Pria Lansia Curi 2,6 Kg Hiasan Emas Kubah Masjid di Buru
Emas tersebut dicuri dari kubah Masjid Al Huda, Buru, pada ketinggian 15 meter. Tersangka pelaku AG berusia 67 tahun.
Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
·3 menit baca
BURU, KOMPAS — Kepolisian Resor Buru menetapkan seorang terduga pelaku sebagai tersangka pencurian emas seberat 2,6 kilogram yang terpasang di kubah Masjid Al-Huda, Buru, Maluku, pada Senin (11/3/2024). Saat hendak dibawa ke kantor polisi, tersangka yang berprofesi sebagai nelayan hendak pergi dari Ambon menuju Ternate, Maluku Utara. Emas yang ditaksir seharga Rp 3 miliar tersebut adalah pemberian dari petambang emas di wilayah tambang emas Gunung Botak.
Kepala Kepolisian Resor Buru Ajun Komisaris Besar Sulastri Sukidjang menjelaskan, barang bukti berupa hiasan emas yang dipasang di atas kubah Masjid Al Huda ditemukan di dua lokasi yang berbeda pada Jumat (8/3/2024). Terduga pelaku berinisial AG (67), warga Desa Kaiely, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Saat penyelidikan, polisi menemukan tangga di sekitar tempat kejadian perkara. Ditelusuri lebih lanjut, tim mendapat informasi ada seorang warga, yakni AG, yang baru saja meninggalkan Desa Kaiely menuju pusat kabupaten, Namlea, dengan menggunakan perahu cepat.
Dari hasil interogasi, AG akhirnya mengakui bahwa tangga tersebut adalah miliknya. Ia juga mengaku mencuri emas dan memberitahukan lokasi penyimpanan emas hasil curian tersebut. AG terancam pidana penjara paling lama 7 tahun sesuai Pasal 363 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
”Diancam pidana pencurian dengan pemberatan. Saat mau ditangkap, terduga pelaku hendak berangkat dari Ambon ke Ternate pada Kamis (7/3/2024),” ucap Sulastri, Senin (11/3/2024), di Buru.
Kejadian hilangnya emas tersebut diketahui polisi dari laporan masyarakat Desa Kaiely pada Senin (4/3/2024) pukul 02.00-05.00 WIT.
Sulastri menjelaskan, untuk sampai ke atas kubah, AG menggunakan dua tangga kayu setinggi 5,18 meter dan tangga kayu lain setinggi 3 meter. Terduga pelaku menggunakan kayu sepanjang 5 meter yang ujungnya ditancapkan besi berukuran 6 sentimeter sebagai pengait untuk mencopot emas dari atas kubah.
AG lalu mengentakkan kayu dengan ujung besi tersebut beberapa kali agar hiasan emas lepas dari atas kubah. Hiasan emas berbentuk lafaz Allah tersebut jatuh ke atas atap masjid. Tersangka kemudian mematahkan hiasan emas tersebut menjadi lima bagian. Saat kejadian, AG menggunakan penutup wajah. Tangga yang digunakan lalu dibuang di semak-semak di dekat pagar belakang masjid.
Tersangka lalu berjalan ke arah pantai dan menyembunyikan emas curiannya di beberapa pohon di sekitar pantai. Sulastri menambahkan, tersangka mencuri karena kebutuhan ekonomi, khususnya untuk menebus utang-utangnya. Polisi sudah memeriksa tujuh saksi terkait pencurian tersebut.
”Dari hasil reka adegan pada hari Minggu, diduga pencurian dilakukan oleh AG seorang diri. Barang bukti sudah kami ambil mulai dari alat pengait hingga emas,” ucap Sulastri.
Hiasan emas tersebut memang tidak dijaga karena berada di tengah perkampungan penduduk. Warga resah dan sedih saat peristiwa terjadi.
Peristiwa hilangnya emas tersebut menggegerkan warga desa. Raja Petuanan Adat Kaiely Fandi Ashari Wael menjelaskan, emas tersebut diberikan oleh petambang di tambang emas Gunung Botak pada tahun 2015. Desa Kaiely merupakan salah satu pintu masuk utama menuju lokasi tambang ilegal di Gunung Botak.
Fandi menjelaskan, situasi desa sempat tidak kondusif akibat hilangnya emas tersebut. Pria yang juga menjabat sebagai camat di Kecamatan Teluk Kaiely tersebut langsung mengumpulkan warga dan para tokoh adat untuk menenangkan warga.
Sejak dipasang, hiasan emas tersebut sudah menjadi ikon desa. Harganya ditaksir hingga Rp 3 milliar jika mengacu pada harga emas saat ini, yakni Rp 1.080.000 hingga Rp 1.100.000 per gram.
Awalnya, Fandi mendapatkan informasi dari warga yang melihat, lalu mengamati bahwa hiasan emas di atas Masjid Al Huda tersebut hilang pada Senin pukul 07.00 WIT. Hiasan emas tersebut berada di atas kubah masjid dengan tinggi hingga 10 meter dengan tinggi masjid sekitar 4 meter.
”Biasanya memang tidak ada penjagaan ketat karena masjid ini ada di perkampungan warga. Tentu kami merasa sedih dan kaget akan kejadian ini, apalagi terjadi menjelang bulan Ramadhan,” ucapnya.