Tanker Iran dan ”Gunung Es” Aktivitas Ilegal di Perairan Perbatasan
Penangkapan tanker Iran di Laut Natuna Utara pada Juli 2023 mengungkap kerawanan perairan perbatasan.
Kerusakan pada sistem gas ”inert” tanker MT Arman membuat kapal berbendera Iran itu rawan terbakar. Sejak Juli 2023, kapal itu ditahan Badan Keamanan Laut RI di perairan Batam karena diduga mencemari lingkungan di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.
Fakta itu terungkap di Pengadilan Negeri Batam saat menggelar sidang dengan agenda keterangan ahli dari jaksa penuntut umum dalam kasus pencemaran lingkungan, Kamis (29/2/2024). Duduk di kursi terdakwa adalah nakhoda tanker MT Arman, Mahmoud Abdelazis Mohamed Hatiba.
Sidang yang berlangsung hingga Kamis malam itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Sapri Tarigan. Jaksa menghadirkan tiga ahli. Mereka adalah pemeriksa keselamatan kapal (marine inspector) Robert Tampubolon, peneliti limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Edi Soentjahjo, dan penguji mutu barang Kurniawan.
Dalam keterangannya saat sidang, Robert mengatakan pernah memeriksa MT Arman atas perintah dari penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 1 dan 2 Oktober 2023. Saat itu, ia menemukan sejumlah kerusakan pada kapal jenis very large crude carrier (VLCC) tersebut.
”Ada kerusakan pada sistem gas inert. Itu membahayakan karena bisa memicu terjadinya kebakaran di sebuah tanker pengangkut minyak mentah,” kata Robert.
Secara sederhana, yang dimaksud gas inert, menurut Robert, adalah campuran gas yang dimasukkan ke dalam tangki tanker untuk menekan kandungan oksigen. Jika kadar oksigen dapat ditekan ke level amat rendah, maka muatan minyak dalam tanker tidak akan mudah terbakar jika terpapar panas.
Sebelumnya, MT Arman ditangkap Bakamla RI saat melakukan tindakan ilegal memindahkan muatan secara ship to ship ke tanker berbendera Kamerun, MT S Tinos. MT Arman diketahui mengangkut 272.629 metrik ton minyak mentah senilai Rp 4,6 triliun.
Saat transfer minyak itu, sebagian muatan MT Arman tumpah ke laut sehingga menimbulkan pencemaran. Uji laboratorium dan kesaksian ahli menunjukkan sampel tumpahan minyak dari MT Arman adalah limbah B3. Kasus pencemaran inilah yang kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Batam.
Tanker MT Arman telah beberapa kali berganti nama. Sebelumnya, kapal ini bernama Adrian Darya 1, dan sebelumnya lagi bernama Grace 1. Pada 2019, tanker ini pernah ditangkap Inggris karena dipakai untuk menjual minyak dan melanggar sanksi Uni Eropa atas rezim Suriah yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad.
Selain kondisi MT Arman yang membahayakan, Robert juga menyatakan, AIS (automatic identification system/perangkat identifikasi otomatis) pada kapal tersebut berfungsi. Dengan begitu, seharusnya posisi kapal saat berlayar dapat diketahui secara akurat.
Dalam sidang sebelumnya, terdakwa Mahmoud juga mengungkapkan hal senada. Ia menyebut perangkat AIS di MT Arman berfungsi normal. Namun, alat itu sengaja dimatikan agar kapal itu tidak terlacak aparat. Di dunia perkapalan, situasi tidak terlacak itu disebut going dark.
”AIS sebenarnya tidak bermasalah, tetapi Rabia Alhesni meminta alat itu dimatikan supaya kapal tidak terlacak,” ucap Mahmoud pada sidang 22 Februari.
Mahmoud juga mengatakan, dirinya bukan nakhoda MT Arman seperti yang didakwakan, tetapi mualim 1 sesuai dengan yang tercantum dalam buku pelaut miliknya. Ia menyebut, nakhoda MT Arman yang sebenarnya adalah Rabia.
Mahmoud adalah warga negara Mesir, sedangkan Rabia warga negara Suriah. Tanker MT Arman diawaki 29 orang yang terdiri dari 25 warga negara Suriah dan 4 warga negara Mesir.
Terkait pernyataan Mahmoud soal buku pelaut, Robert mengatakan, jabatan awak kapal memang seharusnya sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen itu. Seorang mualim 1 hanya bisa menjabat sebagai nakhoda ketika ada masalah menyangkut darurat keselamatan kapal.
”Buku pelaut itu bisa dibilang paspor bagi seorang awak kapal, jabatan yang tercantum di dokumen itu seharusnya sesuai dengan tanggung jawab pelaut di kapal. Adapun pelimpahan jabatan (dari nakhoda ke mualim 1) hanya bisa dilakukan saat kapten sakit, meninggal, atau kondisi darurat lainnya,” ujar Robert.
Baca juga: Misteri Adrian Darya 1 dan Cara Iran Berkelit
Gunung es
Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Bisnis Maritim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Oloan Saut Gurning menyatakan, pelanggaran yang dilakukan MT Arman di perairan Laut Natuna Utara adalah fenomena gunung es. Sebelumnya, Januari 2021, Bakamla juga menangkap tanker berbendara Iran, MT Horse, yang melakukan pemindahan muatan ilegal secara ship to ship di Kepri.
Ia menuturkan, perairan Kepri juga sering dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal lain, seperti perdagangan orang, penyelundupan barang ilegal, dan perompakan. Oleh karena itu, pengawasan di perairan perbatasan, seperti Selat Malaka dan Laut Natuna Utara, perlu ditingkatkan.
”Koordinasi dengan negara tetangga sangat penting untuk mencegah tindakan ilegal di perairan perbatasan. Selain itu, di dalam negeri, kita perlu menyusun peraturan yang lebih lengkap untuk menindak kegiatan ship to ship,” kata Saut saat dihubungi dari Batam, Jumat (1/3/2023).
Ia menambahkan, kemampuan aparat penyidik kasus kegiatan ilegal di laut juga perlu ditingkatkan. Masih banyak pelaku aktivitas ilegal di laut yang lolos dari hukum.
”Dalam kasus ship to ship, seharusnya aparat mendalami juga pelanggaran soal muatan kapal, kru kapal, dan banyak kemungkinan lainnya. Penyidik antarkementerian dan lembaga harusnya berkoordinasi melakukan hal itu,” ujar Saut.
Luasnya laut Indonesia bukan hanya berkah, melainkan juga tantangan. Tanpa pengawasan yang memadai, laut kita bukan tak mungkin bakal menjadi sarang kegiatan ilegal.
Baca juga: Sidang Kasus Limbah Tanker Iran, Terdakwa Mengaku Bukan Nakhoda