Seorang Anak di Aceh Utara Jadi Korban Pemerkosaan Ayah Tiri
Komitmen melindungi anak masih lemah, kasus kekerasan masih terus terjadi.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Seorang anak berusia delapan tahun di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah tirinya. Korban mengalami trauma mendalam dan luka fisik. Pelaku telah ditangkap oleh polisi dan korban dalam pengawasan tim pendamping.
Paralegal di Dinas Sosial Kabupaten Aceh Utara, Khuzaimah, saat dihubungi, Rabu (20/3/2024), mengatakan, saat ini korban dalam pengawasan timnya. Direncanakan hari ini akan dilakukan visum. ”Korban mengalami pendarahan dan ketakutan,” kata Khuzaimah.
Khuzaimah menuturkan, saat ini timnya fokus pada penanganan kondisi fisik dan psikologis korban, sementara persoalan hukum ditangani kepolisian. Korban dirawat di rumah sakit, tetapi tidak memiliki keanggotaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Biaya pengobatan ditanggung pemerintah, Dinas Sosial Aceh Utara,” katanya.
Khuzaimah mengatakan, tidak seharusnya anak-anak menjadi korban kekerasan seksual, apalagi pelaku merupakan orang yang seharusnya melindungi korban.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Lhokseumawe Ajun Komisaris Besar Henki Ismanto menuturkan, pelaku, AN (45), telah ditangkap pada Selasa (19/3/2024) sekitar pukul 13.30 dan kini sedang dalam pemeriksaan.
Polisi menyebutkan, pelaku memerkosa korban dua kali di rumah yang mereka tempati. Malam itu, ibu korban sedang ke pantai untuk memeriksa kapal dan meninggalkan AN dengan anaknya di rumah. Saat kembali pada pukul 04.00, sang ibu menemukan bercak darah pada kain.
Anaknya menceritakan telah diperkosa oleh ayah tirinya. Ibu korban lalu melaporkan peristiwa itu kepada aparatur.
Kekerasan seksual pada anak termasuk kejahatan luar biasa. Di Aceh, hukuman terhadap pelaku diatur dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dengan ancaman kurungan maksimal 200 bulan atau cambuk sebanyak 200 kali.
Direktur Flower Aceh Riswati menuturkan, secara umum banyak pemkab/pemkot yang belum menjadikan isu perlindungan anak sebagai arus utama dalam pembangunan. Hal itu terlihat dari minimnya alokasi anggaran untuk program perlindungan anak.
”Jika mereka melindungi, berikan anggaran yang memadai, buat mekanisme perlindungan, sediakan psikolog, dan kebijakan lain,” ucap Riswati.
Riswati mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi. Flower aktif mendampingi para korban. Sebagian besar korban berasal dari keluarga prasejahtera dan disharmonis.
Secara umum, banyak pemkab/pemkot yang belum menjadikan isu perlindungan anak sebagai arus utama dalam pembangunan. Hal itu terlihat dari minimnya alokasi anggaran untuk program perlindungan anak.
Menurut dia, diperlukan penguatan ekonomi keluarga dan keluarga yang harmonis. Di sisi lain, relasi sosial harus diperkuat kembali agar terjadi saling menjaga dan melindungi di antara sesama anggota masyarakat.