Achmad Marzuki Dicopot dari Penjabat Gubernur Aceh
Achmad Marzuki digantikan oleh Sekretaris Daerah Aceh Bustami Hamzah. Apakah karena suara Prabowo-Gibran rendah di Aceh?
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penjabat Gubernur Aceh Mayor Jenderal (Purn) Achmad Marzuki dicopot dari jabatan Penjabat Gubernur Aceh. Sebagai gantinya, Presiden Joko Widodo menunjuk Bustami Hamzah yang saat ini menjabat Sekretaris Daerah Aceh.
Juru Bicara Pemerintah Provinsi Aceh Muhammad MTA mengatakan, pelantikan dijadwalkan berlangsung pada Rabu (13/3/2024) siang di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Pelantikan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Ada dugaan Achmad Marzuki dicopot karena komunikasi politik dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh buruk dan hubungan dengan Sekda Bustami tidak harmonis. Di sisi lain, hasil pemilihan presiden di Aceh disebut ikut memicu pergantian Achmad Marzuki.
Hasil pilpres di Aceh menunjukkan, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menang telak, yakni meraih 2.369.534 suara, sementara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapatkan 787.024 suara, dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD hanya memperoleh 64.677 suara.
Ditanya penyebab Achmad Marzuki diganti, Muhammad MTA tidak mau menjawab. ”Kami tidak tahu alasan pergantian. Ini sepenuhnya hak prerogatif Presiden. Kami tidak bisa menjawab hal itu,” kata Muhammad.
Namun, Muhammad berharap siapa pun yang ditunjuk oleh Presiden merupakan orang yang tepat untuk memimpin Aceh.
Achmad Marzuki dilantik sebagai Penjabat Gubernur Aceh pada 6 Juli 2022. Dia adalah mantan Panglima Kodam Iskandar Muda pada 2020-2021.
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Rustam Effendi, menilai, penggantian Achmad Marzuki dengan Bustami yang merupakan putra Aceh sudah tepat. Bustami sebagai pegawai negeri senior dianggap lebih tahu tentang persoalan Aceh.
Rustam mengatakan, nyaris dua tahun Aceh di bawah kepemimpinan Achmad Marzuki, tetapi tidak ada pembangunan yang berarti. Angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Pada 2023, Aceh masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Sumatera.
Rustam menilai, penggantian Achmad Marzuki ada kaitannya dengan polemik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 yang tidak kunjung disahkan. Hingga Maret, APBD Aceh 2024 belum disahkan. Dampaknya ialah anggaran daerah belum bisa dicairkan untuk program pembangunan.
”Komunikasi Achmad Marzuki dengan DPR Aceh tidak berjalan sehingga menghambat pengesahan anggaran,” kata Rustam.
Rustam mengatakan, struktur ekonomi Aceh masih mengandalkan anggaran atau belanja Pemprov Aceh. Ketika belanja pemerintah tidak berjalan, aktivitas ekonomi lain akan terhambat.
Dosen Ilmu Politik Universitas Abulyatama, Aceh Besar, Usman, mengatakan, persoalan komunikasi politik dengan DPR Aceh dan hasil pilpres patut diduga menjadi alasan pencopotan Achmad Marzuki.
Usman menambahkan, komunikasi politik antara eksekutif dan legislatif harus berjalan baik agar roda pemerintahan melaju mulus. Penundaan pengesahan anggaran daerah disebabkan belum ada titik temu antara eksekutif dan legislatif.
”Harus diganti. Ini adalah solusi agar dua lembaga politik di Aceh bisa kembali menjalin hubungan dengan baik,” kata Usman.
Usman menambahkan, saat ini Aceh harus fokus pada persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON). Jika eksekutif dan legislatif tidak harmonis, persiapan PON bisa terhambat. Pengesahan anggaran perlu dipercepat agar anggaran daerah untuk renovasi arena PON dapat segera digunakan.