Satu Per Satu, Jaringan Fredy Pratama di Lampung Divonis Mati
Jaringan narkoba internasional Fredy Pratama di Lampung diungkap dan dijatuhi hukuman mati.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Jaringan narkoba internasional Fredy Pratama di Lampung satu per satu diungkap dan dijatuhi hukuman mati. Mereka mempunyai berbagai peran yang berbeda, ada yang menjadi kurir istimewa hingga mengatur pengiriman sabu di wilayah Sumatera.
Salah satu sindikat Fredy Pratama yang divonis mati adalah bekas Kepala Satuan Narkoba Polres Lampung Selatan Andri Gustami. Andri yang semestinya menangkap para pengedar narkoba justru menjadi suruhan Fredy dan membantu meloloskan ratusan kilogram sabu dari Sumatera ke Jawa.
Vonis mati terhadap Andri dibacakan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang pada Kamis (29/2/2024). Andri terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan mengatakan, tidak ada hal yang dapat meringankan terdakwa.
Adapun hal-hal yang memberatkan, tindakan terdakwa bertentangan dengan semangat pemerintah dalam pemberantasan narkoba. Selain itu, terdakwa juga dianggap mengkhianati institusi Polri dan memberikan kerugian, terutama pada generasi muda.
Hal yang memberatkan lainnya, terdakwa juga memperdaya sejumlah orang sebagai alat untuk menanggung hasil dari kejahatan. Jumlah sabu yang diloloskan juga banyak. ”Jumlah narkotika yang diloloskan terdakwa dalam jumlah yang besar, yaitu 150 kilogram,” kata Lingga.
Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa yang meminta Andri dihukum mati. Sementara Andri menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Terungkapnya keterlibatan Andri dalam jaringan narkoba internasional komplotan Fredy Pratama juga menguak masifnya pengiriman narkoba yang melalui Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan. Andri meloloskan pengiriman 150 kg sabu hanya dalam kurun waktu satu bulan pada tahun 2023.
Jumlah narkotika yang diloloskan terdakwa dalam jumlah yang besar, yaitu 150 kilogram.
Pengiriman tersebut dilakukan pada 4 Mei 2023 sebanyak 12 kg sabu,8 Mei 2023(20 kg sabu), 11 Mei 2023 (16 kg sabu), 18 Mei 2023 (20 kg sabu), 20 Mei 2023 (20 kg sabu), dan 25 Mei 2023 (25 kg sabu dan 2.000 butir pil ekstasi). Sementara pada Juni 2023, pengiriman narkoba dilakukan pada 19 Juni 2023 sebanyak 19 kg sabu dan 20 Juni 2023 sebanyak 18 kg sabu.
Dari sindikat itu, Andri menjadi ”kurir istimewa” dan mendapat upah mencapai Rp 1,2 miliar. Selain untuk membeli kendaraan, uang dari hasil bisnis narkoba itu digunakan untuk biaya operasionalnya saat bertugas dan disimpan sebagai tabungan di rekening pribadinya.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Tanjung Karang juga menjatuhkan hukuman mati terhadap M Rivaldo Miliandri alias KIF, jaringan narkoba Fredy Pratama, pada Selasa (27/2/2024). Rivaldo berperan sebagai operator yang mengendalikan peredaran narkoba di wilayah barat, mulai dari Aceh hingga Lampung.
Rivaldo adalah sindikat Fredy yang ditangkap Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung bersama tim gabungan Bareskrim Polri pada 3 Juli 2023. Pria itu ditangkap di sebuah apartemen di Malaysia.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Lampung, Heni Siswanto, menyatakan mendukung hukuman mati untuk para pengedar narkoba. Tuntutan tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku. Tuntutan itu juga diperlukan karena narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa. Apalagi, pelakunya adalah aparat penegak hukum yang semestinya menangkap pengedar narkoba.
Heni menekankan, upaya menghentikan peredaran narkoba di Lampung harus melibatkan sejumlah pihak, tidak hanya aparat kepolisian. Jangan sampai, jaringan Fredy masih beroperasi walaupun sudah banyak kaki tangannya yang ditangkap dan dihukum mati.