Jelang Ramadhan, Harga Bahan Pangan di Surabaya Stabil Tinggi
Menjelang puasa, harga bahan pangan di Surabaya stabil tinggi kendati operasi pasar telah dilakukan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Menjelang Ramadhan, harga berbagai bahan pangan di Kota Surabaya, Jawa Timur, stabil tinggi. Padahal, pemerintah telah mengadakan operasi pasar dan bazar. Harga bahan pangan akan terus naik dan stabil di kisaran harga yang lebih tinggi setelah Idul Fitri.
Sampai dengan Sabtu (9/3/2024), misalnya, rata-rata harga beras premium Rp 16.000 per kilogram (kg). Harga ini naik 15 persen dibandingkan dengan awal tahun lalu, Rp 14.000 per kg. Harga pada awal tahun itu naik 8 persen daripada enam bulan sebelumnya, Rp 13.000 per kg.
Kondisi itu menandakan harga beras premium tersebut akan menjadi harga baru dalam waktu enam bulan atau satu semester ke depan. Akan tetapi, bukan tidak mungkin kenaikan harga beras pada semester I tahun ini bisa lebih tinggi daripada semester II tahun lalu.
Harga beras premium yang kini Rp 16.000 per kg itu adalah hasil upaya pengendalian harga pemerintah melalui operasi pasar dan bazar. Sebelumnya, beras premium di Kota Surabaya sempat menyentuh Rp 18.000 per kg pada pertengahan Februari lalu. Namun, kenaikan harga beras sejak awal tahun itu bisa ditekan secara bertahap dalam tiga pekan.
Menurut Sutardi, pedagang bahan pangan di Pasar Wonokromo, harga beras premium tidak akan seperti pada awal tahun. ”Harga selama Ramadhan dan Idul Fitri mungkin masih tinggi dan setelah itu bisa jadi stabil di Rp 15.000 atau lebih tinggi lagi,” katanya.
Sutardi mengatakan, dari pengalaman selama ini, harga bahan pangan cenderung berubah setelah enam bulan. Perubahan juga terjadi karena gangguan pasokan, misalnya akibat gagal panen atau lonjakan kebutuhan seperti selama puasa. ”Upah buruh naik, pakan juga. Itu, sih, yang akan bikin harga beras, minyak, telur, dan daging lebih tinggi,” ujarnya.
Harga yang stabil tinggi juga terjadi pada minyak goreng. Harga minyak goreng curah per liter pada awal tahun Rp 15.000. Harga itu bertahan sejak enam bulan sebelumnya. Namun, saat ini, harganya Rp 15.500 atau naik 4 persen dan berpeluang naik lagi selama Ramadhan di kisaran Rp 16.000 per liter.
Harga telur ayam ras Rp 33.000-Rp 34.000 per kg. Harga ini naik 28 persen dibandingkan dengan awal tahun, Rp 25.000-Rp 26.000 per kg. Situasi harga telur saat ini mirip dengan pertengahan tahun lalu yang menyentuh Rp 30.000 per kg.
Harga ayam ras juga naik. Saat ini, harganya Rp 38.000-Rp 39.000 per kg. Harga itu naik 32 persen daripada awal tahun yang sebesar Rp 31.000-Rp 32.000 per kg. Harga daging ayam ras tahun ini mirip dengan pertengahan 2023 yang bahkan menyentuh Rp 40.000 per kg.
Dalam kesempatan terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, kenaikan harga bahan pangan tidak terhindari, tetapi harus terkendali. ”Itulah mengapa dibentuk tim pengendalian inflasi daerah (TPID),” ujarnya.
Selain operasi pasar dan bazar, pemerintah kota memberi subsidi ongkos angkut dari daerah penghasil untuk memutus rantai pasokan dan menekan harga di tingkat konsumen.
Di Surabaya, TPID bertugas agar kenaikan harga komoditas pokok dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Beras dan minyak goreng menjadi komoditas yang menjadi atensi karena begitu tingginya ketergantungan masyarakat terhadap komoditas tersebut. Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi dan mengadakan operasi pasar agar harga keekonomian terjaga sekaligus rasional bagi konsumen.
Eri melanjutkan, Surabaya berpopulasi 3 juta jiwa dan telah tumbuh sejak abad ke-18 sebagai kota industri lalu menjadi metropolitan. Artinya, Surabaya bergantung pada daerah lain untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya, yakni beras, tepung, daging, minyak, telur, susu, garam, gula, sayur, dan buah. ”Surabaya adalah pasar sehingga harga di sini tentu lebih tinggi daripada daerah penghasil,” ujarnya.
Selain operasi pasar dan bazar, pemerintah kota memberi subsidi ongkos angkut dari daerah penghasil untuk memutus rantai pasokan dan menekan harga di tingkat konsumen.
Sementara itu, Ketua Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS) Domin Dhamayanti berpendapat, setiap tahun kalangan buruh menuntut kenaikan upah karena pada prinsipnya harga kebutuhan pokok naik. Namun, kenaikan upah hampir selalu tidak dapat mengatasi inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa dalam nilai kebutuhan hidup layak.
”Jika harga kebutuhan tidak dapat tersentuh oleh buruh dan masyarakat, hampir pasti mereka yang kalah akan turun kelas menjadi rentan miskin, miskin, bahkan amat miskin,” ujar Domin.
Ia menambahkan, dalam konteks pangan, pengendalian harga oleh pemerintah menjadi amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat.