Pencemaran Limbah Tambak Udang di Karimunjawa, Empat Orang Jadi Tersangka
Pencemaran limbah tambak udang di Taman Nasional Karimunjawa akhirnya diproses hukum. Empat orang menjadi tersangka.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
JEPARA, KOMPAS — Empat orang ditetapkan sebagai tersangka terkait pencemaran limbah tambak udang di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Upaya hukum itu dilakukan untuk menimbulkan efek jera bagi para tersangka dan para pelaku perusakan lingkungan di Karimunjawa.
Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah SL (50), S (50), TS (43), dan MSD (47). SL merupakan warga Kota Surabaya, Jawa Timur, sementara tiga lainnya merupakan warga Karimunjawa. Mereka ditetapkan tersangka oleh Penyidik Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra).
Penyidikan dan penetapan empat orang tersebut sebagai tersangka merupakan tindak lanjut dari operasi gabungan penertibaan penggunaan ilegal Tanaman Nasional Karimunjawa sebagai sarana tambak udang. Dalam operasi itu didapati adanya pencemaran di perairan taman nasional yang berasal dari limbah tambak udang. Limbah itu mengganggu aktivitas wisata dan terumbu karang.
”Para petambak udang mengambil air dari perairan taman nasional yang disalurkan melalui pipa ke tambak udang. Kemudian, membuang limbah tambak udang ke wilayah perairan Taman Nasional Karimunjawa tanpa izin,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani dalam siaran pers yang diterima, Kamis (21/3/2024).
Berdasarkan hasil pengumpulan barang bukti, termasuk keterangan para ahli, kegiatan tambak udang itu mengakibatkan kerusakan terhadap terumbu karang dan menyebabkan wisatawan yang beraktivitas di perairan Karimunjawa mengeluhkan gatal-gatal.
Untuk itu, Penyidik Balai Gakkum LHK Jabalnusra menjerat para tersangka dengan Pasal 98 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keempatnya terancam hukuman kurungan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun. Selain itu, mereka juga berpotensi didenda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Menurut Rasio, perbuatan para tersangka itu merupakan kejahatan yang serius. Tak hanya menjerat dengan hukum pidana, Gakkum KLHK juga sedang menyiapkan upaya hukum perdata berupa ganti kerugian lingkungan dan pemulihan lingkungan kepada para tersangka.
Rasio menambahkan, tim hukum KLHK sedang menganalisis besaran kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh para pelaku pencemaran akibat limbah tambak budidaya udang di Karimunjawa.
”Penegakan hukum dengan multiinstrumen dilakukan agar adanya efek jera. Hal ini mengingat seriusnya dampak kerusakan dan kerugian lingkungan yang ditimbulkan, serta kerusakan di taman nasional yang harus dipulihkan,” ungkap Rasio.
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum LHK wilayah Jabalnusra Taqiudin mengatakan, Taman Nasional Karimunjawa merupakan kawasan ekowisata bahari dan telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Taman Nasional Karimunjawa memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan dan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
”Kegiatan yang dilakukan oleh para tersangka yang telah merusak terumbu karang tentu menggangu aktivitas pariwisata dan juga keseimbangan ekosistem. Dalam pengamanan Kawasan Taman Nasional Karimunjawa, KLHK selalu mengedepankan upaya persuasif, preemtif, dan preventif. Namun, tindakan penertiban dan yustisi akan diterapkan jika aktivitas illegal di masih terus terjadi,” ujar Taqiudin.
Taqiudin menyebut, pengembangan terhadap kasus tersebut akan terus dilakukan. Hal itu untuk mengungkap keterlibatan pihak lain, termasuk mendalami adanya kemungkinan tindak pidana pencucian uang.
Apresiasi
Sejumlah warga dan aktivis lingkungan di Karimunjawa menilai, penetapan pelaku pencemaran lingkungan itu sebagai tersangka dinilai terlambat. Kendati demikian, langkah itu tetap diapresiasi.
Yarhan Ambon, warga sekaligus aktivis lingkungan dari Lingkar Juang Karimunjawa, berharap, tidak hanya empat orang, tetapi seluruh pelaku perusakan lingkungan di wilayah itu turut dihukum.
”Saya bilang ini terlambat karena pencemaran limbah tambak udang di Karimunjawa ini sudah berlangsung sejak 2017, tetapi baru disikapi sekarang,” ujar Ambon.
Menurut Ambon, masyarakat di Karimunjawa sudah banyak menanggung kerugian akibat pencemaran tersebut. Selain lingkungan rusak, aktivitas perekonomian mereka juga terganggu. Para petani rumput laut, misalnya, harus menanggung penurunan kualitas dan produktivitas tanamannya akibat pencemaran tersebut.
Kerugian juga dirasakan oleh para pencari kerang. Air laut yang telah tercemar limbah tambak udang membuat kerang-kerang di kawasan itu mati.
”Itu masih belum ditambah dengan kerusakan terumbu karang dan adanya sedimentasi. Warga di sini kan menggantungkan hidup pada pariwisata yang menonjolkan keindahan alam, tapi alamnya dirusak,” tuturnya.
Kegiatan tambak udang itu mengakibatkan kerusakan terhadap terumbu karang dan menyebabkan wisatawan yang beraktivitas di perairan Karimunjawa mengeluhkan gatal-gatal.
Ambon dan warga Karimunjawa berharap, seluruh aktivitas tambak udang di wilayahnya ditutup. Para pelaku juga diharapkan dihukum maksimal. Selain itu, lingkungan Karimunjawa yang telah rusak diharapkan bisa kembali direhabilitasi.
Selama bertahun-tahun, Ambon dan warga lain di Karimunjawa turut memperjuangkan agar lingkungannya dibebaskan dari kerusakan lingkungan. Dalam upaya perlawanan yang mereka lakukan, empat pejuang lingkungan di wilayah itu harus berhadapan dengan hukum yakni, Daniel Tangkilisan, Datang Abdul Rachim, Hasanudin, dan Sumarto Rofiun.
Kasus hukum terhadap Daniel telah disidangkan. Daniel dituntut pidana penjara selama 10 bulan oleh jaksa penuntut umum karena dianggap telah melakukan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik setelah mengkritik pencemaran di Karimunjawa.
Adapun Datang, Hasaundin, dan Sumarto masih belum memenuhi panggilan yang diajukan oleh Penyidik Kepolisian Daerah Jateng. Ketiganya juga dilaporkan melanggar UU ITE karena dinilai membuat atau mengunggah video yang diduga berisi ujaran kebencian kepada pengusaha tambak udang Karimunjawa.