Terkait Informasi Tragedi Bangkal, Polda Kalteng Dilaporkan ke Ombudsman
Tragedi Bangkal menyisakan luka dan drama panjang untuk mengungkap pelaku. Kini, Polda Kalteng dilaporkan ke Ombudsman.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dilaporkan ke Ombudsman atas dugaan malaadministrasi. Hal itu berkaitan dengan sulitnya mendapatkan informasi soal kasus penembakan Gijik, warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, yang dilakukan salah satu personel Polda Kalteng.
Gijik (35), warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalteng, tewas ditembak saat melakukan aksi di kawasan perkebunan sawit milik sebuah perusahaan. Peluru tajam menembus dadanya.
Selain Gijik, ada Taufiknurahman yang juga terkena tembakan peluru tajam di bagian pinggul. Meski telah dioperasi, Taufiknurahman dinyatakan cacat seumur hidup.
Setelah tragedi yang terjadi pada Oktober 2023 itu, pada November 2023, Polda Kalteng menetapkan Inspektur Satu Anang Tri Wahyu Widodo sebagai tersangka. Kasus itu kini telah dilimpahkan ke pengadilan.
Dari penelusuran Kompas di Sistem Informasi Penelusuran Perkara, Kejaksaan Tinggi Kalteng mendaftarkan perkara tersebut pada 19 Maret 2024 lalu. Artinya, Iptu Anang kini menjadi terdakwa.
Kuasa hukum keluarga korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya Sandi Jaya Prima mengungkapkan, mulai dari penetapan tersangka, pelimpahan ke Kejaksaan Tinggi, dan pelimpahan ke pengadilan, keluarga korban tidak diberikan informasi.
Hal itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 109 Ayat 1 sebagaimana telah diubah oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.
Kejaksaan Tinggi Kalteng mendaftarkan perkara tersebut pada 19 Maret 2024 lalu. Artinya, Iptu Anang kini menjadi terdakwa.
”Penyidik Wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Sampai sekarang keluarga korban tak pernah diberitahu,” kata Sandi di Palangkaraya, Jumat (22/3/2024).
Sandi mengatakan, pihaknya bahkan secara resmi mengirimkan surat ke Polda Kalteng untuk memberikan informasi, tetapi tidak direspons. ”Dua kali kami kirimkan surat,” katanya.
Surat pertama, kata Sandi, masuk ke Polda Kalimantan Tengah pada 1 Desember 2023 dan surat kedua masuk pada 5 Maret 2024.
”Kami menilai pihak Polda Kalteng telah melakukan tindakan malaadministrasi terhadap korban dan keluarga korban karena tidak memberikan informasi seperti yang sudah dimohonkan,” ungkapnya.
Atas hal itu, kata Sandi, pada Rabu (20/3/2024), pihaknya melaporkan Polda Kalteng ke Ombudsman RI di Provinsi Kalteng. Sebagai lembaga pelayanan publik, seharusnya Polda Kalteng tidak boleh mengabaikan surat permohonan perkembangan kasus yang telah dimohonkan.
”Pemberian informasi perkembangan kasus itu masuk dalam wilayah pelayanan kepolisian,” ujar Sandi.
Pihaknya berharap Ombudsman sebagai lembaga negara bisa bertindak profesional dan melakukan tugasnya dengan baik.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Erlan Munaji enggan berkomentar banyak. Saat dihubungi, ia hanya mengatakan, laporan tersebut belum sampai ke pihaknya dari Ombudsman.
”Belum terkonfirmasi (laporan ke Ombusdman),” katanya.
Saat ditanya soal perkembangan kasus Bangkal, Erlan mengatakan, dirinya akan melakukan pengecekan informasi terlebih dahulu.