Tunggak Pajak Miliaran Rupiah, KPK Peringatkan Belasan Hotel di Lombok
Tunggak pajak hingga miliaran rupiah, KPK peringatkan 14 hotel di Lombok.
MATARAM, KOMPAS — Sebanyak 14 hotel yang berada di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, termasuk Kawasan tiga gili, menunggak pembarayan pajak daerah dengan total miliaran rupiah. Akibatnya, pemerintah daerah setempat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi memperingatkan pengelola hotel untuk menyelesaikan tunggakan. Jika tidak, operasionalisasi mereka terancam bisa ditutup.
Keempat belas hotel tersebut tersebar di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, yakni delapan unit di Gili Trawangan dan dua unit Gili Air, Desa Gili Indah, serta empat unit di Desa Malaka.
Di Gili Trawangan, hotel yang tercatat menunggak pembayaran pajak yakni Gili Joglo, Gili Kama, Gili Sands, Kreatif Bungalow, Lumbung Cottage I, Lumbung Cottage II, M Box Hotel, dan Ozzy Homestay.
Baca juga: UU untuk Optimalkan Raihan Pajak
Di Gili Air, hotel yang menunggak pembayaran pajak yakni Salim Cottage & Raja Bar dan Mola-mola Resort. Adapun di Malaka yakni Royal Avila, Hotel Jeeva Klui, Hotel Living Asia, dan Hotel Louis Kienee Resort yang sebelumnya bernama Hotel Amarsvati.
”Nilai total tunggakannya sekitar Rp 10 miliar,” kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria.
Pada Sabtu (16/3/2024) pagi, tim Badan Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Lombok Utara yang didampingi tim Koordinasi, Supervisi, dan Pencegahan (Korsupgah) KPK mengunjungi empat hotel di Malaka. Sehari sebelumnya, pada Jumat (15/3/2024), hal serupa dilakukan di 10 hotel di kawasan Gili.
Begitu tiba, mereka diterima oleh pengelola hotel, lalu mereka menyampaikan tentang laporan tunggakan pajak hotel tersebut. Tunggakan pajak tersebut didominasi pajak daerah, seperti pajak hotel dan restoran (di dalam hotel) pada periode 2022-2023.
Proses itu berjalan lancar tanpa ada pertentangan dari pihak hotel. Hanya saja, ada beberapa hotel yang meminta agar tidak ada pemasangan spanduk pemberitahuan. Akan tetapi, permintaan itu ditolak.
Baca juga: Sedikit demi Sedikit, Denda SPT Pajak Menjadi Bukit
Setelah diskusi, tim Bapenda Lombok Utara bersama Tim KPK memasang spanduk pemberitahuan di depan hotel. Pada spanduk tertulis ”Objek Pajak Ini Belum Melunasi Kewajiban Pajak Daerah”. Spanduk itu bisa dicopot jika hotel sudah melunasi tunggakan mereka.
”Dari 14 hotel itu, ada yang lebih setahun. Lebih dua tahun juga ada (yang menunggak pajak),” kata Kepala Bapenda Kabupaten Lombok Utara Ainal Yakin.
Menurut Ainal, pihaknya terus mendekati para pengelola hotel untuk menyelesaikan tunggakan pajak mereka. Sosialisasi terakhir dilakukan pada Desember 2023 lalu. Termasuk melibatkan Badan Pengelola Keuangan (BPK) hingga KPK.
Ainal membantah jika pelibatan KPK karena upaya-upaya mereka selama ini tidak diindahkan oleh pengelola hotel. ”Bukan tidak didengar, tetapi untuk mengefektifkan atau memaksimalkan upaya-upaya, termasuk pendekatan emosional yang sudah kami lakukan. Kegiatan ini juga inisiasi dari KPK,” kata Ainal.
Baca juga: Mobil Dinas Gubernur dan Wagub Lampung Jadi Sorotan, Baru Bayar Pajak Setelah Dikritik
Setelah pemasangan itu, kata Ainal, mereka akan terus menindaklanjutinya untuk memastikan hotel-hotel tersebut membayar tunggakan. Beberapa hotel sudah menyatakan akan segara membayar. ”Ini edukasi, pendampingan. Bukan berarti untuk menutup usaha para pengelola hotel,” ujar Ainal.
