Menyoal Ancaman Penggusuran dan Peringatan Kepada Warga di IKN
Sejumlah organisasi masyarakat sipil meminta pemerintah menepati janji tidak ada penggusuran warga di IKN.
Sejumlah warga di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur sempat dihebohkan dengan surat dari negara. Surat itu bertanggal 4 Maret 2023 itu dikirim oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN).
Surat itu berupa undangan pertemuan yang bakal diselenggarakan pada 8 Maret 2024. Tertulis di sana, bakal ada pembahasan tentang pelanggaran bangunan tak berizin dan tak sesuai tata ruang IKN.
Selanjutnya, ada pula surat yang meminta warga pemilik sejumlah bangunan yang dinilai tidak berizin dan tidak sesuai tata ruang IKN untuk membongkar bangunannya. Waktunya, tujuh hari setelah surat itu diterima warga.
Dedeh Mulyasari (36), warga, jelas kaget dengan permintaan membongkar bangunan rumah milik keluarganya. Ia tinggal di RT 006, Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku. Rumahnya di tepi Jalan Negara. Jaraknya sekitar tiga kilometer dari Titik Nol IKN.
Baca juga: IKN Segera Jadi Pemerintah Daerah Khusus
Setelah mendapat surat, di kemudian hari, ia dan warga bertemu perwakilan Otorita IKN. Dalam pertemuan tersebut, hampir semua masyarakat menolak membongkar bangunan yang sudah mereka buat. Alasannya, sebagian besar warga sudah membangun hunian dan tinggal di sana sebelum ada IKN.
“Keluarga saya sendiri sudah punya rumah di sini sejak 2011. Setelah itu, tahun 2018 kami renovasi rumah pelan-pelan sampai 2021,” kata Dedeh, Kamis (14/3/2024).
Untuk diketahui, Otorita IKN melampirkan sejumlah peraturan yang mendukung permintaan pemerintah agar warga membongkar bangunan miliknya. Salah satu peraturan itu ialah UU No 3/22 tentang Ibu Kota Negara yang kemudian direvisi melalui UU No 21/2023.
Melihat cerita Dedeh, rumah keluarganya itu sudah berdiri dan dipugar sebelum adanya IKN. Dedeh mengatakan, keluarganya sempat membangun jalan yang menghubungkan rumahnya dengan jalan raya pada 2022. Tujuannya, agar akses masuk dan keluar rumahnya lebih nyaman dan terhindar dari becek saat hujan.
“Sempat ada polisi yang meminta kami menghentikan pembuatan jalan itu. Tapi, kami bilang, butuh surat resmi sosialisasi. Kami belum pernah dapat surat edaran larangan membangun jalan penghubung seperti yang kami lakukan,” katanya.
Kembali ke pertemuan antara warga dan Otorita IKN. Dedeh bercerita, saat itu warga diminta tak mendirikan bangunan lagi tanpa izin. Tujuannya, agar pembangunan yang dilakukan warga sesuai dengan tata ruang wilayah pengembangan IKN.
“Kalau memang masyarakat harus berurusan dengan Otorita IKN untuk izin, minimal kami minta ada perwakilan kantor di sini (Kecamatan Sepaku). Atau minimal di Kecamatan Penajam,” ujar Dedeh.
Masyarakat Sepaku berhak menentukan masa depan tempat tinggal mereka (Usman Hamid)
Kecamatan Penajam adalah pusat pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara. Kawasan itu berjarak sekitar 65 km dari Kelurahan Pemaluan, tempat tinggal Dedeh.
Dedeh sendiri heran kenapa ia menerima surat pembongkaran bangunan. Rumah keluarganya itu memang terdampak pembangunan IKN. Nominal uang ganti ruginya pun sudah ia ketahui. Namun, pembayaran ganti ruginya belum ia terima.
Bangunan miliknya itu berupa rumah dan toko perabot rumah tangga. “Sudah lebih dari sebulan belum dapat pembayaran (ganti rugi). Belum ada informasi lagi,” katanya.
Padahal, dari surat yang ia dapat, semestinya pembayaran dilakukan paling cepat 14 hari atau maksimal sebulan setelah penentuan nominal ganti rugi. Oleh karena itu, ia terkejut saat diminta membongkar bangunan rumah miliknya tetapi belum terima ganti rugi.
Setelah pertemuan dengan warga tempo hari itu, Dedeh bercerita, pihak Otorita IKN akhirnya mencabut surat yang berisi ultimatum kepada warga untuk membongkar bangunannya dalam tujuh hari. Akhirnya, akan diagendakan pertemuan selanjutnya untuk membahas hal tersebut.
Kecaman
Surat peringatan yang dilayangkan Otorita IKN kepada warga itu ditanggapi Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid. Ia mempertanyakan janji pemerintah yang akan membangun IKN tanpa penggusuran.
Menurutnya, hal itu membuat warga lokal dan masyarakat adat di sekitar IKN terancam kehilangan tempat tinggal. Langkah itu, lanjut Usman, melanggar hak konstitusional warga dan hak atas tanah masyarakat adat yang diakui secara internasional.
