, gedung rumah sakit, sekolah, hingga tempat ibadah yang rusak.
Masyarakat Indonesia harus paham dan sadar sepenuhnya, mereka tinggal pada zona benturan Lempeng Australia dan Asia.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG Setyoajie Prayodhie mengatakan telah mengirimkan tim ke Pulau Bawean, wilayah terdampak gempa paling parah. Selain itu, pihaknya juga mengirimkan tim ke wilayah terdampak lain di pantura Jawa.
”Tim akan melakukan survei makroseismik data guncangan berdasarkan skala intensitas untuk mengetahui tingkat kerusakan, juga menilai risiko, memetakan zona potensi, dan perbaikan desain bangunan dan perencanaan darurat,” ujar Ajie.
Menurut dia, survei makroseismik sangat penting untuk mengevaluasi tingkat kerusakan, termasuk penilaian risiko, juga mengidentifikasi zona yang berpotensi mengalami gempa susulan. Hasil survei juga bermanfaat bagi pemerintah daerah untuk perbaikan desain bangunan dan perencanaan darurat.
Tim BMKG, lanjutnya, juga akan melakukan survei mikroseismik untuk mengidentifikasi sifat gempa, mendeteksi potensi gempa susulan, serta mengembangkan model gempa bumi. Selain itu, menyusun rencana konstruksi dan rekonsiliasi.
Kepala Pelaksana BPBD Jatim Gatot Soebroto melaporkan, rangkaian gempa Bawean menyebabkan dua warga terluka karena terkena reruntuhan bangunan. Selain itu, ada ratusan bangunan rusak, baik berupa rumah, sekolah, pesantren, rumah sakit, maupun tempat ibadah.
Baca juga: Gempa Laut Jawa, 9.648 Warga Pulau Bawean Mengungsi
Korban luka pertama adalah Hasi’ah (71), warga Desa Tambak, Kecamatan Tambak, Gresik. Korban mengalami luka di bagian kepala akibat tertimpa genteng yang jatuh. Sementara korban kedua adalah Mohayaroh (28), warga Tanah Merah, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kenjeran, Surabaya. Kakinya luka akibat tertimpa material rumah.
BNPB mendata, gempa Bawean berdampak pada 2.495 keluarga di sejumlah kota/kabupaten di Jatim, seperti Surabaya, Tuban, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro, dan Pamekasan. Gresik menjadi wilayah dengan jumlah keluarga dan infrastruktur terdampak paling banyak.