Meski demikian, menurut Dian Patria, jika tetap tidak melunasi tunggakan pajak, berbagai tindakan bisa diambil.
“”alau tidak (bayar), bisa disita, juga bisa disandera wajib pajaknya. Bisa ditutup usahanya. Kalau ada korupsi, bisa masuk ke kami. Kalau ada yang tetap membandel, kami akan kawal pemda untuk melaporkannya ke aparat penegak hukum terkait dugaan pidana penggelapan pajak,” kata Dian.
Oleh karena itu, Dian meminta agar semua pihak saling bekerja sama. Pemerintah daerah bekerja profesional, transparan, dan tidak main-main untuk urusan pajak.
Kalau tidak (bayar), bisa disita, juga bisa disandera wajib pajaknya. Bisa ditutup usahanya.
”Pelaku usaha dukung, dong. Dukung pembayaran pajak untuk pembangunan ekonomi di Lombok utara. Dari mana dong penghasilan kalau bukan dari pariwisata,” kata Dian.
Kepatuhan membayar pajak, termasuk di NTB, sangat penting. Apalagi menurut Dian, defisit APBD se-NTB mencapai Rp 202,69 miliar (KLU sekitar Rp 1,1 miliar). Ditambah lagi persentase orang miskin untuk daerah dengan potensi wisata yang besar mencapai 13,82 persen atau di atas rata-rata nasional 9,53 persen pada tahun 2022. NTB juga termasuk lima besar daerah dengan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
”Itu artinya ada yang perlu diperhatikan. Jangan sampai kita usaha, masyarakat tidak berubah. Kemiskinan tetap tinggi. Apalagi kita punya uang dikorupsi. Korban masyarakat lagi. Sehingga kami harapkan, pajak yang masuk bisa dikembalikan untuk membangun masyarakat dan infrastruktur sehingga NTB bisa lepas dari kemiskinan,” tutur Dian.
Baca juga: Negara Bangkrut akibat Utang
Masih berat
Ditemui secara terpisah, para pengelola hotel menyatakan berusaha untuk membayar tunggakan pajak tersebut. “”ukan kami tidak mau membayar atau gimana. Tetapi, keadaan saat ini tidak memungkinan dengan kondisi pasar seperti sekarang. Tetapi, kami sudah berusaha melunasi sampai akhir tahun ini,” kata Manajer Keuangan Living Asia Novi.
Living Asia sendiri, kata Novi, memiliki tunggakan pajak hingga Rp 2 miliar lebih untuk tahun 2022. ”Tetapi, memang 2022 itu kami baru buka kembali setelah Covid-19. Kami sempat tutup dua tahun,” kata Novi.
Novi menambahkan, selain Covid-19, kondisi perhotelan telah terdampak oleh berbagai faktor. Mulai dari letusan Gunung Agung di Bali pada 2017, kemudian gempa Lombok pada 2018. ”Sehingga bisa dibayangkan beratnya kami untuk bangkit lagi. Hari ini saja, dari 66 kamar, hanya sembilan yang terisi,” kata Novi.
Novi mengatakan, pemasangan spanduk tentu akan berdampak terhadap image hotel mereka sehingga bisa kesulitan mendapat tamu. Oleh karena itu, ia berharap ada kebijakan terkait pemasangan spanduk itu karena mereka tetap berusaha melunasi tunggakan. ”Akan segera saya komunikasikan hal ini dengan pemilik hotel,” ujar Novi.
Manajer Keuangan Royal Avila Dewi Saswaty mengatakan terkejut karena ada pemasangan spanduk tunggakan pajak. Padahal, menurut Dewi, pihaknya sudah siap untuk membayar karena sebelumnya juga sudah mendapatkan nilai tunggakan pajak untuk 2023 dari audit BPK.
”Kami sedang menunggu surat tagihan dari Bapenda. Jadi, sebenarnya, kalau sudah ada (surat tagihan), pemilik akan proses,” kata Dewi.