Memaksa mereka untuk meninggalkan tanah leluhur atau tanah yang sudah sejak lama didiami, kata Usman memperlihatkan tindakan yang melanggar prinsip keadilan sosial dan konsultasi secara bermakna.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah segera menghentikan langkah mengancam hak atas tempat tinggal masyarakat Sepaku dan warga adat di sana.
“Masyarakat Sepaku berhak menentukan masa depan tempat tinggal mereka. Hak-hak warga harus dilindungi dan negara harus memastikan bahwa mereka tidak lagi menjadi korban dari kebijakan yang merugikan dan diskriminatif,” kata Usman.
Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Katim juga melayangkan sikap serupa. Koalisi yang terdiri dari 16 organisasi masyarakat itu menilai surat yang dilayangkan Otorita IKN kepada warga merupakan bentuk pemaksaan.
Dalam pernyataan sikapnya, mereka menilai cara-cara itu mirip pola penjajah Belanda melalui politik “Domein Verklaring” yang menyatakan siapa yang tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah, maka tanah tersebut menjadi tanah pemerintah.
“Pemaksaan pembongkaran bangunan dan pengusiran masyarakat dengan dalih tidak berizin dan tidak sesuai tata ruang adalah cara-cara penjajah dalam merampas tanah rakyat,” ujar Herdiansyah Hamzah dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Kaltim.
Dalam siaran persnya, KMS Kaltim punya lima pernyataan sikap. Satu di antaranya, mereka menolak upaya-upaya penggusuran paksa masyarakat lokal dan masyarakat adat dari tanahnya dengan dalih apapun.
Identifikasi ulang
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi mengakui surat yang diterima warga itu dibuat dan ditandatangani olehnya. Menurutnya, surat itu bukan sebagai ancaman penggusuran. Namun, peringatan bagi warga yang membangun tanpa izin di IKN. Surat itu sebagai peringatan bagi warga yang membangun sesuatu, tetapi tidak sesuai dengan tata ruang IKN.
Menurut Thomas, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada warga sejak Mei 2023. Saat itu, Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN mengimbau kepada sejumlah warga yang membangun setelah adanya IKN, tetapi tak berizin.
“Semakin hari semakin banyak pembangunan terjadi di IKN. Jika tidak berizin dan tak sesuai dengan tata ruang, pembangunan kota ini nantinya tidak tertata,” kata Thomas.
Baca juga: Tanggapi Keluhan Investor, Presiden Minta Percepat Penyediaan Lahan di IKN
Dari pendataan, ada 294 unit bangunan yang didirikan setelah adanya IKN. Jumlah itu terdiri dari 163 rumah tinggal, 24 ruko, 22 rumah makan, dan 85 kios. Semuanya tersebar di empat desa/kelurahan, yakni Desa Bumi Harapan, Desa Sukaraja, Kelurahan Pemaluan, dan Desa Bukit Raya.
Thomas mengatakan, setelah berdiskusi dengan warga, dia akan berdialog kembali kepada warga. Tujuannya, memberi pemahaman ulang kepada warga. Selain itu, mengidentifikasi lebih rinci kondisi di lapangan.
“Kami akan turun kembali untuk identifikasi ulang, untuk melihat kondisi terkini bangunan yang ada di sekitar IKN,” kata Thomas.
Konsep tepat
Otorita IKN membagi dua kategori bangunan di sekitar IKN. Pertama, bangunan yang sudah berdiri sebelum IKN, tetapi penggunaannya tidak sesuai dengan tata ruang IKN. Untuk kategori ini, Thomas mengatakan, sedang mencari konsep paling tepat.
Jika berupa warung atatu kios, misalnya, warga diberikan alternatif untuk berjualan di rest area IKN. Di sana, terdapat stan UMKM yang sudah ditata Otorita IKN. Hal itu berlaku sementara sebelum kawasan perdagangan IKN dibangun.
Jika lahan dan bangunan warga akan digunakan untuk pembangunan IKN, lanjut Thomas, mekanisme yang ditempuh sesuai dengan peraturan, sesuai UU 12/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Kedua, skema untuk bangunan yang berdiri setelah adanya IKN dan tidak berizin. Menurut Thomas, sudah disiapkan beberapa alternatif. Salah satunya, warga mesti mengurus izinnya terlebih dahulu di online single submission atau OSS. Sistem itu akan mengarahkan secara otomatis lokasi usaha sesuai tata ruang.
Opsi lainnya adalah relokasi ke tempat atau wilayah yang sesuai dengan tata ruang IKN. Thomas mengatakan, pembenahan tata ruang ini bukan hanya pada bangunan rumah dan kios, tetapi juga bagi batching plant atau tempat produksi beton cair untuk pembangunan IKN.
Pihaknya akan berkomunikasi kepada semua pihak yang mendirikan bangunan di tempat yang tak sesuai dengan tata ruang IKN. Dia juga menyiapkan tempat-tempat untuk relokasi agar usaha warga bisa dilanjutkan.
Keresahan warga akibat terbitnya surat peringatan itu wajar belaka. Komunikasi publik yang terang amat diperlukan dalam proses pembangunan besar seperti IKN agar tak terjadi konflik atas nama pembangunan.