Direkomendasikan Jadi Cagar Budaya, Pembongkaran Gedung KONI Kalteng Ditolak
Rencana pembongkaran Gedung KONI Kalteng mendapat penolakan karena gedung itu direkomendasikan menjadi cagar budaya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berencana membongkar Gedung Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kalteng di Kota Palangkaraya untuk membangun ruang terbuka hijau. Namun, rencana pembongkaran tersebut dinilai tidak tepat karena gedung yang berusia lebih dari 50 tahun itu direkomendasikan untuk menjadi cagar budaya.
Pada periode kedua kepemipinan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, pembangunan di Palangkaraya marak dilakukan. Salah satunya adalah pembangunan ikon baru Kota Palangkaraya, yakni gedung tinggi berbentuk Talawang atau tameng khas Dayak yang kini sudah hampir rampung.
Gedung itu dibangun di kawasan Bundaran Besar yang dulunya merupakan ruang terbuka hijau dengan beberapa patung di tengahnya. Bundaran Besar merupakan titik nol Provinsi Kalteng.
Setelah proyek itu rampung, Pemprov Kalteng berencana membangun ruang terbuka hijau (RTH) di bekas lahan Gedung KONI Kalteng yang berada di seberang Bundaran Besar. Oleh karena itu, gedung tersebut direncanakan untuk dibongkar.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat (22/3/2024), tampak alat-alat berat dan beberapa pekerja di sekitar halaman Gedung KONI Kalteng. Namun, pembongkaran gedung itu belum dilakukan.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Palangkaraya, Muslimin AR Effendy, menyatakan, pihaknya telah melakukan kajian terhadap sejarah dan konstruksi bangunan Gedung KONI Kalteng. Dari hasil kajian itu, gedung tersebut direkomendasikan untuk ditingkatkan statusnya menjadi cagar budaya karena memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Menurut Muslimin, Gedung KONI Kalteng dibangun pada tahun 1974, lalu diresmikan Wakil Presiden Sultan Hamengku Buwono IX pada 1 Agustus 1975. Gedung itu awalnya digunakan sebagai Gedung DPRD Provinsi Kalteng yang saat itu baru berdiri sebagai provinsi setelah lepas dari Kalimantan Selatan.
”Awalnya yang dibangun hanya satu gedung, lalu pada 1974 dibangun dua gedung lagi berlantai dua yang bertahan sampai saat ini,” ungkap Muslimin saat dihubungi, Jumat.
Muslimin menjelaskan, gedung itu awalnya digunakan untuk rapat anggota DPRD Kalteng serta kantor sekretariat DPRD Kalteng. Lalu, pada tahun 1990, gedung itu digunakan untuk kantor KONI Kalteng. Beberapa ruangan di gedung itu juga dipakai untuk menyimpan alat olahraga dan tempat latihan.
”Gedung ini sebenarnya statusnya sudah ODCB (obyek yang diduga cagar budaya), tinggal tunggu peresmian saja jadi cagar budaya,” ungkap Muslimin.
Sampai saat ini, kata Muslimin, gedung tersebut masih digunakan sebagai kantor KONI Kalteng. Oleh karena itu, ia menyayangkan rencana Pemprov Kalteng yang ingin membongkar gedung tersebut.
”Kami sudah bersurat ke Pemprov Kalteng untuk audiensi tapi belum direspons. Kami gunakan pendekatan melalui para tokoh juga. Sebab, setelah kami kaji, gedung ini sangat layak untuk menjadi cagar budaya,” ungkapnya.
Muslimin pun curiga lahan bekas Gedung KONI Kalteng itu tak hanya digunakan untuk RTH, tetapi juga perluasan tempat parkir kawasan Bundaran Besar. ”Kami menyayangkan. Ini sudah (hampir) cagar budaya sebenarnya karena kami bakal menggelar sidang dalam waktu dekat untuk penetapan cagar budaya,” tuturnya.
Penolakan juga datang dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalteng, Agustin Teras Narang. Pada 27 Februari lalu, Gubernur Kalteng periode 2005-2015 itu mengirimkan surat kepada Gubernur Kalteng Sugianto Sabran.
Dalam surat tersebut, Teras Narang meminta Sugianto membatalkan rencana pembongkaran Gedung KONI Kalteng dan merekomendasikan gedung itu dijadikan sebagai cagar budaya. Menurut Teras Narang, pembongkaran itu akan menghapus nilai sejarah gedung tersebut.
Gedung ini sebenarnya statusnya sudah ODCB (obyek yang diduga cagar budaya), tinggal tunggu peresmian saja jadi cagar budaya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo menjelaskan, pembongkaran Gedung KONI Kalteng bertujuan untuk membangun RTH yang bisa digunakan oleh masyarakat.
”Ini juga masukan dari masyarakat. Ketika Bundaran Besar sudah dibangun, masyarakat menginginkan adanya RTH sebagai tempat bermain sehingga Gedung KONI itu perlu untuk dijadikan RTH,” kata Edy.
Edy menambahkan, Pemprov Kalteng sedang berupaya untuk melakukan penghapusan Gedung KONI sebagai aset daerah agar lahannya bisa digunakan untuk membangun RTH. Rencana tersebut harus dilakukan dengan persetujuan DPRD Kalteng serta penetapan dari Gubernur Kalteng.
Menurut Edy, lahan Gedung KONI Kalteng dipilih untuk membangun RTH karena letaknya strategis. Gedung itu berada di jalur Trans-Kalimantan dan berada di tengah-tengah kota. Setelah pembongkaran dilakukan, kantor KONI Kalteng akan dipindah ke gedung lama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng.